Sunday, November 1, 2015

MODEL PEMBELAJARAN



 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan tersebut, dewasa ini diserukan pendidikan karakter. Salah satu jalan penanaman pendidikan karakter tersebut adalah melalui manajemen sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan pengitegrasian kedalam mata pelajaran (Harsiati, 2012: 9).

1
 
Sekolah Dasar menduduki posisi sebagai pendidikan dasar yang melandasi jenjang pendidikan selanjutnya (UU no. 20, th 2003, pasal 17 ayat 1). Ini berarti kualitas output SD sangat menentukan kualitas input bagi pendidikan selanjutnya, yang ujung tombak pemrosesan kualitas tersebut adalah proses pembelajaran. Pembaharuan pembelajaran, termasuk di SD, diarahkan pada proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis (UU no. 20, th 2003, penjelasan umum). Hal itu dipertegas lagi dalam standar nasional pendidikan yaitu proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk aktif berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (PP RI no 19, th 2005, pasal 19). Pembaharuan tersebut terkait dengan perubahan global sejak abad 21 yang oleh Jacobs (dalam Atmoko, 2012: 31) merupakan abad global yang menuntut tujuan pembelajaran dan perubahan kurikulum, sehingga diperlukan pendidikan dasar yang baik baik kepentingan anak didik untuk menghadapi masa depan yang berimplikasi pada pelaksanaan pembelajaran bukan sekedar proses menyampaikan ilmu, melainkan juga mengenal dan mengarahkan watak anak agar bisa mandiri.
Kenyataannya, sebagian besar proses belajar mengajar di SD saat ini masih bersifat mengulang, banyak tugas yang diberikan guru yang membebani siswa, dan lebih bersifat ritual atau bahkan formalitas. Oleh sebab itu, penguasaan materi siswa pada umumnya rendah karena tidak dilakukan penanaman melainkan transfer belajar. Beberapa penyebab rendahnya penguasaan itu dapat berasal dari faktor pembelajaran guru, sifat bahan belajar yang menuntut aktivitas kognitif yang bukan sekedar mekanistik, dan karakter serta kondisi kepribadian siswa. Faktor yang dapat dimanipulasi sehingga diharapkan dapat membantu pengembangan performansi siswa dalam menyerap materi yang diajarkan dan dapat dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari adalah metode guru (Tumardi, 2012: 42). Pengalaman yang dilakukan siswa dalam pembelajarannya dapat lebih bermakna bagi dirinya, apabila siswa dilibatkan dalam menemukan berbagai konsep. Banyak guru yang mengeluh karena anak didiknya mendapat kesulitan dalam belajar materi tertentu atau dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi tersebut. Karena itu diperlukan model pembelajaran yang tepat agar anak dapat belajar secara nyata (Ambarita, 2012: 52).
Untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berprestasi tinggi maka siswa harus memiliki prestasi yang baik. Prestasi atau hasil belajar merupakan tolak ukur maksimal yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses belajar selama waktu yang telah ditentukan bersama. Dalam suatu lembaga pendidikan, prestasi belajar merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar. Tinggi rendahnya prestasi siswa banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, disamping proses pengajaran itu sendiri. Bagaimanapun dewasa ini masih banyak keluhan terdengar terhadap kualitas pendidikan yang masih rendah dibandingkan dengan negara lain. Tantangan besar itu tentunya harus dijawab melalui usaha terus-menerus meningkatkan prestasi pendidikan. Upaya itu dapat dilakukan di sekolah dengan berbagai terobosan, inovasi pendidikan. (Miaz, 2012: 66).
Hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru adalah menggunakan model dan metode yang tepat  sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian keberhasilan, dan tujuan pembelajaran yang dipersaratkan oleh setiap materi yang akan diajarkan. Selain itu, setiap guru juga memperhatikan keefektifan pembelajaran. Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (Sadiman dalam Trianto, 2009: 20).

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.    Apakah pengertian model pembelajaran?
2.    Bagaimana penggolongan rumpun model pembelajaran menurut Bruice Joyce dan Marsha Weil?
3.    Apa sajakah jenis-jenis model pembelajaran?
4.    Apakah pengertian dari metode pembelajaran?
5.    Apa sajakah jenis-jenis metode pembelajaran?

C.  Tujuan Penulisan
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.    Menjelaskan pengertian model pembelajaran.
2.    Menjelaskan tentang penggolongan rumpun model pembelajaran menurut Bruice Joyce dan Marsha Weil.
3.    Menjelaskan jenis-jenis model pembelajaran.
4.    Menjelaskan pengertian dari metode pembelajaran.
5.    Menjelaskan jenis-jenis metode pembelajaran.










 
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Model Pembelajaran
Istilah model diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya, seperti globe adalah model dari bumi tempat kita hidup. Model dimaknakan sebagai suatu obyek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif (Meyer, W.J dalam Trianto, 2009: 21). Sebagai contoh, model pesawat terbang, yang terbuat dari kayu, plastik, dan lem adalah model nyata dari pesawat terbang. Contoh lain adalah ide politik, opini publik diibaratkan sebagai sebuah pendulum (bandul yg bergantung pd seutas tali (rantai dan sebagainya) atau gantungan yg relatif panjang) sebab ia berubah-ubah tiap periodiknya dari kiri ke kanan begitu terus berkelanjutan. Secara terminologi dapat dikatakan bahwa pendulum adalah model untuk opini publik. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa, (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang dimungkinkan atau imajiner, dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.

4
 
Pengertian klasik tentang pembelajaran adalah merancang dan menciptakan lingkungan-lingkungan (Joyce, 1986: 29). Suatu model pembelajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model diterapkan. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Sehingga model pembelajaran dapat dipahami sebagai sesuatu yang tidak terjadi secara kebetulan, melainkan didesain sedemikian rupa agar pelaksanaan proses pembelajaran terstruktur, sistematis, dan mampu meningkatkan partisipasi aktif peserta didik sesuai dengan situasi dan kebutuhan, serta tujuan tertentu. Sebagai desain pelaksanaan proses pembelajaran, model pembelajaran meskenariokan strategi dan metode pembelajaran sesuai pendekatan yang digunakan. Penggunaan strategi, media dan pendekatan yang digunakan untuk pembelajaran akan memberi label dari model pembelajaran tersebut (http://sertifikasiguru.unm.ac.id/Model%20Pembelajaran/34.%20Model%20Pembelajaran%20IPS.pdf).
Berkenaan dengan model pembelajaran ini, masing-masing ahli ada perbedaan pendapat, berbeda penekanannya, maka model pembelajarannya juga mengalami perbedaan. Walaupun nampak juga persamaan-persamaan dalam model mereka. Beberapa model yang ditawarkan oleh para ahli, misalnya model desain sistem instruksional dari Banathy yang mengandung enam unsur yaitu: 1) perumusan tujuan, 2) mengembangkan tes, 3) menganalisis kegiatan belajar mengajar, 4) menyusun pola system, 5) melasksanakan test output, dan 6) merubah untuk memperbaiki.
Model desain pembelajaran dari vermon S. Gerlach, Donal F. Ely yang mengandung sepuluh unsur, yaitu: 1) pengkhususan tujuan pengajaran, 2) menyeleksi isi pelajaran, 3) mengakses kemampuan dasar murid, 4) strategi yang akan dilaksanakan, 5) mengorganisasikan murid ke dalam kelompok-kelompok, 6) alokasi waktu, 7) alokasi unit tempat-tempat belajar, 8) menyeleksi sumber-sumber belajar yang tepat, 9) mengevaluasi penampilan guru dan siswa dan , 10) suatu analisis bahan umpan balik oleh guru dan murid.
Arends (1997:7) menyatakan, “ The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system”. Instilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistempengelolaannya.
Jadi, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pendidik dalam merencanakan aktivitas belajar-mengajar.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, teknik atau prosedur. Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran bila dilihat dari proses pengajaran atau materi pengajaran itu dikelola. Contoh pendekatan CBSA, kontekstual, induktif, deduktif, spiral, pemecahan masalah, matematika realistik. Strategi pembelajaran adalah cara guru memotivasi siswa agar berpartisipasi, mengelola kelas sehingga pembelajaran berjalan sebagaimana mestinya, dan mengatur materi kurikulum. Metode mengajar adalah cara mengajar atau menyampaikan (memberikan) materi pelajaran kepada siswa yang kita ajar. Contoh metode: ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan dan lain-lain. Teknik dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Sedangkan Model pengajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Pola urutan dari macam-macam model pengajaran memiliki komponen yang sama. (http://nunuksuryani.staff.fkip.uns.ac.id/files/2013/03/strategi-model-metode.pdf)
Sebagai ilustrasi, saat ini banyak remaja putri menggunakan model celana Jablai yang terinspirasi dari lagu dangdut dan film Jablai. Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana model lain meskipun dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya. Kembali ke pembelajaran, guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Gambar 2.1 Hubungan Model, Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran

Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran.
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut ialah:
1.    Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2.    Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).
3.    Tingkah laku mengajar yang diperlakukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
4.    Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000: 9).
Berbicara lebih jauh tentang model pembelajaran ini, Marsha Weil dan Bruce Joyce (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 132) mengemukakan beberapa key ideas yang perlu kita pahami sebagai komponen suatu model pembelajaran :
1.    Sintaks (Syntax) daripada model, yaitu langkah-langkah, fase-fase, atau urutan kegiatan pembelajaran. Jadi sintaks itu adalah deskripsi model dalam action. Setiap model mempunyai sintaks atau struktur model yang berbeda-beda. Sebagai contoh dapat kita bandingkan sintaks 2 (dua) model yang berbeda sebagai berikut:
Model
Fase I
Fase II
Fase III
A
Penyajian Konsep
Penyajian data
Menghubungkan data dengan konsep-konsep
B
Penyajian Data
Mengadakan Kategorisasi oleh Pendidik
Identifikasi konsep
Tabel 2.1 Model Sintaks
Dengan perbandingan fase-fase kegiatan dari pada model-model tersebut maka dapat diidentifikasi perbedaan-perbedaan operasional di antara berbagai model sehingga jelas pula peranan apa yang harus dilakukan pembelajar agar model dapat berfungsi.
2.    Prinsip Reaksi (Principle of Reaction)
Prinsip Reaksi yaitu reaksi pembelajar atas aktivitas-aktivitas pebelajar. Dalam contoh model B di atas mungkin selama fase II (dua) pembelajar memberi contoh cara menyusun konsep, dan memberanikan pebelajar membandingkan konsep-konsep mereka. Tetapi dalam beberapa model mungkin pembelajar terlibat langsung bersama pebelajar menyeleksi konsep-konsep itu serta membantu mereka dalam kegiatan-kegiatannya. Jadi prinsip reaksi itu akan membantu memilih reaksi-reaksi apa yang efektif dilakukan pebelajar. (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 133)
3.    Sistem-Sosial (social system)
Sistem sosial ini mencakup, 3 (tiga) pengertian utama yaitu deskripsi rnacam-macam peranan peserta didik dan pendidik, deskripsi hubungan hirarkis/ otoritas peserta didik dan pendidik, deskripsi macam-macam kaidah untuk mendorong pendidik. Sistem sosial sebagai unsur model agaknya kurang berstruktur dibandingkan dengan unsur sintaks. (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 133)
4.    Sistem Pendukung (Support System)
Sistem pendukung ini sesungguhnya merupakan kondisi yang dibutuhkan oleh suatu model. Jadi, bukanlah model itu sendiri. Sistem pendukungnya bertolak dari pertanyaan-pertanyaan dukungan apa yang dibutuhkan oleh suatu model agar tercipta lingkungan khusus. Dalam hubungan ini, sistem pendukung itu berupa kemampuan/keterampilan dan fasilitas-fasilitas teknis. Sistem pendukung diturunkan dari dua sumber yaitu kekhususan-kekhususan peranan pembelajar dan tuntutan pebelajar. (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 133)
Dalam proses pembelajaran umumnya membutuhkan transkrip atau deskripsi peristiwa pembelajaran bagi pengguna model-model tertentu. Di samping itu dibutuhkan pula analisis kesulitan pelajaran dan analisis kesulitan-kesulitan khusus penggunaan model. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa setiap model mempunyai kegunaan utama di samping kegunaan-kegunaan lainnya yang dapat diterima. Dalam hal ini beberapa model didesain untuk tujuan-tuijuan yang amat spesifik dan beberapa lainnya dapat dipergunakan secara umum.
Penggunaan model manapun harus dapat memberi efek belajar bagi pebelajar. Efek belajar ini dapat berupa direct atau instructional effects atau berupa indirect atau nurturant effect. Instructional effects adalah pencapaian tujuan sebagai akibat kegiatan-kegiatan instruksional. Biasanya beberapa pengetahuan/ketrampilan. Sedangkan nurturant effect adalah efek-efek pengiring yang ditimbulkan model karena pebelajar menghidupi (living in) sistem lingkungan belajar, misalnya kemampuan berpikir kreatif sikap terbuka dan sebagainya. Seorang pembelajar memiliki model atau strategi pembelajaran karena ingin mencapai instructional effects dan nurturant effects. Hal ini dapat kita lukiskan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 2.2. Instructs dan Nurtures

