PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3)
memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Pendidikan nasional, sebagai salah
satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,
mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat
dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus
berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan
karakter (Jumhana, 2008:50).
1
|
Perencanan pembelajaran berkaitan dengan keputusan yang
diambil guru dalam mengkoordinasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
hasil pembelajaran (Burdon & Byrd, 1999). Perencanaan pembelajaran
merupakan satu tahapan dalam proses belajar mengajar. Perencanaan menjadi
sangat penting karena dapat berfungsi sebagai dasar, pemandu, alat kontrol dan
arah pembelajaran. Perencanaan pembelajaran yang baik akan melahirkan proses pembelajaran
yang baik pula.
PP
nomer 19 tahun 2005 yang berkaitan dengan standar proses mengisyaratkan bahwa
guru diharapkan dapat mengembangkan perencanaan pembelajaran, yang kemudian
dipertegas melalui Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar proses,
yang antara lain mengatur tentang perencanan proses pembelajaran yang
mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).
1.2
Rumusan
masalah
1.2.1
Apakah pengertian
perencanaan pembelajaran?
1.2.2
Bagaimanakah
karakteristik siswa di Sekolah Dasar?
1.2.3
Bagaimanakah
karakteristik bidang studi?
1.2.4
Bagaimana perencanaan
pembelajaran berdasarkan karakteristik siswa dan bidang studi di Sekolah Dasar?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk menjelaskan
pengertian perencanaan pembelajaran.
1.3.2
Untuk menjelaskan
karakteristik siswa di Sekolah Dasar.
1.3.3
Untuk menjelaskan
karakteristik bidang studi.
1.3.4
Untuk menjelaskan
perencanaan pembelajaran berdasarkan karakteristik siswa dan bidang studi di
Sekolah Dasar.
PEMBAHASAN
2.1
Perencanaan pembelajaran
Perencanaan adalah suatu cara untuk
membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah
yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan
tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Jumhana, 2008:28).
William
H. Newman dalam bukunya Administrative
Action Techniques of Organization and Management mengemukakan bahwa,
Perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan . Perencanaan mengandung
rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan dari tujuan,
penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentu
dan penentuan kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.
Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan
sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran,
penggunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi
waktu yang akan dilaksanakan pada saat tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
Dalam KBBI, pembelajaran adalah
proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Pusat
Bahasa 2005: 17).
Beberapa pendapat dari para ahli
tentang pengertian perencanaan pembelajaran, sebagai berikut.
1.
Perencanaan
pembelajaran adalah persiapan mengajar yang berisi hal-hal yang perlu atau
harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
yang antara lain meliputi unsur-unsur: pemilihan materi, metode, media, dan
alat evaluasi (Pusat Bahasa 2005: 19).
2.
Perencanaan
pembelajaran adalah apa yang akan dikerjakan guru dan siswa di dalam kelas dan
di luar kelas (Reiser 1986 dalam Djoehaeni: 4).
3.
Perencanaan
pembelajaran juga memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam
suatu pembelajaran (Sujana 1988 dalam Djoehaeni 2009: 5).
4.
3
|
5.
Banghart dan Trull (Hernawan, 2007 : 68) juga mengungkapkan bahwa,
perencanaan
pembelajaran merupakan proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media
pembelajaran, penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran, dalam suatu
alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa satu semester yang akan datang
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Maka dapat ditarik benang merah bahwa perencanaan
pembelajaran merupakan proses yang diatur sedemikian rupa menurut
langkah-langkah tertentu baik berupa penyusunan materi pengajaran, penggunaan
media, maupun model pembelajaran lainnya yang dimaksudkan agar pelaksanaannya
berjalan optimal.
2.2
Karakteristik siswa di Sekolah Dasar
Seperti
dikatakan Darmodjo (1992:17) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang
mengalami pertumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun
pertumbuhan jasmani,
di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak
sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek
tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada
anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Karakteristik
perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya
telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya.
Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai
sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan
dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan
sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat
menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi
dengan
teman
sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan
emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi
terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang
tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya
anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan
seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Piaget
(1950:12) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan
dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya,
setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep
yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan
objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses
memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses
tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan
baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan
hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek
dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin
dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri
anak dengan lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi
konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar
sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu
aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara
serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara
berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan
mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana,
dan
mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat
cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan
tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah
dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1.
Konkrit
Konkrit
mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat
dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan
proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan
dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga
lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Integratif
Pada
tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan,
mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan
cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3.
Hierarkis
Pada
tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai
dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal
yang lebih kompleks (Darmodjo, 1992 :
90). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi .
Belajar
pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah
laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran
pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak
dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi
bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan
rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual,
artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan
perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar
bermakna (meaningfull learning) merupakan
suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil
dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek,
konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang
relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar
menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan
konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang
dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan
demikian,
agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali
konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis
konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan
kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya
dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru
menjelaskan.
(Anitah,
2009: 2.31) Karakteristik pembelajaran anak SD dapat dibedakan menjadi pembelajaran di
kelas rendah dan pembelajaran di kelas tinggi. Karena setiap tingkatan SD
memiliki karakter yang berbeda-beda.
1.
Karakteristik Pembelajaran di Kelas
Rendah
Pembelajaran
di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran (silabus) yang telah
dikembangkan oleh guru. Pembelajaran konkret lebih sesuai diberikan pada siswa
kelas rendah (kelas 1, 2, 3) di Sekolah Dasar. Proses pembelajaran ini harus
dirancang oleh guru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses belajar dan
sistem penilaian sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Hal lain yang harus
dipahami yaitu proses belajar harus dikembangkan secara interaktif. Dalam hal ini
guru memegang peranan penting dalam menciptakan stimulus dan respons agar siswa
menyadari kejadian di sekitar lingkungannya.
Sementara
itu, siswa kelas rendah di Sekolah Dasar masih banyak membutuhkan perhatian
karena kurang terfokus dalam konsentrasi, serta kurang memperhatikan kecepatan dan aktivitas belajar
sehingga hal ini memerlukan kegigihan guru untuk menciptakan proses belajar
yang lebih menarik dan efektif.
Banyak
strategi belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar di kelas rendah
Sekolah Dasar, di antaranya adalah ceramah, tanya jawab, latihan atau drill, belajar kelompok, observasi atau
pengamatan. Penggunaan atau pemilihan strategi belajar harus mempertimbangkan
variabel-variabel yang terlibat dalam suatu proses belajar mengajar.
(Anitah, 2009: 2.31) Pengembangan
sikap ilmiah pada siswa kelas rendah Sekolah Dasar dapat dilakukan dengan cara
menciptakan pembelajaran yang memungkinkan siswa berani mengemukakan pendapat,
memiliki rasa ingin mengetahui, memiliki sikap jujur terhadap dirinya dan orang
lain, dan mampu menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Dalam
pengembangan kreativitas siswa proses pembelajaran dapat diarahkan supaya siswa
melakukan kegiatan kreativitas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya,
misalnya memecahkan permasalahan melalui permainan sehari-hari. Di bawah ini
adalah beberapa contoh kegiatan belajar yang dapat dilakukan siswa Sekolah
Dasar di kelas rendah.
1.
Menggolongkan peran
anggota keluarga.
2.
Menerapkan etika dan
sopan santun di rumah, sekolah dan lingkungan.
3.
Menceritakan cara
memanfaatkan uang secara sederhana melalui jual beli barang dan menabung.
4.
Menceritakan masa
kecilnya melalui bantuan foto maupundaricerita orang tuanya.
5.
Melakukan mekanika
tubuh yang baik dalam duduk, berdiri, dan berjalan.
6.
Melakukan latihan dalam
meningkatkan kualitas fisik dan motorik.
7.
Memperagakan rangkaian
gerak (ritmik) dengan musik.
8.
Mengekspresikan gagasan
imajinasi unsur bunyi dan gerak melalui kegiatan eksplorasi dalam bernyanyi dan
menari.
9.
Mengekspresikan gagasan
artistik melalui kegiatan bernyanyi dan menari.
10.
Mengkomunikasikan
gagasan dengan satu kalimat.
11.
Mengkomunikasikan
gagasan sederhana dengan lisan dan tertulis.
12.
Menulisdengan jelas dan
rapi. Kalimat yang didiktekan denganmenggunakan huruf lepas dan tegak
bersambung.
13.
Menerapkan EYD dalam
menulis dan menggunakan huruf kapital,
untuk nama suku bangsa, nama bahasa, dan judul karangan. Menulis tanda titik,
untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik.
14.
Menyimak dan
menceritakan kembali ragam teks sederhana, mendeklamasikan/melagukan pantun,
puisi, syair, dan membaca cerita atau buku.
15.
Menentukan pola sifat
atau pola bangun
menurut bentuk atau unsurnya.
16.
Membilang dan menyebutkan banyak benda, mengingat
penjumlahan dan pengurangan.
17.
Melakukan operasi
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan hubungannya.
Dari
contoh-contoh di atas tergambar bahwa pembelajaran di Sekolah Dasar tidak harus
selalu dengan ceramah atau drill saja
tetapi dapat menggunakan beberapa metode mengajar yang memugkinkan siswa
beraktivitas tinggi dalam belajar. Itu sebabnya guru harus kaya akan pengalaman
dan kemampuan mengajar agar sasaran belajar dapat dicapai melalui pembelajaran
di sekolah.
Pembelajaran
di kelas rendah menggunakan Pembelajaran tematik Pembelajaran tematik merupakan strategi pembelajaran untuk memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa dengan melibatkan beberapa mata pelajaran
. Prioritas pembelajaran tematik adalah terciptanya
pembelajaran bersahabat, menyenangkan, dan bermakna. Karakter pembelajaran
tematik adalah pada siswa, fleksibel tidak ada pemisahan mata pelajaran dan
dapat mengembangkan bakat sesuai minat siswa, menumbuhkembangkan kreativitas
siswa, kemampuan sosial, belajar bertahan lama, dan menumbuhkan kemampuan
memecahkan masalah.
2.
Karakteristik Pembelajaran di Kelas Tinggi
(Anitah, 2009: 2.33) Esensi proses pembelajaran di kelas tinggi (kelas 4, 5,
6) adalah suatu pembelajaran yang dilaksanakan secara logis dan sistematis
untuk membelajarkan siswa tentang konsep dan generalisasi sehingga penerapannya
(menyelesaikan soal, menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun,
menderetkan, melipat, dan membagi).
Banyak strategi belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar di kelas
tinggi Sekolah Dasar, diantaranya ceramah, tanya jawab, latihan atau drill, belajar kelompok, observasi atau
pengamatan, inkuiri, pemecahan masalah, dan discovery.
Siswa dapat dibimbing dengan menggunakan pembelajaran konstruktivis yaitu
mencari, menemukan, menggolongkan, menyusun, melakukan, mengkaji dan
menyimpulkan sendiri atau berkelompok dari substansi yang dipelajarinya.
Menurut Piaget (dalam Hamalik 1990 :104), siswa kelas 6 SD yang telah mencapai usia 11 tahun,
telah memahami fase perkembangan operasional. Artinya suatu perkembangan
kognitif yang menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki kemampuan berpikir tinggi
atau berpikir ilmiah. Dengan demikian pada kelas 6 bahkan mulai dari kelas 5
kita sudah dapat menggunakan pendekatan ilmiah.
Pengembangan sikap ilmiah pada siswa kelas tinggi di Sekolah Dasar dapat
dilakukan dengan cara menciptakan pembelajaran yang memungkinkan siswa berani
beragumentasi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa supaya
memiliki rasa ingin mengetahui, memiliki sikap jujur terhadap dirinya dan orang
lain. Pembelajaran di kelas tinggi menghadapkan siswa pada konsep dan
generalisasi, hingga penerapannya yaitu meliputi menyelesaikan tugas-tugas,
menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun, mendesain, mengekspresikan,
menderetkan, menafsirkan, memprediksi, menyimpulkan, dan mengumpulkan data.