Bila kita punya pilihan model/strategi lebih dari satu untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka kita akan memilih satu di antaranya yaitu model atau yang nurturant effectsnya dapat memperkuat (reinforce) bagi instructional effects (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 134). Berikut ini sebagai ilustrasi dapat kita lihat ke dalam diagram sebagai berikut :
Dari lukisan di atas bila kita beranggapan model-model tersebut mempunyai efisiensi yang sama, maka mungkin kita akan memilih Model I karena instructional effects dan nurturant effectsnya memperkuat satu sama lain disamping tak ada efek sampingan yang tak kita inginkan. Boleh jadi dalam memilih suatu model kita mendasarkan atas nurturant effects yang akan dicapai. Dalam hal ini suatu gerakan di bidang pengajaran yaitu "Progressive Movement" menekankan perlunya mengajarkan academic subject melalui proses demokratis, karena cara demikian akan menghasilkan tingkah laku dan warga negara yang demokratis serta perolehan pengetahuan/ketrampilan demokratis (instrucsional effects). Situasi pengajaran yang dimaksud dapat dilukiskan ke dalam diagram sebagai berikut :
Gambar 2.3. Proses pengajaran dengan sistem demokrasi
B.  Penggolongan Rumpun Model Pembelajaran
Berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai model pembelajaran yang secara khusus telah dikembangkan dan di tes oleh para pakar dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, Joyce dan Weil mengintrodusir sejumlah model pembelajaran. Setiap model pembelajaran tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dari model pembelajaran yang lain. Berdasarkan karakteristik dari setiap model pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil (1986: 31) mengklasifikasi model-model pembelajaran kedalam empat rumpun model, yaitu :
1.    Kelompok Model Pembelajaran Memproses Informasi (The Information-Processing Family)
Model pemrosesan informasi menekankan pada cara-cara meningkatkan dorongan alamiah manusia untuk membentuk makna tentang dunia (sense of the world) dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-masalah dan menghasilkan solusi-solusi yang tepat serta mengembangkankonsep dan bahasa untuk mentransfer solusi/ data tersebut (Joyce dan Weil, 1986: 31). Beberapa model dalam kelompok ini menyediakan informasi dan konsep pada para pembelajar, beberapa lagi menekankan susunan konsep dan pengujian hipotesis dan beberapa yang lain merancang cara berpikir kreatif serta hanya sedikit yang merancang untuk meningkatkan kemampuan intelektual pada umumnya.
Yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain :
a.    Berpikir Induktif (Induktive Thinking)
Kemampuan dalam menganalisis informasi dan membuat konsep berpikir induktif (inductive thinking) pada umumnya dianggap sebagai keterampilan berpikir yang fundamental. Model yang dihadirkan disini merupakan kajian dari Hilda Taba (1966) sebagaimana peneliti lain yang telah mengkaji bagaimana mengajari siswa dalam mencari dan mengolah informasi, membuat dan menguji hipotesis yang menggambarkan hubungan antardata (Joyce dan Weil, 1986: 31). 
Model ini memaparkan cara belajar peserta didik untuk mendapatkan dan mengolah informasi, serta menciptakan dan menguji hipotesis yang mendeskripsikan hubungan di antara serangkaian data. Model ini dapat digunakan untuk berbagai kurikulum secara luas, misalnya studi tentang masyarakat, bangsa, dan sejarah yang memerlukan belajar konsep. Pengorganisasian informasi sangat penting dalam kurikulum, yang mengajarkan berpikir induktif dan merupakan model yang sangat penting untuk belajar dan mengajarkan berbagai bidang sosial (Anitah, 2009: 3.18).
Seperti yang dikutip dari Lestari (2013: 115-116), langkah mengajar sesuai model berpikir induktif pada mata pelajaran IPA kelas V Sekolah Dasar. Dengan pokok bahasan Makhluk Hidup (Ciri-ciri makhluk hidup dan Penggolongan makhluk hidup).
Urutan Langkah Mengajar

No.
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.
Mengumumkan bahasan “maakhluk hidup” seminggu sebelumnya. Meminta siswa membawa biji-bijian, menyiapkan tumbuhan dan hewan yang akan dipelajari.
Menyaiapkan biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan hewan yang akan dipelajari.
2.
Membuka pelajaran dengan meminta siswa menceritakan pengalamannya dengan tumbuhan-tumbuhan, hewan dan menusia. Guru memberikan komentar seperlunya dan menarik perhatian siswa pada bahasan.
Beberapa siswa mengemukakan pengalaman dengan makhluk hidup.
3.
Membagi lembaran kerja dan membagi tugas individu dan kelompok. Mengumumkan jadwal belajar di kelas, tempat tumbuhan dan hewan.
Menerima lembar kerja dan belajar secara individual atau kelompok.
4.
Meminta siswa untuk mengamati, mengukur, mencatat, mengenali biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan hewan sejak awal pelajaran, selama pelajaran dan akhir pelajaran.
Mengamati, mengukur, memperlakukan, mencatat secara cermat sejak awal samapai akhir pelajaran (8 x 2 jam/minggu belajar)
5.
Meminta siswa untuk mengumpulkan fakta, membandingkan, mengenali ciri-ciri, menggolongkan data tentang biji-bijian, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Mengumpulkan fakta, mengenali persamaa, perbedaan, membandingkan dan menggolongkan data.
6.
Meminta siswa untuk menarik kesimpulan tentang ciri-ciri biji-bijian, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Menarik kesimpulan tentang ciri-ciri bijian, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
7.
Meminta siswa untuk menarik kesimpulan umum tentang ciri-ciri kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Mkesimpulan umum tentang ciri-ciri kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
8.
Meminta siswa untuk membuat ramalan tentang ciri-ciri kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan
Membuat ramalan tentang ciri-ciri kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
9.
Meminta siswa untuk menarik kesimpulan umum tentang ciri-ciri makhlik hidup dan menggolongkan makhluk hidup.
Menarik kesimpulan umum tentang ciri-ciri makhlik hidup dan menggolongkan makhluk hidup.
10.
Meminta siswa untuk memeriksa kembali, pengertian, kesimpulan, dan ramalan-ramalan.
Memeriksa kembali, pengertian, kesimpulan, dan ramalan-ramalan.

b.    Penemuan Konsep (Concept Attainment)
Model ini memberikan cara yang efektif untk penyajian informasi yang terorganisasi dan topik-topik yang berskala luas kepada peserta didik pada setiap tahap perkembangan. Model ini ditempatkan di sini karena memberikan cara penyajian dan klarifikasi konsep-konsep serta peserta didik agar menjadi lebih efektif dalam pengembangan konsep. (Anitah, 2009: 3.18).
Seperti yang dikutip dari Lestari (2013: 123-125), langkah mengajar sesuai model berpikir induktif pada mata pelajaran PKn kelas II Sekolah Dasar. Dengan pokok bahasan saling mengasihi dan menyayangi sesama manusia
Urutan Langkah Mengajar

No.
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.
Mengumumkan bahasan “Saling mengasihi dan menyayangi”  seminggu sebelumnya. Guru memilih pengertian-pengertian “senang, hormat, patuh, sayang dengan lawannya” dan memilih narasumber yang dapat dijadikan teladan.
Menyaiapkan diri membaca buku paket, dan bacaan lain sebelumnaya pelajaran dimulai.
2.
Membuka pelajaran dengan meminta siswa menceritakan pengalamannya. Guru memberikan komentar. Guru memusatkan perhatian pada pokok bahasan.
Beberapa siswa menceritakan pengalaman berhubungan dengan orang lain.
3.
Guru menunjukkan perilaku hubungan yang dikenal sebagai “senang, hormat, patuhdan sayang” denagan “susah, yidak hormat, benci, melawan”
Siswa mengenali dan menunjukkan perilaku yang tergolong pada “senang, hormat, patuhdan sayang” denagan “susah, yidak hormat, benci, melawan”
4.
Guru meminta siswa untuk membaca buku paket,dan cerita yang berisi perilaku tersebut. Sebagai contoh Bawang Merah dan Bawang putih.
Siswa membca cerita tentang perilaku tersebut seperti Bawang Merah dan Bawang putih.

5.
Guru meminta siswa untuk menunjukkan ciri-ciri senang, hormat, patuh, dan sayang” dan lawannya.
 siswa menunjukkan ciri-ciri senang, hormat, patuh, dan sayang” dan lawannya. Siswa mencatat ciri-ciri tersebut.
6.
Guru meminta siswa bermain peran.
siswa mermainkan peran.
7.
Guru meminta siswa untuk memeriksa kebenaran ciri-ciri perilaku senang, hormat, patuh, dan sayang” dan lawannya.
Memeriksa kebenaran ciri-ciri perilaku senang, hormat, patuh, dan sayang” dan lawannya.
8.
Meminta siswa untuk mencari padana kata atau membuat batasan tentang perilaku tersebut.
Mencari padana kata atau membuat batasan tentang perilaku tersebut.
9.
Meminta siswa untuk mengguanakan ciri-ciri perilaku atau batasan perilaku tersebut untuk menggolongkan perilaku dalam buku cerita.
Menggunakan dan mengenali ciri-ciri perilaku atau batasan perilaku tersebut untuk menggolongkan perilaku dalam buku cerita.

10.
Meminta siswa untuk memperbaiaki pengertian, kesimpulan batasan, ramalan sebab akibat sehubungan dengan perilaku tersebut.
 Memperbaiaki pengertian, kesimpulan batasan, ramalan sebab akibat sehubungan dengan perilaku tersebut..
11.
Gurumemberikan penjelasan dan menegaskan pentingnya “saling mengasihi dan menyayangi” dalam kehidupan manusia.
Siswa memperhatikan penjelasan guru.

c.    Model Induktif Kata-Bergambar (Picture-Word Inductive Model)
Dikembangkan oleh Emily Calhoun (1999) dan dirancang dari suatu penelitian tentang bagaimana siswa tidak hanya bisa tahu huruf pada huruf cetak, khususnya melusi dan membaca, tetapi juga bagaimana mendengarkan dan mengucapkan kosa kata yang telah dikembangkan. Model ini memadukan model berpikir induktif dan model penemuan konsep agar siswa dapat belajar kata-kata, kalimat-kalimat, dan paragraf-paragraf (Joyce dan Weil, 1986: 33). 
d.   Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry)
Model ini dapat diterapkan untuk memperkenalkan siswa-siswa baru tentang ilmu pengetahuan. Model ini juga memiliki peranan penting pada pemerataan pembelajaran yang secara virtual dapat menghilangkan disparitas gender dan mengurangi perbedaan status ekonomi (Joyce dan Weil, 1986: 33).   Peserta didik dibawa ke proses ilmiah dan dibantu mengumpulkan serta menganalisis data, mengecek hipotesis dan teori, serta mencerminkan hakikat pembentukan pengetahuan (Anitah, 2009: 3.19).
e.    Mnemonik (Mnemonics)
Model ini merupakan suatu strategi untuk mengingat dan mengasimilasi informasi. Guru dapat menggunakan ini untuk membimbing penyajian materi. Di sini guru mengajar dengan suatu cara sehingga peserta didik dapat dengan mudah menyerap informasi. Guru dapat menyajikan alat-alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan belajar individual maupun kooperatif tentang informasi dan konsep-konsep. Model ini juga dapat diterapkan untuk bidang studi dalam kurikulum, dan karakteristik siswa dari berbagai unsur (Anitah, 2009: 3.19).
f.       Sinektik (Synectics)
Model ini dirancang untuk membantu siswa memecahkan masalah dan menulis kegiatan-kegiatan, serta menambahkan pandangan-pandangan baru pada topik-topik bidang ilmu yang luas. Di dalam kelas, model ini diperkenalkan kepada siswa dengan serangkaian workshop sampai siswa dapat menerapkan prosedur-prosedur secara individual maupun kelompok. Meskipun dirancang sebagai stimulus langsung untuk berpikir kreatif, model ini memiliki dampak pengiring untuk menampilkan kerja kolaboratif dan belajar keterampilan (Anitah, 2009: 3.19).
Seperti yang dikutip dari Lestari (2013: 137-139), langkah mengajar sesuai model berpikir induktif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV Sekolah Dasar. Dengan pokok bahasan Mengenal Ki Hajar Dewantara.
Urutan Langkah Kegiatan Mengajar
No.
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.
Guru meminta siswa untuk membaca dalam hati teks “Mengenal Ki Hajar Dewantara”, dan mengenal kata-kata baru atau sukar.
Siswa membaca teks dan mencatat kata-kata baru dan yang dianggap sukar.
2.
Guru bertanya agar siswa melukiskan keadaan dan perilaku kehidupan Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh teladan dan bapak pendidikan nasional.
Siswa melukiskan keadaan dan perilaku Ki Hajar Dewantara.
3.
Guru meminta siswa untuk mengemukakan kata-kata baru dan membuat analogi dengan kata-kata baru. Kata-kata baru itu misalnya: tokoh teladan, dibuang, rasa kebangsaan hari pendidikan, dan yang lain.
Siswa mengemukakan kata-kata baru dan membuat analogi. Sebagai ilustrasi kata serupa arti, teladan = contoh, panutan, dibuang-dihukum keluar negeri, dan sebagainya.
.
4.
Guru meminta siswa untuk membuat kalimat analog langsung, seperti “jika saya …, maka …”, dengan menggunakan kata bangsawan, dibuang, wartawan, dan lainnya.
Siswa membuat analogi langsung “jika saya anak bangsawan seperti Ki Hajar Dewantara, maka saya tidak perlu dekat dengan rakyat” atau “jika saya seorang wartawan, maka saya akan ikut memprotes”.
5.
Guru meminta siswa untuk mencari informasi tentang bagaimana orang memperoleh penghasilan dan membelanjakan uang, berurusan dengan bank, dan petugas pajak.
Siswa mengumpulkan informasi dari narasumber, buku, majalah, surat kabar berkenaan dengan uang, bank, dan pajak.
6.
Guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan tentang isi bacaan teks.
Siswa membuat kesimpulan isi tentang “Mengenal Ki Hajar Dewantara”.
7.
Guru meminta siswa untuk membuat karangan dengan judul pilihan seperti: (i) jika saya seorang wartawan pada zaman Belanda seperti Suwardi Suryaningrat; (ii) jika saya dibuang seperti Ki Hajar Dewantara; (iii) jika saya bersekolah pada zaman penjajahan Belanda, dan judul yang lain.
Siswa membuat karangan dengan memilih judul tertentu, seperti “jika saya seorang wartawan pada zaman Belanda seperti Suwardi Suryaningrat”.
8.
Guru meminta perhatian siswa untuk mengenali cara-cara membuat kalimat analogi. Seperti penutup guru memberikan saran-saran untuk mengarang di kemudian hari.
Siswa mencatat kalimat-kalimat analog dan berlatih setelah pelajaran selesai.