Demikian pula dalam pengembangan sikap ilmiah, dalam proses pembelajaran
diupayakan agar siswa mampu melakukan pemecahan masalah melalui kerja scientific, menghasilkan teknologi
bermanfaat yang ramah lingkungan, serta melakukan kreativitas yang sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Kita dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa
dengan memperhatikan saling keterkaitan antarsains, teknologi, lingkungan, dan
masyarakat yang produktif dan ekonomis. Di bawah ini ada beberapa contoh
kegiatan belajar yang dapat dilakukan siswa di kelas tinggi Sekolah Dasar.
1.
Mendeskripsikan
aturan-aturan yang berlaku di keluarga.
2.
Membandingkan
kelompok-kelompok sosial di masyarakat.
3.
Menyajikan hubungan
antara sumber daya alam dengan kegiatan ekonomi setempat.
4.
Melakukan diskusi
kelompok tentang jual beli.
5.
Menafsirkan
peninggalan-peninggalan sejarah.
6.
Melakukan latihan
untuk meningkatkan kualitas fisik dan motorik.
7.
Memperagakan
berbagai keterampilan yang dihubungkan dengan keselamatan diri.
8.
Memperagakan
rangkaian gerak dengan alat musik.
9.
Melakukan kegiatan
penjajahan ke perkampungan di sekitar sekolah.
10.
Mencoba mengubah
pola gerak dari irama dalam rangkaian variasi gerak.
11.
Mendesain model
konstruksi.
12.
Mencari, menemukan,
memilih informasi dari lingkungan sekitar sekolah.
13.
Membaca, dan menghafal
surat-surat pendek serta mengartikannya.
14.
Mendengarkan dan
mencatat hal-hal yang penting dari uraian pembicara (pidato atau dakwah).
15.
Membaca dalam hati
(secara intensif) teks pendek 3-4 paragraf.
16.
Mendengarkan secara
apresiatif.
17.
Mengaplikasikan
konsep alogaritma atau manipulasi matematika dalam pengerjaan bilangan
(termasuk negatif dan pecahan) pengukuran geometri.
18.
Melakukan operasi
hitung campuran (bilangan bulat pecahan).
19.
Melakukan
penyelidikan dengan menentukan variabel dan cara pengendaliannya.
20.
Mengumpulkan bukti
perkembangbiakan makhluk hidup.
21.
Menyelidiki
hubungan antara ciri makhluk hidup dan lingkungan hidup.
22.
Mendesain dan
melakukan percobaan untuk menyelidiki antar hubungan gaya dan gerak.
23.
Menyelidiki
pengaruh gaya magnet.
Dari contoh-contoh di atas tergambar bahwa pembelajaran di Sekolah Dasar khususnya kelas
tinggi banyak menggunakan pembelajaran yang berbasis masalah, menggunakan
pendekatan kontruktivistik, melakukan aktivitas menyelidiki, meneliti, dan
membandingkan, di samping masih tetap menggunakan metode-metode yang lain
seperti ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Karakter pembelajaran di Sekolah
Dasar pada kelas tinggi terlihat bahwa selain dituntut tingginya aktivitas
siswa, kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran seperti melakukan
tahapan penyelidikan, melakukan pemecahan masalah dan sebagainya. Itu sebabnya
guru harus kaya akan pengalaman dan kemampuan mengajar serta mampu mengarahkan
kegiatan siswa agar sasaran belajar dapat dicapai melalui pembelajaran di
sekolah.
2.3
Karakteristik
bidang studi di SD
Undang-undang Republik Indonesia No
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 3
menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Berdasarkan UU RI No 20 tahun
2003 pasal 3 tersebut, maka setiap satuan
pendidikan diharapkan untuk mengembangkan pendidikan budaya dan karakter
bangsa.Untuk melihat gambaran keterkaitan antara matapelajaran dengan nilai
yang dapat dikembangkan untuk pendidikan budaya dan karakter menurut Puskur
2010 sebagai berikut.
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
|
1-3
|
4-6
|
|
PKn
|
Cinta tanah air, bersahabat, komunikatif, senang
membaca, peduli lingkungan, jujur, toleran, disiplin, kreatif, rasa ingin
tahu, percaya, respek, bertanggungjawab, saling berbagi.
|
Semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli
sosial, peduli lingkungan, religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, percaya, respek,
bertanggungjawab, saling berbagi.
|
Bahasa Indonesia
|
Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, peduli sosial,
peduli lingkungan, berani, kritis, terbuka, humor, kemanusiaan.
|
Religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, terbuka.
|
Matematika
|
Teliti, tekun, kerja keras, rasa ingin tahu, pantang
menyerah.
|
Teliti, tekun, kerja keras, rasa ingin tahu, pantang
menyerah.
|
IPS
|
Religius, toleransi, kerja keras, kreatif, komunikati,
bersahabat, kasih sayang, rukun, tahu diri, penghargaan, kebahagiaan,
kerendahan
hati.
|
Religius, toleransi, disiplin, kreatif, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, menghargai prestasi, bersahabat, senang
membaca, peduli lingkungan.
|
IPA
|
Peduli kesehatan, nilai intelektual, religius, empati,
mandiri, disiplin, toleransi, berhati-hati, bersahabat, komunikatif, peduli
sosial, tanggung jawab, peduli lingkungan, nilai susila, rasa ingin tahu,
senang membaca, estetika, teliti, menghargai prestasi.
|
Peduli kesehatan, nilai intelektual, religius, empati,
mandiri, disiplin, toleransi, berhati-hati, bersahabat, komunikatif, peduli
sosial, tanggung jawab, peduli lingkungan, nilai susila, rasa ingin tahu,
senang membaca, estetika, teliti, septis, menghargai prestasi, pantang
menyerah, terbuka, jujur, cinta damai, objektif, hemat, percaya diri.
|
2.3.1 Karakteristik Pendidikan IPS di SD
Untuk
membahas karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan. Berikut ini
dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya. Ada
5 macam sumber materi IPS antara lain:
1.
Segala sesuatu atau apa saja yang
ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan
sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
2.
Kegiatan manusia misalnya: mata
pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
3.
Lingkungan geografi dan budaya
meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari
lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
4.
Kehidupan masa lampau, perkembangan
kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai
yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
5.