g.    Advance Organizer
Model ini dirancang untuk memberikan struktur kognitif kepada siswa untuk memahami materi melalui tatap muka (kuliah), membaca, dan media yang lain. Model ini dapat diterapkan hampir di semua materi dan untuk siswa berbai umur. Model ini juga dapat dengan mudah dikombinasikan dengan model-model yang lain. Misalnya, ketika penyajian dikombinasikan dengan kegiatan induktif (Anitah, 2009: 3.19).
Seperti yang dikutip dari Lestari (2013: 127-129), langkah mengajar sesuai model berpikir induktif pada mata pelajaran IPS kelas III Sekolah Dasar. Dengan pokok bahasan Lingkungan Keluarga.
Urutan Langkah Mengajar
No.
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.
Menjelaskan tujuan pelajaran seperti pengenalan anggota inti keluarga, peringkat susunan keluarga luas, tata tertib, sususnan, tata nilai, tempat tinggal dan lingkungannnya.
Siswa mempelajari tujuan pelajran dan memusatkan perhatian pada pokok bahasan.
2.
Mengemukakan contoh-contoh anggota inti keluarga, peringkat susunan keluarga luas, tata tertib, sususnan, tata nilai, tempat tinggal dan lingkungannnya. Contoh tersebut berupa gambar, foto, atau kunjungan keluarga di sekitar sekolah.
Mempelajari contoh-contoh pelajaran dengan membandingkan dengan pengalaman siswa dalam keluarganya, timpat tinggal dan lingkungannya.
3.
Guru menbagi tugas belajar pada siswa secra individual maupun kelompok. Tugas itu berupa menyusun anggota keluarga, susunan anggota luas anggota keluarga, denah rumah, denah Rukun tetangga, dan desa, denah hubungan anggota keluarga inti dan luas, dan tata tertib keluarga dengan lingkungannya.
Siswa menerima tugas belajar secara individu maupun kelompok. Siswa mengerjakan tugas.
4.
Guru menugaskan siswa dan membandingkan antarkeluarga siswa dan denah rumah, tempat tinggal desa.
Siswa membandingkan keluarga siswa dalam kelas yang bersangkutan.

5.
Guru meminta siswa memperhatikan susunan keluarga inti, keluarga laus,denah tempat tinggal.
 Siswa memperhatikan bahan pengajaran dan membandingkan dengan hasil tuganya.
6.
Guru meminta siswa untuk mencocokkan hasil tugasnya dengan bahan teman dan dari guru.
Siswa  mencocokkan hasil tugasnya dengan bahan teman dan dari guru.
7.
Guru mengajarkan cara membandingkan dengan berpegang pada hal yang sama.
Siswa memperhatikan cara membandingkan dan mencobanya dengan bahan tang ada.
8.
Guru meminta siswa menjelaskan keluarga, susunan anggota keluarga inti dan luas, tempat tinggal, denah, tempat hidup kemasyarakatan secara menyeluruh. Guru  memperbaiki penjelasan siswa bila perlu.
siswa menjelaskan keluarga, susunan anggota keluarga inti dan luas, tempat tinggal, denah, tempat hidup kemasyarakatan secara menyeluruh.

2.    Kelompok Model Pembelajaran Sosial (The Social Family)
Joice dan Weil (dalam Anitah, 2009: 3.16) mengatakan bahwa model-model sosial dirancang untuk menilai keberhasilan dan tujuan akademik, termasuk studi tentang nilai-nilai sosial, kebijakan publik, dan memecahkan masalah.
a.    Mitra Belajar (Partners in Learning)
Akhir-akhir ini banyak dikembangkan belajar kooperatif yang merupakan kemajuan besar dalam pengembangan strategi mengajar yang membantu siswa bekerja secara efektif. Prosedur belajar kooperatif bertujuan untuk membantu siswa belajar lintas bidang studi dalam suatu kurikulum, mengembangkan rasa percaya diri, keterampilan sosial dan solidaritas, serta tujuan belajar akademik untuk memperoleh informasi dan keterampilan melalui inkuiri dari suatu disiplin akademik (Anitah, 2009: 3.16).
b.    Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Investigasi kelompok menekankan pada rencana pengaturan kelas umum atau konvensional. Rencana tersebut meliputi pendalaman materi yang terpadu secara kelompok, diskusi, dan perencanaan proyek. Model ini merupakan bentuk sederhana dari belajar kooperatif. Pada hakikatnya investigasi kelompok ini dapat digunakan untuk semua bidang studi, dengan anak-anak dari berbagai umur, bahkan sebagai model sosial untuk seluruh sekolah. Model ini dirancang untuk membimbing mendefinisikan masalah, dan menggali berbagai pandangan tentang masalah tersebut. Studi bersama untuk memperoleh informasi, ide, dan keterampilan-keterampilan yang secara stimultan mengembangkan kompetensi sosial siswa. Guru mengorganisasikan proses kelompok dan mendisiplinkannya, serta membantu siswa mengorganisasikan informasi (Anitah, 2009: 3.16 - 3.17).
Seperti yang dikutip dari Lestari (2013: 130-133), langkah mengajar sesuai model berpikir induktif pada mata pelajaran IPS kelas V Sekolah Dasar. Dengan pokok bahasan Lingkungan Indonesia dengan Penduduknya.
Urutan Langkah Kegiatan Mengajar
No.
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.
Guru mengenalkan kepulauan nusantara, yang kaya sumber alam, tetapi kekmuran tidak merata.
Siswa mendiskusikan keterangan guru dan merumuskan mengapa terjadi ketimpangan kemakmuran.
2.
Guru membimbing siswa untuk mempelajari ketidak merataan penduduk, keadaan alam, kesuburan tanah, keterampilan mengelolah kekayaan alam, hubungan antara daerah, perilaku ekonomi, adat-istiadat.
Siswa memerinci masalah ketimpangan kemakmuran dilihat dari persebaran penduduk, keadaan alam, kesuburan tanah, keterampilan teknik mengolah, hubungan antardaerah, perilaku berekonomi, dan adat-istiadat.
3.
Guru bersama siswa membagi masalah menjadi submasalah dan membagi siswa dalam kelompok. Sebagai ilustrasi submasalahnya adalah (i) keadaan alam dan kesuburan tanah, (ii) kepadatan penduduk, (iii) kekayaan alam dan pengolahan, (iv) hubungan antardaerah, (v) petanian dan perkebunan, (vi) pabrik dan industry, (vii) pendidikan. Siswa dibagi dalam delapan kelompok.
Siswa membagi masalah menjadi submasalah dan berkelompok.
Ada delapan submasalah dan delapan kelompok. Siswa bekerja secara berkelompok atau individual. Misalnya ada yang membuat peta, mempelajari kesuburan tanah, keadaan alam, transportasi antardaerah atau antarpulau, pabrik dan industry, pertanian dan perkebunan, adat-istiadat, dan pendidikan.
4.
Guru meminta siswa untuk mengatur jadwal belajar dan waktu penyerahan hasil belajar selama delapan pertemuan. Sebagai ilustrasi (i) ke-1 sampai 3: pengumpulan bahan dan belajar; (ii) minggu ke-4: laporan dan diskusi kelompok; (iii) minggu ke-5 sampai 6: belajar lanjut dan diskusi; (iv) minggu ke-7: penyelesaian tugas dan laporan; (v) minggu ke-8: diskui kelas dan pameran.
Siswa belajar mengatur jadwal belajar dan menyerahkan hasil belajar.
5.
Guru membimbing siswa belajar menyelesaikan tugas, memantau kegiatan, mengevaluasi proses, memberi informasi dan komentar.
Siswa belajar mandiri atau berkelompok, meminta informasi, berdiskusi, membuat bagan, dan laporan.
6.
Guru membimbing diskusi tentang pertanyaan “mengapa Indonesia memiliki kekayaan alam, tetapi kemakmuran tidak merata?”.
Siswa menyusun kembali rumusan pengertian dan kesimpulan.
7.
Guru memantau penyelesaian tugas akhir, laporan, dan persiapan pameran.
Siswa memperbaiki hasil tugas dan menyiapkan diskusi serta pameran kelas.
8.
Guru menutup pelajaran dengan memberikan pujian dan saran serta perbaikan kelompok.
Siswa melakukan penilaian diri secara berkelompok.

c.    Bermain Peran (Role Playing)
Dengan bermain peran, guru mengajak siswa untuk memahami pengertian perilaku sosial, peranannya dalam interaksi sosial, dan cara-cara memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara-cara yang lebih efektif. Secara khusus, bermain peran membantu siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi tentang isu-isu sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain dan berusaha untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa (Anitah, 2009: 3.17).
d.   Penelitian Hukum (Jurisprudential Inquiry)
Dengan model ini siswa belajar berpikir tentang kebijakan-kebijakan sosial. Studi tentang isu-isu sosial di masyarakat suatu negara, di tingakt nasional maupun internasional dapat dipersiapkan bagi para siswa. Model ini dirancang untuk tujuan tersebut, siswa mempelajari kasus-kasus yang melibatkan maslah-masalah sosial dalam suatu wilayah yang dikaitkan dengan kebijakan publik. Siswa diajak mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan publik, juga disediakan pilihan-pilihan untuk pemecahannya (Anitah, 2009: 3.17).
3.    Kelompok Model Pembelajaran Personal (The Personal Family)
a.       Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)
Dikembangkan dari teori konseling, model ini menekankan kerja sama antara siswa dengan guru. Guru berusaha membantu siswa memahami bagaimana memainkan peran utama dalam pencapaian pendidikannya. Pada kesempatan untuk mencapai tujuan tersebut, guru menyediakan informasi tentang seberapa jauh kemajuan yang dicapai dan membantu siswa memecahkan masalah. Guru nondirektif secara aktif membangun kerja sama dengan menyediakan bantuan yang diperlukan oleh siswa untuk mencari jalan ke luar dari permasalahan yang dihadapi (Anitah, 2009: 3.20).
Model ini digunakan dengan beberapa cara, pertama, digunakan sebagai dasar untuk seluruh model program pendidikan. Kedua, dikombinasikan dengan model lain untuk meyakinkan bahwa kontak dilakukan dengan siswa. Ketiga digunakan ketika siswa merencanakan proyek belajar mandiri maupun kooperatif. Keempat digunakan secara periodik ketika memberikan konseling kepada siswa menemukan jalan keluar tentang apa yang dipikirkan dan diraskan siswa untuk dipahaminya.
b.      Meningkatkan Konsep Diri melalui Prestasi (Eenhancing Self Concept through Achievement)
Karya Abraham Maslow digunakan untuk membimbing suatu program dalam hal rasa harga diri dan kemampuan aktualisasi diri. Guru menggali prinsip-prinsip yang dapat membimbing kegiatan-kegiatan kerja sama dengan siswa untuk meyakinkan dan memberi gambaran tentang pribadi siswa sebaik mungkin (Anitah, 2009: 3.21).
4.    Kelompok Model Pembelajaran Sistem Perilaku (The Behavioral system Family)
a.       Belajar Menguasai (Mastery Learning) dan Instruksi Terencana (Programmed Instruction)
Model ini digunakan dengan beberapa cara. Pertama materi yang dipelajari dipecah menjadi unit-unit dari yang sederhana sampai ke kompleks. Materi-materi yang disajikan kepada siswa umumnya dikerjakan secara individual, melalui media yang sesuai (bacaan, tape, kegiatan-kegiatan. Siswa mengerjakan bagian demi bagian dengan cara maju berkelanjutan. Setelah suatu unit selesai dipelajari, siswa diberi tes untuk mengetahui keberhasilan belajar. Jika tidak dapat menyelesaikan unit tersebut, siswa dapat mengulanginya atau mempelajari unit yang setara sampai keberhasilannya tercapai (Anitah, 2009: 3.21).
b.      Instruksi Langsung (Direct Instruction)
Dari studi tentang perbedaan antara guru mengajar yang lebih efektif dan yang kurang efektif, serta dari teori belajar sosial, suatu paradigma untuk pembelajaran secara langsung disusun. Pernyataan tujuan pembelajaran disampaikan secara langsung kepada siswa, serangkaian kegiatan yang jelas berkaitan dengan tujuan, monitoring yang cermat darikemajuan-kemajuan belajar, balikan tentang hasil belajar, serta taktik-taktikuntuk penilaian yang lebih efektif dikaitkan dengan serangkaian pedoman untuk memperoleh kegiatan belajar. (Anitah, 2009: 3.22).
c.       Belajar dari Simulasi (Simulation): Pelatihan dan Latihan Diri
Model ini menggabungkan informasi tentang keterampilan dengan demonstrasi, praktik, balikan, dan latihan sampai suatu keterampilan dicapai. Simulasi dibentuk dari suatu deskripsi riil kehidupan lingkungan yang lebih kecil diciptakan untuk situasi pembelajaran dan perlu adanya elaborasi (Anitah, 2009: 3.22).