Anak sebagai sumber materi meliputi
berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga. (Ayu, 2013)
2.3.2 Karakteristik
bahasa Indonesia di SD
Bahasa
memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua
bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal
dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan
gagasan dan perasaan,
berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut,
dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada
dalam dirinya.
Pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, baik secara
lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap
hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Bredekamp
(1987:3) menyatakan bahwa anak berkembang pada semua aspek perkembangannya baik
fisik, emosional, sosial, dan kognitif. Tidak ada jalan lain kecuali guru harus
memiliki tanggungjawab dan perhatian penuh bagi keutuhan perkembangan anak.
Sehubungan
dengan itu Goodman (dalam Darmodjo
1992: 95) menyatakan bahwa :
(1)
belajar bahasa lebih mudah terjadi jika bahasa
itu disajikan secara holistik nyata,
relevan,bermakna, serta fungsional jika bahasa itu disajikan dalam konteks dan
dipilih peserta didik untuk digunakan, (2) belajar bahasa adalah belajar
bagaimana mengungkapkan maksud sesuai dengan konteks lingkungan orang tua,
kerabat, dan kebudayaan terdapat interdependensi antara perkembangan kognitif
dan perkembangan kemampuan bahasa yang meliputi pikiran bergantung kepada
bahasa dan bahasa bergantung kepada pikiran.
Dinyatakan
pula bahwa sesuai dengan teori belajar, perkembangan
kognitif serta perkembangan bahasa pada anak usia lima
sampai dengan delapan tahun atau anak kelas awal SD mempunyai karakteristik
sebagai berikut: (1) kemampuan kognitif dan bahasa anak usia tersebut telah
memadai untuk belajar dalam situasi yang lebih formal, (2) anak-anak seusia itu
masih memandang sesuatu lebih sebagai keseluruhan (3) sesuatu lebih mudah
mereka pahami jika diperoleh melalui interaksi sosial
dengan mengalaminya secara nyata dalam situasi yang
menyenangkan, (4) situasi yang akrab, dilandasi penghargaan, pengertian, dan
kasih sayang, serta lingkungan belajar kondusif dan terencana sangat membantu
proses belajar yang efektif (Akhadiah, 1994: 8-9).
Kenyataan itu menuntut agar guru sebagai
pengelola pembelajaran dapat menyediakan lingkungan belajar yang kondusif dan
pendekatan pembelajaran yang bermuatan keterkaitan atau keterpaduan sehingga
membuat anak secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan
keputusan.
Senada
dengan pendapat (Goodman dalam Darmodjo 1992 : 102) menyatakan bahwa belajar bahasa
akan lebih mudah jika pembelajaran bersifat holistik, realistik, relevan,
bermakna, dan fungsional, serta tidak lepas dari konteks pembicaraan. Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam pengajaran bahasa sebenarnya dilandasi oleh
pandangan bahasa holistik
(whole language) yang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang bulat dan utuh, dan
dalam proses belajar sesuai dengan perkembangan peserta didik. Dalam
proses pembelajaran bahasa holistik guru menjadi model
dalam berbahasa (membaca dan
menulis), serta bertindak sebagai
fasilitator dan memberikan umpan balik yang
positif.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Keempat aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi yang seimbang. Dalam
pelaksanaanya sebaiknya dilaksanakan secara terpadu, misalnya:
•
mendengarkan —— menulis ——
berdiskusi
•
mendengarkan —— bercakap-cakap ——
membaca
•
bercakap-cakap —— menulis —— membaca
•
membaca —— berdiskusi —— memerankan
•
menulis —— melaporkan —— membahas
Pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas-kelas rendah dalam pelaksanaannya
dipadukan atau dikaitkan dengan mata
pelajaran lain seperti IPA, IPS, PKn atau Matematika.
Dari
berbagai pendapat para ahli dan rambu-rambu
pembelajaran Bahasa Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya di kelas-kelas
awal, harus mempertimbangkan asas keterkaitan atau keterpaduan sebagai
pendekatan pembelajaran sesuai dengan perkembangan anak sekolah dasar yang
holistik yaitu pendekatan pembelajaran terpadu. Guru sebagai model dalam
berbahasa (membaca dan menulis) selama proses pembelajaran berlangsung serta
bertindak sebagai fasilitator dan memberikan umpan
balik yang positif. Kualitas hasil pembelajaran Bahasa Indonesia
dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
pendekatan dalam proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Proses
tersebut menyangkut materi ajar yang digunakan, kegiatan guru
dan peserta didik, interaksi peserta didik dengan peserta didik, peserta
didik dengan guru, dan bahan ajar, alat dan lingkungan
belajar serta cara dan alat evaluasi dan
kesesuaian dengan kebutuhan perkembangan peserta didik itu sendiri.
2.3.3 Karakteristik IPA di SD
Setiap
disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri khusus/ karakteristik.
Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta
serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis
serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari
kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono dalam Darmodjo, 1992: 106).
a.
Proses belajar IPA
melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot.
Contoh:
untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan
serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk
mengamati perubahan
ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan
otot untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur
yang
sesuai dengan benda yang diukur dan cara pengukuran yang
benar, agar
diperoleh data pengukuran kuantitatif yang akurat.
b.
Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara
(teknik). Misalnya, observasi,
eksplorasi, dan eksperimentasi.
c.
Belajar IPA memerlukan
berbagai macam alat, terutama untuk membantu pengamatan. Hal ini dilakukan
karena kemampuan alat indera manusia itu
sangat terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu bila data yang kita peroleh
hanya berdasarkan pengamatan dengan indera, akan memberikan hasil yang kurang
obyektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektivitas.
Contoh:
pengamatan untuk mengukur suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu
termometer.
d.
Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu
ilmiah (misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan,
mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya. Kegiatan
tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk memperoleh pengakuan
kebenaran temuan yang benar-benar obyektif.
Contoh:
sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan kebenaran, maka temuan
tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau
bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan
dengan menghadirkan ahlinya.
e.
Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu yang
harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Dalam
belajar
IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh
pengetahuan, menyusun penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan
tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada
pihak lain.