C.  Model-Model Pembelajaran
Berikut ini dijelaskan beberapa jenis metode pembelajaran yang sering digunakan acuan dalam pembelajaran antara lain.
1.      Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Pengetahuan yang bersifat informal dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung.  Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi.  Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi) (Ngalimun.2012:133).
Meski tidak ada sinonim dan resitasi yang berhubungan erat dengan Model Pengajaran Langsung (MPL), tetapi istilah model pengajaran langsung sering disebut juga dengan model pengajaran aktif (active teaching model), training nodel, mastery teaching, dan explicit instruction (Arend, 2001: 264;Kardi & Nur, 2000:3)
Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher center. Menurut Arends (1997), model peengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Selain itu model pembelajaran langsung ditujukan pula untuk membantu siswa mempelajari ketrampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
Ciri-ciri model pengajaran langsung (dalam Kardi & Nur, 2000:3) adalah adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar, sintaks atau pola keseluuruhan dan alur kegiatan pembelajaran, dan sistem pengelolaan dan lingkugan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung berhasi. Selain itu, juga dalam pengajaran langsung hars memenuhi suatu persyaratan, antara lain : (1) ada alat yang didemonstrasikan; dan (2) harus mengikuti tingkah laku mengajar (sintaks).
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Pengajaran langsung menurut Kardi (2000: 3), dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatiahn atau praktik, dan kerja kelompok. Yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Penyususnan waktu harus seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan.
Pada fase persiapan, guru memotivasi siswa agar setiap menerima presentasi materi pelajaran yang dilakuakn melalui demonstrasi tentang ketrampilan tertentu. Pembelajaran dilakaukan dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa.
Pengajaran langsung mensyaratkan tiap detail ketrampilan atau isi didefinisikan secara seksama dan demonstrasi serta jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama (Kardi dan Nur, 2000:8). Menurut Kardi dan Nur (2000: 8-9), meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa terutama melalui memerhatikan, mendengar dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Hal ini tidak berarti bahwa pembelajaran akan bersifat otoriter atau tanpa humor.
Sebagaimana halnya setiap mengajar, pelaksanaan yang baik model pengajaran langsung memerlukan tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang jelas dari guru selama berlngsungnya perencanaan, pada saat melaksanakan pembelajaran, dan waktu menialai hasilnya. Beberapa diantara tindakan tersebut dapat dijumpai pada model-model pengajaran yang lain, langkah-langkah atau tindakan tertentu merupakan ciri khusus pengajaran langsung. Ciri utama unik yang terlihat dalam melaksanakan suatu pengajaran langsung adalah sebagai berikut.
1.      Tugas-tugas perencanaan
Pengajaran langsung dapat diterapkan di bidang studi apapaun, namun model ini paling sesuai untuk mata pelajaran yang berorientasi pada penampilan atau kinerja seperti menulis, membaca, matematika, musik, dan pendidikan jasmani. Di samping itu pengajaran langsung juga cocok untuk mengajarkan komponen-komponen ketrampilan dari mata pelajaran sejarah dan sains.
a.    Merumuskan tujuan
b.    Memilih isi
c.    Melakukan analis tugas
d.   Merencanakan waktu dan ruang
2.      Langkah-langkah pembelajaran model pengajaran langsung
Langkah-langkah pembelajaran model pengajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola pembelajaran secara umum. Menurut Kardi dan Nur (2000: 27-43), langkah-langkah pengajaran langsung meliputi tahapan sebagai berikut :
a.    Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa
b.    Menyampaikan tujuan
c.    Menyiapkan siswa
d.   Presentasi dan demonstrasi
e.    Mencapai kejelasan
f.     Melakukan demonstrasi
g.    Mencapau pemahaman dan penugasan
h.    Berlatih
i.      Memberikan latihan terbimbing
j.      Mengecek pemahaman dan memberikab umpan balik
k.    Memberikan kesempatan latihan mandiri
Pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan pembelajaran siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklarasi yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Sintaks model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut.
Fase
Peran Guru
1.                  menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan tujuan, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
2.   mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
Guru mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi setahap demi setahap
3.   membimbing pelatihan
Guru memberikan pelatihan awal
4.   mengecek pemahaman dan pemberian umpan balik
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
5.   memberi kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan untuk melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan untuk situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari

2.      Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif terjadi pencapaian tujuan secara bersama-sama yang sifatnya merata dan menguntungkan setiap anggota kelomponya. Pengertian pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam proses pembelajaran yang memungkinkan kerja sama dalam menuntaskan permasalahan.
Sehubungan denga pengertian tersebut, Slavin (1984) menyatakan bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana pebelajar belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 (empat) sampai 6 (enam) orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
Menurut Slavin, tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum sebagai berikut.
a.       Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial. Namun demikian menurut Ibrahim, bahwa pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja pebelajar dalam tugas - tugas akademik. Para ahli mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu pebelajar memi konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian pebelajar pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada pebelajar kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugas – tugas akademik (Tim Dosen BPF, 2011:178).
b.      Penerimaan terhadap perbedaan individu.
Tujuan lain dari model pambelajaran kooperatif adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan. Allport mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif memungkinkan pebelajar yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang lain (Tim Dosen BPF, 2011:178).
c.       Pengembangan keterampilan sosial
Keterampilan sosial amat penting untuk dimiliki oleh masyarakat. Banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang secara budaya beragam. Atas dasar itu, Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa tujuan penting yang lain dari pembalajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada pebelajar keterampilan kerjasama dan kolaborasi (Tim Dosen BPF, 2011:178).
d.      Lingkungan Belajar dan Sistern Pengelolaan
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif pebelajar dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagairnana mempelajarinya. Pembelajar menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun pebelajar diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika pembelajaran kooperatif ingin menjadi sukses, materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di berbagai sumber belajar. Keberhasilan Juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional yaitu secara ketat mengelola tingkah laku pebelajar dalam kerja kelompok. Selain unggul dalam membantu pebelajar dalam memi konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu pebelajar menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman (Tim Dosen BPF, 2011:178).
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya 6 (enam) fase atau langkah utama dalam pembelajarannya. Pelajaran diawali dengan pembelajar menyampaikan tujuan pembelajaran disertai dengan memberikan motivasi kepada pebelajar. Pada fase ini diikuti dengan penyampaian informasi, biasanya dalam bentuk bahan bacaan, selanjutnya pebelajar dikelompokkan ke dalam tim belajar. Pada tahap ini diikuti bimbingan pembelajar pada saat pebelajar bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Selanjutnya fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang materi yang telah dipelajari dan pembelajar memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu (Tim Dosen BPF, 2011:178)
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pembelajaran langsung. Model ini dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks dan lebih tinggi lagi. Model pembelajaran kooperatif dapat membantu guru untuk mencapai tujuan model pembelajaran kooperatif.
Fase
Peran Guru
1.      menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar
2.      menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3.      mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien
4.      membimbing kelompok belajar untuk bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
5.      Evaluasi
Guru mengevalusi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6.      Memberikan Penghargaan
Guru menggunakan cara-cara yang sesuai untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Tipe-tipe atau variasi dalam model kooperatif antara lain.
1)      Model Student Teams Achievement Division (STAD)
2)      Tim Ahli (Jigsaw)
3)      Investigasi Kelompok (Group Investigation)
4)      Think Pair Share (TPS)
5)      Numbered Head Together (NHT)
6)      Teams Games Tournament (TGT)
3.      Model Model Pengajaran berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)
Kehidupan adalah identik dengan masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokrasi, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalahmetakognitif, elaborasi (analisis), interprestasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi dan inkuiri (Ngalimun.2012:133).
Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Pengajaran berbasis masalah, menurut Ibrahim dan Nur (2002) dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teaching (Pembelajaran berbasis Project), Experience-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentic). Dan Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata). Peranan guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Model ini tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Model ini dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, belajar berperan berbagai orang dewasa melalui pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi self-regulated kearner. Sintaks model pembelajaran berdasarkan masalah
Fase
Peran Guru
1.   Orientasi siswa kepada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
2.   Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
3.   Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4.   Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
5.   Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

4.      Model Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret dan suasana menjadi kondusif-nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat dan mengembangkan kemampuan sosialisasi (Ngalimun, 2012:132).
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), Contructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksikan konsep-aturan, analisis sintesis), Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktivitas-usaha siswa, penilaian fortofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara) (Ngalimun, 2012:132).
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:
a.    Kembangkan penilaian bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan kegiatan belajar sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b.    Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c.    Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d.   Ciptakan masyarakat belajar (belajar kelompok).
e.    Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f.     Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g.    Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
5.      Model Diskusi Kelas
Ada dua istilah yang kadang-kadang kita sering merancukannya meski memiliki kesamaan, yaitu diskusi dan diskursus. Memang dalam makna kamus kedua istilah ini memiliki keidentikan, yaitu melibatkan saling tukar pendapat secara lian, teratur, dan untuk mengungkapkan pikiran mengenai pokok pembicaraan tertentu. Tetapi di lapangan para guru lebih suka menggunakan istilah diskusi krena menggambarkan prosedur yang digunakan guru untuk mendorong antara para siswa saling tukar pendapat secara lisan. Sebaliknya, para ilmuwan dan peneliti lebih suka menyukai penggunaan istilah diskursus, karena istilah ini mencerminkan perhatian para audiensi pada pola tukar prndapat dan komunikasi lebih luas yang terdapat dalam forum (Tjokrodiharjo, 2000 : 2).
Arends (1997), mendefinisikan diskusi dan diskursus sebagai komunikasi seseorang berbicara satu debgan yang ain, salingberbagi  gagasan dan pendapat. Kamus bahasa mendefinisikan diskursus dan diskusi hamper identik, yaitu elibatkan saling tukar pendapat secara lisan, teratur, dan untuk mengekspresikan pikiran tentang pokok pembicaraan tertentu. Diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.
Sering kali diskusi dicampuradukkan dengan resitasi.  Diskusi merupakan situasi dimana guru dan para siswa, atau siswa dengan siswa yang lain berbincang satu sama lain dan berbagai gagasan dan pendapat mereka. Pertanyaan yang diajukan untuk merangsang diskusi biasanya pada tingkat kognitif tinggi. Resitasi adalah pertanyaan yang bertukar, misalnya dalam pembelajaran langsung (direct instruction), di mana guru memberikan serangkaian pertanyaan tingkat rendah atau factual kepada para siswa dengan meksud mengecek seberapa jauh pemahaman mereka terhadap suatu konsep atau gagasan.
Dalam pembelajaran diskusi mempunyai arti suatu situasi di mana guru dengan siswa atau siswa dengan sswa yang lain saling bertukar pendapat  secara lisan, saling berbagai gagasan dan pendapat. Pertanyaan yang ditujukan untuk membangkitkan diskusi berada pada tingkat kognitif lebih tinggi , Arends (1997). Diskusi oleh guru digunakan apabila hendak:
1.      Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada (dimiliki) oleh siswa;
2.      Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing;
3.      Memperoleh umpan balik dari para siswa tentang apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai.
4.      Membantu para siswa belajar berpkir teoritis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran dan kegiatan sekolah;
5.      Membantu para siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya (orang lain);
6.      Membantu para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang dilihat baik dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah; dan
7.      Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.
Berdasarkan pengertian tersebut, pemanfaatan diskusi oleh guru mempunyai ari untuk memahami apa yang ada di dalam pemikiran siswa dan bagaimana memproses gagasan dan informasi yang diajarkan melalui komunikasi ang terjadi selama pembelajaran  berlangsung baik antar siswa maupunguru dengan siswa. Sehingga diskusi menyediakan tatanan social di mana guru dapat membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka.
Diskusi secara umum digunakan untuk memperbaiki cara erpikir dan keterampilan komunikasi siswa dan untuk menggalakkan keterlibatan siswa di dalam pelajaran. Namun secara khusus  menurut Tjokrodiharjo (2000 : 3), diskusi digunakan oleh para guru untuk setidaknya 3 (tiga) tujuan pembelajaran yang pntin, yaitu: pertama, meningkatkan cara berpikir siswa dengan jalan membantu siswa mengbankitkan pemahaman isi pelajaran. Kedua, menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Ketiga, membantu siswa mempelajari keterampilan komunikasi dan proses berpikir.
Dalam peran guru dalam KBM dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh guru alam mengajar selama KBM. Dalam penelitian ini aktivitas-aktivits tersebut seperti dalam bentuk tabel berikut.
 Tahap
Kegiatan Guru
Tahap 1 menyamapaikan tujuan dan mengatur siswa
(1)      Menyampaikan pendahuluan, (a) motivasi, (b) menyampaikan tujuan dasar diskusi (apersepsi); dan
(2)      Menjelaskan tujuan diskusi,
Tahap 2 mengarahkan diskusi
(1)      Mengajukan pertanyaan awal/ permasalahan; dan
(2)      Modeling,
Tahap 3 menyelenggarakan diskusi
(1)      Membimbing/ mengarahan siswa dalam mengerjakan LKs secara mandiri (think);
(2)      Membimbing/ mengarahkan siswa dalam berpasangan (pair);
(3)      Membimbing/ mengarahkan siswa dalam berbagi (share);
(4)      Menerapkan waktu tunggu;
(5)      Membimbing kegiatan siswa,
Tahap 4 mengakhiri diskusi
Menutup diskusi
Tahap 5 melakukan Tanya jawab singkat tentang proses diskusi
Membantu siswa membuat rangkuman diskusi dengan tanya jawab singkat

Pembelajaran Menggunakan Kurikulum 2013
Walaupun penulis belum mendapatkan data yang akurat mengenai bagaimana pembelajaran menggunakan kurikulum yang baru ini, namun penulis berusaha menyajikan beberapa hal mengenai kurikulum 2013 terutama dalam hal strategi pembelajarannya.
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach). Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menekankan transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘’mengapa’’. Ranah keterampilan menekankan transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘’bagaimana’’. Ranah pengetahuan menekanlan transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. (http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah apabila memenuhi 7 (tujuh) kriteria pembelajaran berikut :
  1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
  2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
  3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
  4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan sama lain dari materi pembalajaran.
  5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
  6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
  7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran meliputi antara lain:
  1. Mengamati
Dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti menentukan objek apa yang akan diobservasi, membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi, menentukan secara jelas data apa yang perlu diobservasi baik primer maupun sekunder, menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi, menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar, menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi seperti menggunakan buku catatan-kamera-tape recorder-pedeo perekam dan alat tulis lainnya.
  1. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Kriteria pertanyaan yang baik adalah singkat dan jelas, menginspirasi jawaban, memiliki fokus, bersifat probing atau divergen, bersifat validatif atau penguatan, memberikan kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang, merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif dan merangsang proses interaksi. (http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
  1. Menalar.
Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan daari kasus-kasus yang berisifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengamatan empirik. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme (kategorial, hipotesis dan alternatif)
  1. Mencoba.
Dimasudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata antara lain:
a.       Menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum,
b.      Mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan,
c.       Mempelajari dasar teoretis yang relevan dan hasil eksperimen sebelumnya,
d.      Melakukan dan mengamati percobaan,
e.       Mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data,
f.       Menarik simpulan atas hasil percobaan; dan
g.      Membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Beberapa model-model pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif dan dapat dijadikan acuan pengajaran keterampilan di kelas pada kurikulum 2013, antara lain seperti berikut:
1.      Model Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran kolaborasi (collaboration learning) menempatkan peserta didik dalam kelompok kecil dan memberinya tugas di mana mereka saling membantu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan kelompok. Dukungan sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian sangat membantu mewujudkan belajar kolaboratif. Metode yang dapat diterapkan antara lain mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen, tim kuis.
2.      Model Pembelajaran Individual
Pembelajaran individu (individual learning) memberikan kesempatan kepada peserta didik secara mandiri untuk dapat berkembang dengan baik sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain tugas mandiri, penilaian diri, portofolio, galeri proses.
3.      Model Pembelajaran Teman Sebaya
Beberapa ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila seorang peserta didik mampu mengajarkan kepada peserta didik lain. Mengajar teman sebaya (peer learning) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Pada waktu yang sama, ia menjadi narasumber bagi temannya. Metode yang dapat diterapkan antara lain: pertukaran dari kelompok ke kelompok, belajar melalui jigsaw, studi kasus dan proyek, pembacaan berita, penggunaan lembar kerja, dll.
4.      Model Pembelajaran Sikap
Aktivitas belajar afektif (affective learning) membantu peserta didik untuk menguji perasaan, nilai, dan sikap-sikapnya. Strategi yang dikembangkan dalam model pembelajaran ini didesain untuk menumbuhkan kesadaran akan perasaan, nilai dan sikap peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain: mengamati sebuah alat bekerja atau bahan dipergunakan, penilaian diri dan teman, demonstrasi, mengenal diri sendiri, posisi penasihat.
5.      Model Pembelajaran Bermain
Permainan (game) sangat berguna untuk membentuk kesan dramatis yang jarang peserta didik lupakan. Humor atau kejenakaan merupakan pintu pembuka simpul-simpul kreativitas, dengan latihan lucu, tertawa, tersenyum peserta didik akan mudah menyerap pengetahuan yang diberikan. Permainan akan membangkitkan energi dan keterlibatan belajar peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain: tebak gambar, tebak kata, tebak benda dengan stiker yang ditempel dipunggung lawan, teka-teki, sosio drama, dan bermain peran.
6.      Model Pembelajaran Kelompok
Model pembelajaran kelompok (cooperative learning) sering digunakan pada setiap kegiatan belajar-mengajar karena selain hemat waktu juga efektif, apalagi jika metode yang diterapkan sangat memadai untuk perkembangan peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain proyek kelompok, diskusi terbuka, bermain peran.
7.      Model Pembelajaran Mandiri
Model Pembelajaran mandiri (independent learning) peserta didik belajar atas dasar kemauan sendiri dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki dengan memfokuskan dan merefleksikan keinginan. Teknik yang dapat diterapkan antara lain apresiasi-tanggapan, asumsi presumsi, visualisasi mimpi atau imajinasi, hingga cakap memperlakukan alat/bahan berdasarkan temuan sendiri atau modifikasi dan imitasi, refleksi karya, melalui kontrak belajar, maupun terstruktur berdasarkan tugas yang diberikan (inquiry, discovery,recovery).
8.      Model Pembelajaran Multimodel
Pembelajaran multimodel dilakukan dengan maksud akan mendapatkan hasil yang optimal dibandingkan dengan hanya satu model. Metode yang dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah proyek, modifikasi, simulasi, interaktif, elaboratif, partisipatif, magang (cooperative study), integratif, produksi, demonstrasi, imitasi, eksperiensial, kolaboratif.

D.  Pengertian Metode Pembelajaran
Metode digunakan oleh pembelajar untuk mengkreasi lingkungan belajar dan mengkhususkan aktivitas selama proses pembelajaran berlangsung. Biasanya metode digunakan melalui salah satu strategi, tetapi juga tidak tertutup kemungkinan beberapa metode berada dalam strategi yang bervariasi, artinya penetapan metode dapat divariasikan melalui strategi yang berbeda tergantung pada tujuan yang akan dicapai dan konten proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Metode adalah perancangan lingkungan belajar yang menkhususkan aktivitas, dimana pembelajar dan pebelajar terlibat selama proses pembelajaran berlangsung. Biasanya metode digunakan melalui salah satu strategi, tetapi juga tidak tertutup kemungkinan beberapa metode berada dalam strategi yang bervariasi, artinya penetapan metode dapat divariasikan melalui strategi yang berbeda tergantung pada tujuan yang akan dicapai dan konten proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Tim Dosen BPF, 2011: 151-152)
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode pembelajaran ini, terutama berkaitan dengan faktor perkembangan kemampuan siswa, diantaranya berikut ini.
a.       Metode mengajar harus memungkinka dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran (curiosity)
b.      Metode megajar harus memungkinkan dapat memberikan peluang untuk berespresi yang kreatif dalam aspek seni.
c.       Metode mengajar harus memungkikan siswa belajar melalu pemecahan masalah.
d.      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk selalu ingin menguji kebenaran sesuatu.
e.       Metode mengajar harus memugkinka siswa untuk melakukan penemuan (inkuiri) terhadap sesuatau topik permasalan.
f.       Metode mengajar harus memungkinkan siswa mampu menyimak.
g.      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri (independent study).
h.      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara bekerjasama (cooperative learning).
i.        Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk lebih termotifasi dalam belajarnya (Anitah, 2009: 5.5).
Prinsip- prinsip tersebut dalam prosesnya merupakan esensi dan karakteristik dari masing- masing metode mengajar. Penggunaaan metode mengajar dalam pembelajaran ditinjau dari segi prosesnya memiliki fungsi- fungsi sebagai berikut.
a.       Sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan pembelajaran atau membentuk koptensi siswa. Setiap embelajaran memiliki tujuan sehigga dalam proses pembelajarannya harus ada suatu cara maupun atau tehnik yang memungkinkan dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif tersebut.
b.      Sebagai gambaran aktivitas yang harus ditempuh oleh siswa dan guru alam kegiatan pembelajatran. Tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar pada dasarnya adalah prosedur dari masing-masing metode yang digunakan dalam pembelajaran tersebut.
c.       Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan alat penilaian pembelajaran. Karakteristk metode mengajar dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk penilaan, misalnya kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab akan berbeda penilaiannya dengan metode demonstrasi atau latihan.
d.      Memperhatikan beberapa hakikat dan prinsip metode menunjukkan betapa pentingnya suatu metode pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus cermat dan fleksibel dalam menentukan metode.
Setiap guru yang akan mengajar senantiasa dihadapkan pada pilihan metode. Banyak macam metode yang biasa dipilih guru dalam kegiatan mengajar, namun tidak semua metode bisa dikategorikan sebagai meetode yang baik, dan tidak semua metode pula yang dikatakan jelek. Kebaikan suatu metode terletak pada ketepatan memilih sesua dengan tuntutan pembelajaran. Omar Muhammad al Toumi (1983) dalam Pupuh Fathurrohman (2007:56) mengatakan terdapat beberapa ciridari sebuah metode yang baik untuk pembelajaran , yaitu:
a.    Berpadunya metode dari segi tujuan dan alat dengan jiwa dan ajaran akhlak yang mulia.
b.    Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya yang sesuai dengan watak siswa  dan materi.
c.    Bersifat fungsional dan menyatukan teori dengan praktek dan mengantarkan siswa pada kemampuan praktis.
d.   Tidak mereduksi materi, bahkan sebaiknya justru mengembangkan materi.
e.    Memberikan keleluasaan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya. Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam keseluruhan proses pembelajaran.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2010: 77-78) Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apapun yang termasuk perangkat program pengajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan. Peserta didik pun diwajibkan mempunyai kretivitas yang tinggi dalam belajar, bukan selalu menanti perintah guru. Kedua unsur manusiawi ini juga beraktivitas tidak lainkarena ingin mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar peserta didik di kelas. Salah satu kegiatan yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang akan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan dan penentuan metode ini didasari adanya metode-metode tertentu yang tidak bisa dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya, tujuan pengajaran adalah melaui diskusi siswa dapat menuliskan 3 ciri-ciri hewan mamalia. Tujuan tersebut merupakan tujuan yang salah. Dan yang benar adalah melalui pengamatan siswa dapat menuliskan 3 ciri-ciri hewan mamalia.
Kegagalan guru mencapai tujuan pengajaran akan terjadi jika pemilihan dan penentuan metode tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap karakteristik dari masing-masing metode pengajaran. Karena itu, guru yang terbaik adalah mengetahui kelebihan dan kelemahan dari beberapa metode pengajaran.