2.3.4 Karakteristik PKn di SD
PKn sebagai mata pelajaran yang
sangat penting bagi siswa memiliki karakteristik yang cukup berbeda dengan
cabang ilmu pendidikan lainnya (Darmodjo,
1992 : 110). Karakteristik PKn ini dapat dilihat
dari objek, lingkup materinya, strategi pembelajaran, sampai pada sasaran akhir
dari pendidikan ini. Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Adapun
karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah :
1.
PKn termasuk dalam
proses ilmu sosial (IPS)
2.
PKn diajarkan sebagai
mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar sampai perguruan
tinggi.
3.
PKn menanamkan banyak
nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela negara, penghargaan terhadap hak azasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab
sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku
anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
4.
PKn memiliki ruang
lingkup meliputi aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa, Norma, hukum dan
peraturan, Hak asasi manusia, Kebutuhan warga negara, Konstitusi Negara,
Kekuasan dan Politik, Pancasila dan Globalisasi
5.
PKn memiliki sasaran
akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai
sarana pembinaan watak bangsa (nation and
character building) dan pemberdayaan warga negara.
6.
PKn merupakan suatu
bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai
wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia.
7.
PKn lebih tepat menggunakan
pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan
kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari
8.
PKn mengenal suatu
model pembelajaran VCT (Value
Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik
belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).
Dari karakteristik yang ada,
terlihat bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang memiliki karakter berbeda
dengan mata pelajaran lain. Walaupun PKn termasuk kajian ilmu sosial namun dari
sasaran / tujuan akhir pembentukan hasil dari pelajaran ini mengharapkan agar
siswa sebagai warga negara memiliki kepribadian yang baik, bisa menjalankan hak
dan kewajibannya dengan penuh kesadaran karena wujud cinta atas tanah air dan
bangsanya sendiri sehingga tujuan NKRI bisa terwujud.
Mata Pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (Nabiyasa,
2013)
2.3.5 Karakteristik matematika di SD
Matematika sekolah dasar adalah matematika yang
telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual
siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan
berpikir bagi para siswa. Ada sedikit perbedaan antara matematika sebagai ilmu
dengan matematika sekolah. Perbedaan itu dalam bentuk penyajian, pola pikir,
keterbatasan semesta, dan tingkat keabstrakan (Sumardyono dalam Jumhana,
2008:
26).
1.
Penyajian
Penyajian matematika tidak harus
diawali dengan teorema atau definisi, tetapi harus disesuaikan dengan taraf
perkembangan berpikir siswa. Apalagi untuk tingkat SD, mereka belum mampu
seluruhnya berpikir deduktif dengan obyek yang abstrak. Pendekatan yang
induktif dan menggunakan obyek yang konkrit merupakan sarana yang tepat untuk
membelajarkan matematika, karena kemampuan berpikir siswa Sekolah Dasar masih
dalam tahap operasional konkrit.
Suatu konsep diangkat melalui manipulasi dan observasi
terhadap obyek konkrit, kemudian dilakukan proses abstraksi dan idealisasi.
Jadi, penggunaan media/alat peraga untuk memahami suatu konsep atau prinsip
sangat penting dilakukan dalam proses pembelajaran matematika di SD.
2. Pola Pikir
Pembelajaran matematika di sekolah dapat menggunakan pola
pikir deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini dapat disesuaikan dengan
topik bahasan dan tingkat intelektual siswa. Sebagai kriteria umum, biasanya
siswa di SD menggunakan pendekatan induktif terlebih dahulu, sebab hal ini
lebih memungkinkan siswa untuk menangkap pengertian yang dimaksud.
3. Semesta Pembicaraan
Sesuai tingkat perkembangan intelektual siswa, matematika
yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga menyesuaikan dalam kekomplekan
semestanya. Semakin meningkat perkembangan intelektual siswa, maka semesta
matematikanya semakin diperluas.
Contoh untuk siswa SD misalnya operasi bilangan bulat pada
kurikulum 2004 di SD dibatasi pada operasi penjumlahan dan pengurangan saja.
Operasi perkalian, pembagian, perpangkatan pada bilangan bulat tidak diberikan
di SD.
4. Tingkat Keabstrakan
Seperti penjelasan sebelumnya, tingkat keabstrakan
matematika juga menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa (Johaeni, 2009
: 112).
Di sekolah dasar (SD), untuk memahami materi pelajaran dimungkinkan untuk
mengkonkretkan obyek-obyek matematika. Akan tetapi, hal ini berbeda untuk
jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat
keabstrakannya semakin tinggi pula.
Contoh untuk tingkat SD yaitu saat pembelajaran fakta
mengenai bilangan di SD. Siswa tidak langsung diperkenalkan dengan simbol “1”,
“2”, “3”, “4”, ... beserta urutannya, tetapi dimulai dengan menggunakan
benda-benda yang konkret dan menyuguhkan sifat urutan/relasi sebagai sifat
“lebih banyak” atau “kurang banyak”.
Selain karakteristik matematika di SD tersebut, kita juga
perlu mengetahui tujuan pembelajaran matematika yang tercantum pada Standar Isi
SD/MI Kurikulum 2006. Tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a.
Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b.
Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.
Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.
Mengkomunkasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e.
Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah
Adapun ruang lingkup materi atau bahan kajian matematika di
SD/MI mencakup aspek-aspek berikut.
a.
Bilangan
b. Geometri dan pengukuran
c.
Pengolahan data
Pembelajaran
matematika diharapkan dapat berperan dalam menyiapkan,
meningkatkan
dan membekali individu dan masyarakat di era yang penuh
perubahan.
Matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Dengan
demikian, pendidikan matematika mampu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas yang ditandai memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi.
2.4
Rancangan
perencanaan pembelajaran berdasarkan karakteristik siswa di SD
Berdasarkan PP
19 Tahun 2005 Pasal 20 dalam Johaeni 2009 : 150) dinyatakan
bahwa:
”Perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar”.
Setiap
guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasiaktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi bagi siswa untuk mengembangkan prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Dalam
rangka pelaksanaan kurikulum tahun 2013, guru harus menyusun RPP dengan
menyesuaikan berberapa komponen dengan dokumen kurikulum
tersebut. Selain itu didalam rencana
pelaksanaan pembelajarannya harus menerapkan pendekatan scientific dan penilaian autentik.