E.  Jenis-jenis Metode Pembelajaran
Metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi dan proses belajar yang efektif dalam pembelajaran. Setiap metode mengajar memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam membentuk pengalaman belajar siswa, tetapi satu dengan yang lainnya saling menunjang (Anitah, 2009: 5.17).
Untuk mencapai tujuan pembelajaran maupun untuk membentuk kemampuan siswa diperlukan adanya suatu metode mengajar yang efektif. Metode mengajar ini bukan hanya harus dikuasai oleh guru tetapi juga harus dikuasai oleh siswa itu sendiri. Contohnya, guru mengajar dengan menggunakan metode eksperimen maka yang akan melakukan eksperimen adalah siswa itu sendiri sehingga siswa dalam hal ini harus mampu menguasai langkah atau prosedur dalam melakukan eksperimen. Sebelum guru mengajar dengan metode eksperimen tugas guru yang pertama adalah meyakinkan dahulu bahwa siswa yang bersangkutan sudah menguasai teknik-teknik eksperimen, demikian juga dengan metode mengajar yang lainnya.
Pengalaman belajar dibentuk dari proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan kuat dengan metode mengajar. Pengalaman belajar seperti yang telah disebutkan, merupakan hasil proses kegiatan belajar yang ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam kegiatan ini akan dikemukakan tentang konsep, karakteristik, prosedur, keterbatasan, dan keunggulan beberapa metode mengajar yang mungkin banyak atau  sering digunakan oleh guru.
Terdapat banyak metode yang ada di lingkungan pendidikan, sebagai contoh dilihat dari kegunaan metode mengajar terbagi menjadi 3 bagian yaitu (1) metode untuk kelompok/klasikal yang terdiri dari metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, kerja kelompok, karya wisata, studi proyek, dan lain sebagainya, (2) metode untuk bermain yang terdiri dari role playing, simulasi, flash bowl, perahu penyelamat, kartu-kartu konsep, dan lain sebagainya, dan (3) metode untuk individual yang terdiri dari belajar tuntas, paket mini, modul, drill/latihan.
Jenis Ragam Metode mengajar dari Segi Strategi terbagi menjadi 2 yaitu metode untuk strategi Ekspository yang terdiri dari ceramah dan demonstrasi, dan metode untuk strategi Inquiry/Discopery yang terdiri dari tanya jawab, simulasi/pengamatan dan Percobaan, diskusi, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan latihan/drill.
Sedangkan dilihat dari domain/ ranahnya dibagi menjadi tiga yaitu domain kognitif dapat dilakukan dengan metode diskusi, ceramah, partisipatori, problem solving, seminar , domain afektif dapat dilakukan dengan metode role playing, games, VCT,  pengkondisian modeling dan lain-lain, dan domain psikomotor dapat dilakukan dengan metode simulasi sosiodrama, study proyek, demonstrasi, latihan dan lain-lain. Namun pada makalah ini kami sajikan hanya beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran.
1.      Metode ceramah
Metode ceramah masih digunakan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran klasikal. Metode ceramah merupakan suatu cara penyajian bahan atau penyampaian bahan pelajaran secara lisan dari guru. Dalam bentuk penyampaiannya, metode ceramah sangat sederhana dari mulai pemberian informasi, klarifikasi, ilustrasi, dan menyimpulkan. Ceramah yang baik adalah ceramah bervariasi artinya ceramah yang dilengkapi dengan penggunaan alat dan media serta adanya tambahan dialog interaksi atau diskusi sehingga proses pembelajaran tidak menjenuhkan (Abimanyu, 2008: 6-3).
a.       Karakteristik metode ceramah
Metode ceramah digunakan apabila proses pembelajaran yang dilakukan lebih bersifat pemberian informasi berupa fakta atau konsep-konsep sederhana. Proses pembelajarannya dilakukan secara klasikal dengan jumlah siswa yang relatif banyak. Biasanya penggunaan metode ceramah lebih bersifat monoton, guru lebih banyak berbicara. Oleh karena itu, perlu ada variasi-variasi terutama gaya dan seni guru dalam berbicara, seperti intonasi, improvisasi, semangat dan isi pesan yang disampaikan harus benar-benar diminati oleh siswa. Di samping itu, vaiasi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan interaksi antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa. Dalam hal ini guru harus dapat memvariasikan dengan tanya jawab atau dengan dialog sehingga siswa tidak merasa jenuh hanya mendengarkan saja. Demikian pula dalam prosesnya perlu adanya dukungan kondisi yang efektif dari guru seperti suasana emosional yang dapat membangkitkan motivasi dan perhatian dar siswa selama mendengarkan ceramah guru. (Abimanyu, 2008: 6-3).
b.      Prasyarat untuk mengoptimalkan pembelajaran ceramah
Untuk menunjang efektivitas penggunaan metode ceramah perlu dipersiapkan kemampuan guru maupun kondisi siswa yang optimal. Di bawah ini dijelaskan tentang kemampuan guru dan kondisi siswa guna mendukung efektivitas metode ceramah dalam pembelajaran.
Ada beberapa kemampuan yang harus diperhatikan oleh guru untuk mendukung keberhasilan metode ceramah dalam pembelajaran, yaitu (a) menguasai teknik-teknik ceramah yang memungkinkan dapat membangkitkan minat, dan motivasi siswa; (b) mampu memberikan ilustrasi yang sesuai dengan bahan pelajaran; (c) menguasai materi pembelajaran; (d) menjelaskan pokok-pokok bahan pelajaran secara sistemaik; (e) menguasai aktivitas seluruh siswa dalam kelas. Sedangkan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode ceramah berkaitan dengan kondisi siswa adalah (a) siswa mampu mendengarkan dan mencatat bahan pelajaran yang dijelaskan guru; (b) kemampuan awal yang dimiliki siswa berhubungan dengan materi yang akan dipelajari; (c) memiliki suasana emosional yang mendukung untuk memperhatikan dan memiliki motivasi mengikuti pelajaran.
c.       Keunggulan
Penggunaan metode ceramah dapat menjadi baik dalam pelajaran, di antaranya (a) metode ini dianggap ekonomis waktu dan biaya karena waktu dan materi pelajaran sangat ditentukan oleh sistem nilai yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan; (b) target jumlah siswa akan lebih banyak, apalagi jika menggunakan alat sound system; (c) bahan pelajaran sudh dipilih/dipersiapkan sehingga memudahkan untuk mengklasifikan dan mengkaji aspek-aspek bahan pelajaran; (d) apabaila bahan pelajaran belum dikuasai oleh sebagian siswa maka guru akan merasa mudah untuk menugaskan dan memberikan rambu-rambu pada siswa yang bersangkutan (Abimanyu, 2008: 6-4).
d.      Kelemahan
Setiap metode mengajar memilik keterbatasan dalam penerapan proses pembelajaran. Keterbatasan ini merupakan alternatif yang harus diantisipasi oleh guru sehingga dalam pelaksanaannya dapat mengurangi keleahan tersebut. Beberapa kelemahan yang mungkin terjadi dalam metode ceramah adalah: (a) sulit bagi yang kurang memiliki kemampuan menyimak dan mencatat yang baik; (b) kemungkinan menimbulkan verbalisme; (c) sangat kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi secara total (hanya proses mental, tetapi sulit kontrol); (d) peran guru lebih banyak sebagai sumber pelajaran; (e) materi pelajaran lebih cenderung pada aspek ingatan; (f) proses pembelajaran ada dalam otoritas guru.
2.      Metode diskusi
Metode ini sering digunakan dalam pembelajaran kelompok atau kerja kelompok yang di dalamnya melibatkan beberapa orang siswa untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas atau permasalahan. Seiring pula metode ini disebut sebagai salah satu metode yang menggunakan metode CBSA atau keterampilan proses. Metode mengajar diskusi merupakan cara mengajar yang dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atu pertanyaan yang harus diselesaikan berdasarkan pendapat atau keputusan secara bersama. Kegiatan diskusi dapat dilaksanakan dalam kelompok kecil (3-7 peserta), kelompok sedang (8-12 peserta), kelompok besar (13-40 peserta) ataupun diskusi kelas. Diskusi pada kelompok kecil lebih efektif dibanding dengn kelompok besar dan kelas. Kegiatan diskusi dipimpin oleh seorang ketua atau moderator untuk mengatur pembicaraan cara mecapai target.
a.       Karakteristik
Dalam penggunaan metode diskusi, ahan pelajaran harus dikemukakan dengan topik permasalahan atau persoalan yang akan menstimulus siswa menyelesaikan permasalahan/persoalan tersebut. Untuk menjawab atau menyelesaikan permasalahan/persoalan tersebut., perlu dibentuk kelompok yang terdiri dari beberapa siswa sebagai anggota dalam kelompok tersebut tersebut. Kelancaran kegiatan diskusi sangat ditentukan oleh moderator yaitu orang yang mengatur jalannya pembicaraan supaya semua siswa sebagai anggota aktif berpendapat secara maksimal dan seluruh pembicaraan mengarah pada pendapat/kesimpulan bersama. Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah lebih banyak berperan sebagai pembimbing, dan dapat diterapkan cara berpikir yang sistematik dengan menggunakan logika berpikir yang ilmiah. Secara langsung maupun tidak langsung siswa akan ditempatkan sebagai objek sekaligus subjek dalam pembelajaran. Di samping itu siswa akan terlatih dalam kemampuan bekerja sama dan kemampuan berbahasa secara lisan maupun tulisan.
b.      Prasyarat untuk mengoptimalkan pembelajaran diskusi
Untuk menunjang efektivitas penggunaan metode diskusi perlu dipersiapkan kemampuan guru maupun kondisi siswa yang optimal. Di bawah ini dijelaskan tentang kemampuan guru dan kondisi siswa guna mendukung efektivitas metode diskusi dalam pembelajaran.
Kemampuan guru yang perlu dipersiapkan dalam melaksanakan pembelajaran diskusi, yaitu (a) mampu merumuskan permasalahan sesuai dengan kurikulum yang berlaku; (b) mampu membimbing siswa untuk merumuskan dan mengidentifikasi permasalahan serta menarik kesimpulan; (c) mampu mengelompokkan siswa sesuai dengan kebutuhan permasalahan dan pengembangan kemampuan siswa; (d) mampu mengelola pembelajaran melalui diskusi; dan (e) menguasai permasalahan yang didiskusikan.
Kondisi dan kemampuan siswa yang harus diperhatikan untuk menunjang pelaksanaan diskusi di antaranya adalah (a) memiliki motivasi, perhatian, dan minat dalam berdiskusi; (b) mampu melaksanakan diskusi; (c) mampu menerapkan belajar secara bersama; (d) mampu mengeluarkan isi pikiran atau pendapat/ide, dan (e) mampu mengalami dan menghargai pendapat orang lain.
c.       Keunggulan
Beberapa keunggulan penggunaan metode diskusi di antaranya metode ini dapat memfasilitasi siswa agar dapat, yaitu: (a) bertukar pikiran; (b) menghayati permasalahan; (c) merangsng siswa untuk berpendapat; (d) mengembangkan rasa tanggung jawab; (e) membina kemampuan berbicara; (f) belajar memahami pendapat atau pikiran orang lain; (g) memberikan kesmpatan belajar (Abimanyu, 2008: 6-19).
d.      Kelemahan
Namun demikian, dalam metode diskusi ini pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang kemungkinan perlu diantisipasi oleh para guru jika akan menerapkan metode ini, di antaranya, yaitu: (a) relatif memerlukan waktu yang cukup banyak; (b) apabila siswa tidak memahami konsep dasar permasalahan maka diskusi tidak akan efektif; (c) materi pelajaran dapat menjadi lebih luas; (d) yang aktif hanya siswa tertentu saja.
3.      Metode Simulasi ( Simulation)
Metode simulasi merupakan salah satu metode mengajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang seeenarnta, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran, siswa akan dibina kemampuannya berkaitan dengan keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Di samping itu, dalam metode simulasi diajak untuk dapat bermain peran beberapa perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Ada beberapa jenis model simulasi di antaranya: (1) bermain peran (role playing), merupakan bagian dari metode simulasi, dalam proses pembelajarannya metode ini mengutamakan pola permainan dalam bentuk dramatisasi. Dramatisasi dilakukan oleh kelompok siswa dengan mekanisme pelaksanaan yang diarahkan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan/direncanakan sebelmnya. Simulasi ini lebih menekankan pada tujuan untuk mengingat aatau menciptakan kembali gambaran silam yang memungkinkan terjadi pada masa yang akan datang atau peristiwa yang aktual dan bermakna bagi kehidupan sekarang; (2) sosiodrama, merupakan bagian simulasi dalam pembelajaran yang dilakukan kelompok untuk melakukan aktivitas belajar memecahkan masalah yang berhubungan dengan masalah individu sebagai makhluk sosial. Misalnya hubungan antara anak dan orang tua, antara siswa dan teman kelompoknya; (3) permainan simulasi (simulation games), merupakan bagian dari simulasi yang dalam pembelajarannya siswa bermain peran sesuai dengan yang ditugaskan sebagai belajarmembuat suatu keputusan. (Anitah, 2009: 5.23).
a.       Karakteristik metode simulasi
Metode mengajar simulasi banyak digunakan pada pembelajaran IPS, PKn, pendidikn agama dan pendidikan apresiasi. Pembinaan kemampuan bekerja sama, komunikasi, dan interaks merupakan again dari keterampilan yang akan dihasilkan melalui pembelajaran simulasi. Metode mengajar simulasi lebih banyak menuntut aktivitas siswa sehingga metode simulasi sebagai metode berlandaskan pada pendekatan CBSA dan keterampilan proses. Di samping itu, metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis kontekstual, salah satu contoh bahan pembelajaran dapat diangkat dari kehidupan sosial, nilai-nilai sosial maupun permasalahan-permasalahan sosial yang aktual maupun masa lalu untuk masa yang akan datang. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan sosial maupun membentuk sikap atau perilaku dapat dilakukan melalui simulasi kemampuan siswa yang berkaitan dengan bermain peran dapat dikembangkan. Siswa akan menguasai konsep dan keterampilan intelektual, sosial, dan motorik dalam bidang-bidang yang dipelajarinya serta mampu belajar melalui situasi tiruan dengan sistem umpan balik dan penyempurnaan yang berkelanjutan (Anitah, 2009: 5.23).
b.      Prosedur
Prosedur metode simulasi yang harus ditempuh dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1)   Menetapkan topik simulasi yang diarahkan oleh guru.
2)   Menetapkan kelompok dan topi-topik yang akan dibahas.
3)   Simulasi diawalai dengan petunjuk dari guru tentng prosedur, tekik, dan peran yang dimainkan.
4)   Proses pengamatan terhadap proses, peran, teknik, dan prosedur dapat dilakukan dengan diskusi.
5)   Kesimpulan dan saran dari kegiatan simulasi.
c.       Prasyarat untuk mengoptimalkan pembelajaran simulasi
Kemampuan guru yang harus diperhatikan untuk menunjang metode simulasi di antaranya mampu membimbing siswa dalam mengarahkan teknik, prosedur dan peran yang akan dilakukan dalam simulasi, mampu memberikan ilustrasi, mampu menguasai pesan yag dimaksud dalam simulasi tersebut dan mampu mengamati secara proses simulasi yang dilakukan oleh siswa.
Adapun kondisi dan kemampuan siswa yang harus diperhatikan dalam penerapan metode simulasi adalah kondisi, minat, perhatian dan motivasi siswa dalam bersimulasi, pemahaman terhadap pesan yang akan menstimulasikan dan kemampuan dasar berkomunikasi dan berperan.
d.      Keunggulan
Beberapa keunggulan penggunaan metode simnulasi diantaranya adalah siswa dapat melakukan interaksi sosial dan komunikasi dalam kelompoknya, aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran sehingga terlibat langsung dalam pembelajaran, dapat membiasakan siswa untuk memahami permasalahan sosial, hal ini dapat dikatakan sebagai implementasi pembelajaran yang berbasis kontekstual, melalui kegiatan kelompok dalam simulasi dapat membina hubungan personal positif, dapat memangkitkan imajinasi dan membina hubungan komunikatif dan bekerja sama dalam kelompok (Anitah, 2009: 5.24).
e.       Kelemahan
Namun demikian, dalam metode simulasi ini pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang memungkinkan perlu diantisipasi oleh para guru jika akan menerapkan metode ini, di antaranaya adalah relatif memerlukan waktu yang cukup banyak, sangat bergantung pada aktivitas siswa, cenderung memerlukan pemanfaatan sumber belajar, dan banyak siswa yang kurang menyenangi simulasi sehingga simulasi menjadi tidak efektif.
4.      Metode demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung objek atau cara melakukan sesuatusehingga dapat mempelajarinya secara proses. Demonstrasi dapat digunakan pada senua mata pelajaran disesuaikan dengan topik dan tujuan pembelajaran yang akan dicapainya. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan demonstrasi adalah posisi siswa seluruhnya harus memperhatikan (mengamati) objek yang akan di demonstrasikan. Selama proses demonstrasi, guru sudah mempersiapkan alatalat yang akan digunakan dalam demonstrasi tersebut. (Anitah, 2009: 5.24).
Guru dituntut menguasai bahan pelajaran serta mampu mengorganisasi kelas. Sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan demonstrasi guru yang aktif sedangkan siswa yang pasif hanya memperhatikan demonstrasi guru, bahkan posisi pandang siswa tidak fokus terhadap objek yang ditampilkan guru. Demonstrasi digunakan semata-mata hanya untuk mengongkretkan suatu konsep atau posedur yang abstrak, mengajarkan bagaimana berbuat atau menggunakan prosedur secara tepat, meyakinkan bahwa alat dan prosedur tersebut bisa digunakan, dan membangkitkan minat menggunakan alat dan prosedur.
a.       Karakteristik
Metode mengajar demonstrasi hakikatnya untuk menyampaikan pembelajaran pada siswa dalam penguasaan proses objek tertentu. Metode mengajar demonstrasi juga identik dengan metode mengajar modeling. Dalam pelaksanaan metode mengajar demonstrasi, selain guru yang akan menjadi model juga dapat mendatangkn nara sumber yang akan mendemonstrasikan objek materi pelajaran, dengan syarat harus menguasai bahan materi yang didemonstrasikan, serta mengutamakan aktivitas siswa untuk melakukan demonstrasi tersebut. Dalam demonstrasi cenderung bahan dan situasi yang digunakan adalah objek yang sebenarnya (Anitah, 2009: 5.24).
b.      Prosedur
Prosedur demonstrasi yang harus dilakukan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1)   Mempersiapkan alat bantu yang akan digunakan dalam pemelajaran.
2)   Memberikan penjelasan tentang topik yang akan didemonstrasikan.
3)   Pelaksanaan demonstrasi bersamaan dengan perhatian dan peniruan dari siswa.
4)   Penguatan (diskusi, tanya jawab, dan latihan) terhadap hasil demonstrasi.
5)   Kesimpulan.
c.       Prasyarat untuk mengoptimalkan pembelajaran demonstrasi
Kemampuan guru yang perlu diperhatikan dalam menunjang keberhasilan demonstrasi, di antaranya adalah mampu secara proses dalam melaksanakan demonstrasi materi atau topik yang dipraktikkan, mampu mengelola kelas, dan mengusai siswa secara menyeluruh, mampu menggunakan alat bantu yang digunakan, dan mampu melaksanakan penilaian proses.
Kondisi dan kemampuan siswa yang harus dipehatikan untuk menunjang demonstrasi, di antaranya adalah siswa memiliki motivasi, perhatian, dan minat terhadap topik yang akan didemonstrasikan, memahami tentang tujuan/maksud yang akan didemonstrasikan,  dan mampu mengamati proses yang didemonstrasikan.
d.      Keunggulan
Keunggulan implementasi metode megajar demonstrasi dapat dicapai apabila kondisi pembelajaran diciptakan secara efektif, di antaranya keunggulan tersebut adalah siswa dapat memahami bahan pelajaran sesuai dengan objek yang sebenarnya, dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa, dapat melakukan pekerjaan berdasarkan proses yang sistematis, dapat mengetahui hubungan yang strutural atau uutan objek, dan dapat melakukan perbandingan dari beberapa objek. (Anitah, 2009: 5.25).
e.       Kelemahan
Namun demikian, dalam metode demonstrasi pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang keungkinan perlu diantisipasi oleh guru jika akan menerapkan metode ini, di antaranya adalah hanya dapat menimbulkan cara berpikir yang konkret saja, jika jumlah siswa banyak dan posisi siswa tidak diatur maka demonstrasi tidak efektif, bergantung pada alat bantu yang sebenarnya, sering terjadi siswa kurang berani dalam mencoba atau melakukan praktik yang didemonstrasikan.
5.      Metode Eksperimen
Metode eksperimen merupakan metode mengajar yang dalam penyajian atau pembahasan materinya melalui percobaan atau mencobakan sesuatu serta mengamati secara proses. Eksperimen sulit dipisahkan dengan demonstrasi karenanya kemungkinan dapat digunakan secara bersamaan. (Anitah, 2009: 5.27).
Eksperimen dimaksudkan bahwa guru dan siswa mencoba mengerjakan sesuatu sert mengamati proses dan hasil pekerjaannya. Setelah eksperimen selesai siswa ditugaskan untuk membandingkan dengan hasil eksperimen yang lain, dan mendiskusikan bila ada perbedaan dan kekeliruan (Winarno:1980:90).
Eksperimen dapat dilakukan secara berkelompok maupn individu di dalam laboraoriun atau di kelas atau di luar kelas. Perlu diperhatikan bahwa setiap kegiatan eksperimen haru dilakukan secara sistemik dan sistematis, yaitu harus dimulai dari perncanaan, persiapan, pelaksanaan, dan kajian hasil. Lebih mendalamnya siswa harus membuat laporan, kemudian disajikan di depan tema-teman yang lain. Laporan tersebut dijadikan dasar untuk melihat seberapa jauh penerapan kemampuan berpikir siswa, kemampuan memberikan penjelasan, kemampuan berargumentasi dan kemampuan menyimpulkan hasil eksperimen.
a.       Karakteristik
Implementasi pembelajaran eksperimen selalu menuntut penggunaan alat bantu yang sebenarnya karena esensi pembelajaran ini adalah mencobakan sesutau objek. Oleh karena itu, dalam prosesnya selalu mengutamakan aktivitas siswa sehingga peran guru cenderung lebih banyak sebagai pembimbing dan fasilitator. Untuk mendukung keberhasilan pembelajaran eksperimen segala sesuatunya perlu dipersiapkan dan dikondisikan secara maksimal. Di samping itu, untuk mendukung efektifitas dan efisiensi pembelajaran eksperimen diperlukan adanya pedoman pembelajaran untuk siswa. Mulai dari awal pembelajaran siswa sudah memahamitopik eksperimen secara jelas. Demikian pula di akhir kegiatan eksperimen siswa memperoleh kemampuan-kemampuan sikap ilmiah serta menunjukan hasil temuan-temuan  (Anitah, 2009: 5.28).
b.      Prosedur
Prosedur metode eksperimen dapat dilakukan sebagai berikut.
1)   Mempeersiapkan alat bantu (alat eksperimen).
2)   Petunjuk dan informasi tentang tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam eksperimen.
3)   Pelaksanaan eksperimen dengan menggunakan lembaran kerja/pedoman eksperimen yang disusun secara sistematis sehingga siswa dalam pelaksanaannya tidak banyak mendapat kesulitan dan membuat laporan.
4)   Penguatan perolehan temuan-temuan eksperimen dilakukan dengan diskusi, tanya jawab, dan tugas.
5)   Kesimpulan.
c.       Prasyarat untuk mengoptimalkan pembelajaran eksperimen
Kemampuan guru yang harus diperhatikan agar eksperimen behasil dengan baik, di antaranya adalah mampu membimbing siswa dari merumuskan hipotesis sampai pada pembuktian dan kesimpulan serta membuat laporan eksperimen, menguasai konsep yang dieksperimenkan, mampu mengelola kelas, mampu menciptakan kondisi pembelajaran eksperimen secara efektif, dan mampu memberikn penilaian secara proses.
Kondisi dan kemampuan siswa yang harus diperhatikan untuk menunjang eksperimen adalah memiliki motivasi, perhatian,dan minat belajar melalui eksperimen, memiliki kemampuan melaksanakan eksperimen, memiliki sikap yang tekun, teliti, dan kerja keras, dan mampu menulis, membaca dan menyimak dengan baik.
d.      Keunggulan
Keunggulan implementasi metode mengajar eksperimen dapat dicapai apabila kondisi pembelajaran diciptkan secara efektif, di antara keunggulan tersebut adalah dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa, membangkitkan sikap ilmiah siswa, membuat pembelajaran bersifat aktual, dan membina kebiasaan belajar elompok maupun individu (Anitah, 2009: 5.29).
e.       Kelemahan
Namun demikian, dalam metode eksperimen pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang kemungkinan perlu diantisipasi oleh guru jika akan menerapkan metode ini, di antaranya memerlukan alat dan biaya, memerlukan waktu relatif lama, sangat sedikit sekolah yang memiliki fasilitas eksperimen, dan  guru dan siswa banyak yang belum terbiasa melakukan ekperimen.
6.      Metode karyawista
Pembelajaran outdoor hampir identik dengan pembelajaran karya wisata (field trip) artinya aktivitas belajar siswa di bawa ke luar kelas. Karya wisata lebih menitikberatkan pada perjalanan yang relatif jauh dari kelas/ sekolah untuk mengunjungi tempat- tempat yang berkaitan dengan topik bahasan yang bersifat umum, misalnya mengunjungi peninggalan sejarah, perjalanan mengunjungi kebun binatang, atau tempat rekreasi dengan mempetimbangkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian hasil belajar. Pembelajaran outdoor lebih bersifat sederhana dan khusus biasanya lokasi kunjungan relatif dekat dari sekolah/ kelas. Pembelajaran melalui karya wisata atau outdoor harus direncanakan, dilaksanakan dan dievalasi secara sistemis dan sistemik. Sering dalam implementasi karya wisata atau outdoor, siswa tidak memiliki panduan belajar sehingga esensi kegiatan tersebut kurang dirasakan manfaatnya. Pembelajaran outdoor selain untuk peningkatan kemampuan juga lebih bersifat untuk peningkatan aspek- aspek psikologi siswa, seperti rasa senang dan rasa kebersamaan yang selanjutya yang selanjutnya bedampak terhadap peningkatan perhatian dan motivasi belajar (Anitah, 2009: 5.29).
a.       Karakteristik
Menemukan sumber bahan pelajaran sesuai dengan perkembangan masyarakat , dilaksanakan di luar kelas/ sekolah, memiliki perencanaan, aktivitas siswa lebih muncul dari pada guru, aspek pembelajaran merupakan salah satu implementasi dari pembelajaran berbasis konteksstual.
b.      Prosedur
Prosedur metode karya wisata outdoor dapat dilakukan sebagai berikut.
1)   Menetapkan tujuan kompetensi yang akan dicapai siswa.
2)   Memberi topik karya wisata atau outdoor.
3)   Merumuskan kegiatan yang akan ditempuh.
4)   Melaksanakan kegiatan.
5)   Menilai kegiatan.
6)   Melaporkan hasil kegiatan.
c.       Prasyarat untuk Mengoptimalkan Metode Karya Wisata
Kemampuan guru yang harus diperhatikan agar karya wisata atau outdoor berhasil dengan baik di antataranya adalah (a) mampu mengidentifikasi objek karya wisata atau outdoor yang sesuai dengan tujuan pembelajaran; (b) mampu membuat perencanaan dan panduan siswa dalam melaksanakan karya wisata; (c) mampu mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam karyawisata; (d) mampu mengontrol, memfasilitasi, dan membimbing aktivitas siswa selama melaksanakan kegiatan; (e) mampu menilai kegiatan karyawisata. Kondisi dan kemampuaan siswa yang harus diperhatikan untuk menunjang karyawisata maupun outdoor adalah (a) menyusun memahami petunjuk pelaksanaan karyawisata; (b) mampu menyusun laporan hasilkaryawisata; (c) mampu belajar secara mandiri maupun kelompok ( mampu bekerja sama ); (d) mampu menggunakan bahan atau alat diperlukan dalam kegiatan karyawisata maupun outdoor
d.      Keunggulan
Kunggulan implementasi metode mengajat karyawisata dapat dicapai apabila kondisi pembelajaran diciptakan secara efektif, di antara keunggulan tersebut adalah: (a) memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman nyata, praktis, dan konkret; (b) dapat menumbuhkan rasa senang, minat, dan motivasi terhadap objek tertentu; (c) memberikan masukan terhadap program sekolah; (d) mendekatkan siswa dengan lingkungan (Anitah, 2009: 5.30).
e.       Kelemahan
Namun demikian, dalam metode karyawisata atau outdoor masih tetap ada kelemahan atau kendala- kendala yang kemungkinan perlu diantisipasi oleh guru diantaranya: (a) memerlukan alokasi waktu yang cukup banyak; (b) memerlukan pengawasan dan bimbingan ekstra ketat terhadap aktivitas siswa; (c) akan banyak menggunakan biaya; (d) jika kita dikontrol maka siswa selalu terlena dengan bermainya dari pada belajarnya.
7.      Metode pemecahan masalah
Pemecahan masalah merupakan salah satu cara yang harus banyak digunakan dalam pembelajaran karena metode pemecahan masalah merupakan metode pemecahan masalah merupakan metode mengajar yang banyak mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Metode pemecahan masalah hakikatnya sama dengan inkuiri dan discovery. Aktivitas dalamproses belajar yang ditempuh siswadapat dilakukan secara kelompok maupun individu, penentuanya bergantungpada target kemampuan dan tujuan pemvelajaran yang akan dicapainya. Metode pemecahan masalah sering juga digunakan dalam implementasi pembelajaran terpadu maupun kontekstualkarena pembelajaran ini dikembangkan secara integritas antara kemampuan siswa dengan topikbahasa maupun lingkunan. Topik masalah yang akan diselesaikan siswa harus sesuai dengan perkembangan iptek yang berkembang. Jika dilihat dari filosofinya, metode ini cenderung menggunakan pendekatan konstruktivisme artinya pengetahuan, keterampilan, dan sikap akan dikembangkan dan dibangun oleh siswa dibawah bimbingan guru (Anitah, 2009: 5.31).
a.       Karakteristik
Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan dalam proses pembelajaran. Metode ini sesuai jika digunakan pada siswa Sekolah Dasar dikelas tinggi. Cenderung pendekatan induktif yang digunakan dalam proses pembelajaran pemecahan masalah, siswa belajar mulai dari hal- hal yang khusus sampai pada konsep umum.
b.      Prosedur
Prosedur metode pemecahan masalah dapat dilakukan sebagai berikut.
1)   Merumuskan dan membatasi masalah. Masalah yang diambil dari kehidupan sehari- hari atau masalah aktual biasanya lebih biasanya lebih kompleks. Oleh karena itu, siswa harus merumuskan dahulu menjadi masalah yang jelas dan membatasi masalah tersebut.
2)   Merumuskan dengan pertanyaan. Siswa di bawah bimbingan guru ditugaskan untuk membuat pertanyaan atau merumuskan dengan atas jawaban dari permasalahan, artinya dugaan tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan maupun pernyataan.
3)   Mengumpulkan data atau mengolah data. Untuk menjawab permasalahan yang telah diajukan. Data tersebut dapat diperoleh dari buku, dokumen, atau informasi langsung dari nara sumbernya.
4)   Membuktikan atau menjawab pertanyaan. Data- data yang diperoleh dikelompokkan atau dianalisis atau diklarifikasi atau diklarifikasi untuk menjawab pertanyaan.
5)   Merumuskan kesimpulan. Hasil pembuktikan tersebut dirumuskan menjadi alternatif jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan dapatberupa alternatif tindakan upaya- upaya untuk masalah yang dihadapi.
c.       Prasyarat untuk Mengoptimalkan Pembelajaran Pemecahan Masalah.
Kemampuan guru yang harus diperhatikan agar pemecahan masalah berhasil dengan baik diantaranya adalah (a) mampu membimbing siswa dari merumuskan hipotesis sampai pada pembuktian dan kesimpulan serta membuat laporan pemecahan masalah; (b) menguasai konsep yang diproblem solving-kan; (c) mampu mengelola kelas; (c) mampu mengelola kelas; (d) mampu menciptakan kondisi pembelajaran pemecahan masalah secara efektif; (e) mampu memberikan penilaian secara proses (Anitah, 2009: 5.32).
Kondisi dan kemampuan siswa yang harus diperhatikan untuk menunjang pemecahan masalah adalah (a) memiliki motivasi, perhatian, dan minat belajar melalui pemecahan masalah; (b) memiliki kemampuan melaksanakan pemecahan masalah; (c) memiliki sikap yang tekun, teliti, dan kerja keras; (d) mampu menulis, membaca, menyimak dengan baik.
d.      Keunggulan
Keunggulan implementasi metode mengajar pemecahan masalah dapat dicapai apabila kondiisi pembelajaran diciptakan secara efektif, diantaranya keunggulan tersebut adalah: (a) mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah; (b) mengembangkankemampuan berpikir kritis; (c) mempelajari bahan pelajaran yang aktual dengan kebutuhan dan perkembagan masyarakat; (d) jika dilaksanakan secara kelompok dapat mengembangkan kemampuan sosial siswa; (e) mengoptimalkan kemampuan siswa (Anitah, 2009: 5.32).
e.       Kelemahan
Namun demiikian, dalam metode pemecahan masalah masih tetap ada kelemahan atau kendala- kendala yang kemungkinan perlu diatisipasi oleh guru di antaranya: (a) waktu yang digunakan relatif lama; (b) bahan pelajaran tidak bersifat logis dan sistematis; (c) memerlukan bimbingan dari guru.