2.4.1 Penyusunan
RPP berdasarkan standar proses
Sesuai dengan amanat Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu
standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. (Ayu, 2013).
Berdasarkan
permendiknas nomor 41 Tahun 2007, Standar proses meliputi perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang memuat identitas mata pelajaran, kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD), indikator
pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber
belajar.
A.
Silabus
Silabus
sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema
pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus
dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan
oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/ madrasah
atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau
Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun
di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung
jawab di
bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani jurusan
pemerintahan di bidang agama untuk Ml, MTs, MA, dan MAK.
B.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RPP
dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam
upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
RPP
disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau
lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan
dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen
RPP adalah :
1.
Identitas mata pelajaran
Identitas
mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program
keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2.
Standar kompetensi
Standar
kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan
dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3.
Kompetensi dasar
Kompetensi
dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu
pelajaran.
4.
Indikator pencapaian kompetensi
Indikator
kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk
menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian
mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan
kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5.
Tujuan pembelajaran
Tujuan
pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai
oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6.
Materi ajar
Materi
ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis
dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7.
Alokasi waktu
Alokasi
waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
8.
Metode pembelajaran
Metode
pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat
indikator yang telah ditetapkan (Ayu, 2013) . Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi
dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan
kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran
tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
9.
Kegiatan pembelajaran
a.
Pendahuluan
Pendahuluan
merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran
yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik
untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b.
Inti
Kegiatan
inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan
secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi.
c.
Penutup
Penutup
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang
dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi,
umpan balik, dan tindak lanjut.
10.
Penilaian hasil belajar
Prosedur
dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator
pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
11.
Sumber belajar
Penentuan
sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta
materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Standar
proses memuat rambu-rambu tentang prinsip-prinsip pengembangan RPP. Dengan
berlakunya kurikulum 2013, maka rambu-rambu tersebut perlu disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pada kurikulum 2013, istilah
standar kompetensi tidak dikenal lagi. Namun muncul istilah kompetensi inti (Ayu, 2013). Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar
Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik
yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau
jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi
Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard
skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur
pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur
pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal
dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi
Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu
terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari
peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten
Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata
pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama
sehingga terjadi proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam
empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
(Kompetensi Inti 1), sikap sosial (Kompetensi Inti 2), pengetahuan (Kompetensi
Inti 3), dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4). Keempat kelompok itu
menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa
pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap
keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching)
yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (Kompetensi Inti 3)
dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4). (data Kompetensi Inti di SD
tercantum dalam lampiran)
2.4.2 Prinsip-prinsip penyusunan RPP
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta
didik
RPP
disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual,
minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar,
kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai,
dan/atau lingkungan peserta didik.
2.
Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses
pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong
motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar (Saputra, 2013).
3.
Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses
pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam
bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
4.
Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP
memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan,
dan remedi.
5.
Keterkaitan dan keterpaduan
RPP
disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,
keterpaduan
lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
6.
Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP
disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi
secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi
dan kondisi.
2.4.3 Langkah-langkah Penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Langkah-langkah
minimal dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dimulai
dari mencantumkan Identitas RPP,
Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi, Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran,
Metode Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Sumber Belajar, dan
Penilaian. Setiap komponen mempunyai
arah pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan (Saputra, 2013).
A. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti SD adalah sebagai berikut:
KOMPETENSI INTI
KELAS I
|
KOMPETENSI INTI
KELAS II
|
KOMPETENSI INTI
KELAS III
|
1. Menerima dan
menjalankan ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menerima dan
menjalankan ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menerima dan
menjalankan ajaran agama yang dianutnya
|
2. Memiliki
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru
|
2. Menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru
|
2. Menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tatangganya
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan
dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan
dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan
dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah
|
4. Menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang
estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia
|
4. Menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang
estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia
|
4. Menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam
karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia
|
KOMPETENSI INTI
KELAS IV
|
KOMPETENSI INTI
KELAS V
|
KOMPETENSI INTI
KELAS VI
|
1. Menerima,
menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menerima,
menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menerima,
menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya
|
2. Menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya
|
2. Menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta
tanah air
|
2. Menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta
tanah air
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
|
4. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu
tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
|
4. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
|
4. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
|
B. Kompetensi Dasar
Kompetensi
Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi
yang terdiri atas sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber pada
kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik.
Kompetensi
tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik,
kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran (Diknas dalam Ayu, 2013).
Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat
terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat
berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran
dapat dijadikan organisasi konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu
atau non disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial,
progresifisme atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum
adalah eklektik seperti dikemukakan di bagian landasan filosofi maka nama mata
pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak
perlu terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme.
Kompetensi
Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar SD/MI untuk setiap mata
pelajaran mencakup mata pelajaran: Pendidikan Agama dan Budi Pekerti,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Prakarya, dan
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Pada standar
proses kegiatan pembelajaran terdiri
dari langkah-langkah yang memuat unsur
kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
a.
Pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan diharapkan terdapat kegiatan
1.
Orientasi: memusatkan perhatian peserta
didik pada materi yang akan dibelajarkan, dengan cara menunjukkan benda yang
menarik, memberikan illustrasi, membaca berita di surat kabar, menampilkan
slide animasi, fenomena alam, fenomena sosial, atau lainnya.
2.
Apersepsi: memberikan
persepsi awal kepada peserta didik tentang materi yang akan diajarkan.
3.
Motivasi: Guru memberikan
gambaran manfaat mempelajari gempa bumi, bidang-bidang pekerjaan berkaitan
dengan gempa bumi, dan sebagainya.
4.
Pemberian Acuan: biasanya
berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari.Acuan dapat berupa penjelasan
materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.
5.
Pembagian kelompok belajar
dan penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar (sesuai dengan
rencana langkah-langkah pembelajaran).
b.
Kegiatan
Inti
Pelaksanaan
kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, namun tetap efektif.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada RPP kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi
sebaiknya dirancang dengan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan materi dan
metode yang digunakan (Saputra, 2013).
c.
Kegiatan
Penutup
Pada kegiatan penutup di RPP dicantumkan dengan cara apa guru mengarahkan peserta
didik untuk membuat rangkuman/simpulan. Pemberian tes atau tugas, dan memberikan
arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar kelas, di
rumah atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan.
Langkah-langkah
pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk rangkaian kegiatan, yang sesuai
dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan urutan
sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan.
Pengembangan
Kurikulum memiliki tema seperti pada gambar dibawah ini. Maka pada langkah
pembelajaran di RPP pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan harus
tampak.
Pembelajaran
pada Kurikulum 2013 disarankan berbasis pendekatan scientific dengan memperhatikan karakter mata pelajaran dan
karakteristik siswa. Sikap tidak hanya
diajarkan secara verbal, tetapi melalui pemberitahuan, contoh ,modeling, atau
keteladanan, dan pembiasaan. Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi
juga di lingkungan sekolah dan
masyarakat. Dan harus diingat bahwa guru bukan lagi menjadi satu-satunya sumber
belajar.
Pembelajaran di
SD dikemas dalam suatu tema sehingga pembelajaran ini disebut Pembelajaran Tematik. Pemilihan
sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang
dikembangkan. Sumber belajar mencakup
sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan.
Sumber belajar
dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar
apa yang digunakan. Misalnya, sumber
belajar dalam silabus dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan
bahan ajar yang sebenarnya.
Penilaian
hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang
dimiliki setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan
tersebut harus segera diikuti dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam
aspek hasil belajar yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
Penilaian pada kurikulum sebelumnya menekankan pada aspek
kognitif dan test menjadi kegiatan penilaian yang dominan. Pada kurikulum 2013
penilaian menekankan pada aspek kognitif, sikap dan psikomotor
secara proporsional. Penilaian tes dan portofolio saling melengkapi (
Mendikbud dalam Saputra, 2013).
Pada kurikulum 2013 penilaian dijabarkan atas teknik
penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai. Beberapa hal mengenai
penilaian pada kurikulum 2013 adalah sebagai berikut.
1.
Penilaian berbasis kompetensi.
2.
Pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi
pengetahuan berdasarkan
hasil saja), menuju penilaian autentik(mengukur kompetensi sikap, keterampilan,
dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil).
3.
Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian
hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal
(maksimal).
4.
Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga
kompetensi inti dan SKL.
5.
Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa
sebagai instrumen utama penilaian. Pelaksanaan penilaian dengan pemanfaatan portofolio
merupakan salah satu penilaian autentik.
Kurikulum 2013 menekankan penerapan
pendekatan ilmiah atau scientific
approach pada proses pembelajaran.
Pendekatan ilmiah (scientific
approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua
mata pelajaran. (Saputra, 2013). Menurut
McCollum (2009) dalam Saputra, 2013 dijelaskan bahwa komponen-komponen
penting dalam mengajar menggunakan pendekatan
scientific diantaranya adalah guru harus menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan
keterampilan mengamati (Encourage
observation), melakukan analisis ( Push
for analysis) dan berkomunikasi (Require
communication)
1.
Meningkatkan Rasa Keingintahuan
Semua
pengetahuan dan pemahaman dimulai dari rasa ingin tahu dari peserta didik
tentang ’siapa, apa, dan dimana‘atau “’who,
what and where” dari apa yang ada di sekitar peserta didik. Pada kurikulum 2013, peserta didik dilatih
rasa keingintahuannya sampai ’mengapa dan bagaimana ‘“why‘and ‘How‘
Pada pembelajaran rasa keingintahuan
ini dapat difasilitasi dalam kegiatan tanya jawab baik mulai dari kegiatan pendahuluan kegiatan
inti dan penutup. Selain tanya jawab, dapat juga dengan melalui memberikan
suatu masalah, fakta-fakta atau kejadian alam yang ada di sekitar
peserta didik.
2. Mengamati
Pembiasaan kegiatan mengamati sangat bermanfaat bagi
pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik dapat menemukan
fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran
yang disajikan oleh guru (Saputra, 2013). Mengamati
merupakan kegiatan mengidentifikasi ciri-ciri objek tertentu dengan alat
inderanya secara teliti, menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari hasil
pengamatan, menggunakan alat atau bahan sebagai alat untuk mengamati objek
dalam rangka pengumpulan data atau informasi.
Pengamatan yang dilakukan hanya menggunakan indera
disebut pengamatan kualitatif, sedangkan pengamatan yang dilakukan
dengan menggunakan alat ukur disebut pengamatan kuantitatif. Untuk meningkatkan
keterampilan mengamati, maka didalam RPP sebaiknya dimunculkan kegiatan yang
memungkinkan siswa untukm
engunakan
berbagai pancaindranya untuk mencatat hasil pengamatan.
3. Menganalisis
Menganalisis dapat berupa data kuantitatif dan kualitatif.
Peserta didik perlu dilatih dan dibiasakan melakukan analisas data yang sesuai
dengan tingkat kemampuannya. Misalnya data pengamatan yang diperoleh sendiri. Berikan kesempatan kepada peserta untuk meninjau kembali hasil pengamatan dan
mereka dilatih membuat pola-pola atau grafik
dari data yang diperolehnya. Latih
peserta untuk melakukan klasifikasi, menghubungkan dan menghitung.
4. Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan member
kesempatan untuk mengkomunikasikan yang peserta didik telah pelajari (Saputra,
2013).
2.4.4
Penerapan Penilaian Autentik di dalam
RPP
Penilaian Autentik merupakan usaha untuk mengukur atau memberikan penghargaan atas kemampuan seseorang
yang benar-benar menggambarkan apa yang dikuasairya.
Penilaian ini dilakukan dengan berbagai cara seperti tes tertulis, kolokium,portofolio, unjuk kerja, unjuk tindak (berdikusi, berargumentasi, dan lain-lain), observasi dan lain-lain (Permendiknas nomor 4 tahun
2007).
Penilaian autentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para
siswanya diminta untuk menampilkan
tugas pada situasi yang
sesungguhnya yang
mendemonstrasikan penerapan
keterampilan dan pengetahuan esensial yang
bermakna.
Pendapat ini dikemukakan
oleh Richard J. Stiggins (1987)
dalam Saputra, 2013,
menekankan
keterampilandan kompetensi spesifik, untuk
menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai
Secara konseptual asesmen autentik lebih
bermakna secara signifikan dibandingkan
dengan tes tulis pilihan ganda
terstandar sekalipun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk mengetahui hasil
dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan
dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai
prestasi luar sekolah (Saputra,2013)
Asesmen autentik menjadi salah satu tuntutan
Kurikulum 2013. Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar
peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun
jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan
kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen
autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran,
khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain dari asesmen autentik adalah
penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek. Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat
populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri
khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan
minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan dalam
bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan
orientasi utamanya pada proses atauhasil pembelajaran.
Asesmen autentik sering dikontradiksikan
dengan penilaian yang menggunkan standar tes berbasis norma, pilihan
ganda, benar–salah, menjodohkan, atau
membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diartikan
dalam proses pembelajaran, karena memang lazim digunakan dan memperoleh
legitimasi secara akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri,
Sekolompok guru, atau guru bekerja sama dengan
peserta didik. Dalam asesmen autentik, seringkali pelibatan siswa sangat
penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik
ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
Berdasarkan
uraian tersebut di dalam RPP khususnya pada penilaian, bentuk penilaiannya
diarahkan kepada penilaian autentik.
Sedangkan untuk soal pilihan ganda dan uraian, guru diharapkan merancang soal dengan
memperhatikan konsep Higher Order
Thinking (HOT), untuk penilaian sikap dibuat skala penilaian sikap,
penilaian kinerja dapat dilaksanakan langsung pada saat pembelajaran misalnya saat siswa melakukan praktikum atau
praktek lapangan. Guru diharapkan merancang rubrik penilaiannya. Untuk penilaian tugas-tugas yang akan
dijadikan portofolio siswa, guru harus
membuat rubrik penilaannya (Ayu, 2013).
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perencanaan
adalah suatu cara untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai
dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang
terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Jumhana, 2008:28). Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan
sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran,
penggunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi
waktu yang akan dilaksanakan pada saat tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992)
anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami pertumbuhan baik
pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan jasmani, di mana kecepatan pertumbuhan anak
pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi
tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang
menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun
mereka dalam usia yang sama. Banyak strategi
belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar di kelas rendah Sekolah
Dasar, di antaranya adalah ceramah, tanya jawab, latihan atau drill, belajar kelompok, observasi atau
pengamatan. Penggunaan atau pemilihan strategi belajar harus mempertimbangkan
variabel-variabel yang terlibat dalam suatu proses belajar mengajar. Pengembangan sikap
ilmiah pada siswa kelas tinggi di Sekolah Dasar dapat dilakukan dengan cara
menciptakan pembelajaran yang memungkinkan siswa berani beragumentasi dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa supaya memiliki rasa ingin
mengetahui, memiliki sikap jujur terhadap dirinya dan orang lain.
36
|
3.2 Saran
Setiap
guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
dan silabus secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasiaktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi bagi siswa untuk mengembangkan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.
Akan tetapi tetap berpedoman kepada kurikulum yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah dan dengan mengacu pada aturan-aturan yang telah ditetapkan.
DAFTAR
RUJUKAN
Anitah, Sri W, dkk.
2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta. Universitas Terbuka.
Ayu. 2013. Konsep Pendidikan IPS dan Karakteristik, (Online), (http://ayoe29.blogspot.com/2013/03/konsep-pendidikan-ips-dan-karakteristik.html) diakses tanggal 11 Oktober 2013
Burdon, P.R. & Byrd, D.M. 1999. Methods for Effective Teaching. Boston:
Allyn & Bocan.
Darmodjo.
1992. Karakteristik Peserta Didik di
Sekolah Dasar. Bandung : UPI PRESS
Dede, Tpar.. IPA Unit 1, (Online), (http://tpardede.wikispaces.com/file/view/ipa_unit_1.pdf) diakses tanggal 10 Oktober 2013.
Direktori UPI.. Pendidikan IPA di SD,
(Online), (http://file.upi.edu/Direktori/DUAL MODES/PENDIDIKAN_IPA_DI_SD/BBM_5.pdf) diakses tanggal 11 Oktober 2013.
Djoehaeni H. 2009. Hakikat Perencanaan Pembelajaran, Slide Presentasi
Hernawan,
H A dkk. (2007). Belajar dan Pembelajaran.
Bandung : UPI PRESS
Jumhana,
Nana & Sukirman. (2008). Perencanaan
Pembelajaran. Bandung:
UPI PRESS.
Nabiyasa,
Bagawana. 2013. Pembelajaran Pkn di SD.
(Online),
(http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/16/pembelajaran-pkn-di-sd/) diakses tanggal 10 Oktober 2013.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005.
Permendiknas Nomor 4 tahun 2007.
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar proses.
Priatna, Nanang.____. Karakteristik Matematika,(Online), (http://file.
upi. Edu
/ Direktori
/ FPMIPA
/ JUR
.PEND.MATEMATIKA/196303311988031-
NANANG_PRIATNA/Karakteristik
Matematika. pdf) diakses tanggal 11 Oktober 2013.
Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
[1] Bahan Ajar Perencanaan Pembelajaran.
[1] Bahan Ajar Perencanaan Pembelajaran.
Saputra, Adi. 2013. Cara Penyusunan RPP Kurikulum 2013, (Online), (http://adisaputrabtm.blogspot.com/2013/07/cara-penyusunan-rpp-kurikulum-2013_9.html?m=1)
diakses tanggal 11 Oktober 2013.
Sudrajat,
Akhmad. 2009. Standar Proses Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007, (Online), (http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/standar-proses-_permen-41-2007_.pdf) diakses
tanggal 11 Oktober 2013.
Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika
dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional,
William
H. Newman. 1990. Administrative Action
Techniques of Organization and Management.
Terima kasih atas semua pemaparannya yang begitu jelas, semoga bermanfaat!
ReplyDelete