Dalam praktiknya, metode mengajar tidak digunakan sendiri-sendiri, tetapi merupakan kombinasi dari beberapa metode mengajar. Berikut akan dikemukakan kemungkinan kombinasi metode mengajar.

1.      Ceramah, Tanya Jawab, dan Tugas
Menurut Syaiful Bahri Djamarah ( 2010: 98) mengingat ceramah banyak segi yang kurang menguntungkan, maka penggunaannya harus didukung dengan alat dan media atau dengan metode lain. Karena itu, setelah guru memberikan ceramah, maka dipandang perlu untuk memberikan kesempatan kepada siswanya mengadakan tanya jawab. Tanya jawab ini diperlukan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap apa yang telah disampaikan guru melalui metode ceramah. Untuk lebih memantapkan penguasaan siswa terhadap bahan yang telah disampaikan, maka pada tahap selanjutnya siswa diberi tugas, misalnya membuat kesimpulan hasil ceramah, mengerjakan pekerjaan rumah, diskusi, dan sebagainya.
2.      Ceramah, Diskusi, dan Tugas
     Menurut Syaiful Bahri Djamarah ( 2010: 98-99) menggunaan ketiga jenis mengajar ini dapat dilakukan diawali dengan pemberian kepada siswa tentang bahan yang akan didiskusikan oleh siswa, lalu memberikan masalah untuk didiskusikan. Kemudian diikuti dengan tugas-tugas yang harus dilakukan siswa.
     Ceramah dimaksudkan untuk memberikan penjelasan/informasi mengenai bahan yang akan dibahas dalam diskusi, sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
     Akhir kegiatan diskusi siswa diberikan beberapa tugas yang harus dikerjakan saat itu juga. Maksudnya untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa melalui diskusi tersebut. Dengan demikian, tugas ini sekaligus merupakan umpan balik bagi guru terhadap hasil diskusi yang dilakukan siswa.
3.      Ceramah, Demonstrasi, dan Eksperimen
Menurut Syaiful Bahri Djamarah ( 2010:99-100) penggunaan metode demonstrasi selalu diikuti dengan eksperimen. Apapun yang didemonstrasikan, baik oleh guru maupun oleh siswa (yang dianggap mampu untuk melakukan demonstrasi), tanpa diikuti dengan eksperimen tidak akan mencapai hasil yang efektif. Dalam melaksanakan demostrasi, seoraang demonstrator menjelaskan apa yang akan didemonstrasikannya (biasanya suatu proses), sehingga semua siswa dapat mengikuti jalannya demonstrasi tersebut dengan baik.
Metode eksperimen adalah metode yang siswanya mencoba mempraktikkan suatu proses tersebut, setelah melihat/ mengamati apa yang telah didemonstrasikab oleh seorang demonstrator. Eksperimen dapat juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran sesuatu, misalnya menguji suatu hipotesis. Dalam pelaksanaanya metode demonstrasi dan eksperimen dapat digabungkan; artinya, setelah dilakukan demonstrasi kemudian diikuti eksperimen dengan disertai penjelasan secara lisan (ceramah).
4.      Ceramah, Sosiodrama, dan Diskusi
     Menurut Syaiful Bahri Djamarah ( 2010: 100-101) sebelum metode sosiodrama digunakan, terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru tentang situasi sosial yang akan didramatisasikan oleh para pemain/ pelaku. Tanpa diberikan penjelasan anak didik tidak akan dapat melakukan peraannya dengan baik. Karena itu ceramah mengenai masalah sosial yang akan didemonstrasikan penting sekali dilaksanakan sebelum melakukan sosiodrama.
     Sosiodrama adalah sandiwara tanpa naskah (script) dan tanpa latihan terlebih dahulu, sehingga dilakukan secara spontan. Masalah yang didramatisasikan adalah mengenai situasi sosial. Sosiodrama akan menarik bila pada situasi yang sedang memuncak, kemudian dihentikan. Selanjutnya diadakan diskusi, bagaimana jalan cerita seterusnya atau pemecahan masalah selanjutnya.
5.      Ceramah, Problem Solving, dan Tugas
Menurut Syaiful Bahri Djamarah ( 2010: 102-103) pada saat guru memberikan pelajaran kepada siswa, adakalanya timbul suatu persoalan/ masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya penjelasan secara lisan melalui ceramah. Untuk itu guru perlu menggunakan metode pemecahan masalah atau problem solving sebagai jalan keluarnya. Kemudian diakhiri dengan tugas-tugas, baik individu maupun kelompok, sehingga siswa melakukan tukar pikiran dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6.      Ceramah, Demonstrasi, dan Latihan
Menurut Syaiful Bahri Djamarah ( 2010: 103-104)  metode latihan umumnya digunakan untuk memperoleh sesuatu ketangkasan atau ketrampilan dari bahan yang dipelajarinya. Karena itu metode ceramah dapat digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan dari ceramah untuk memberikan penjelasan kepada siswa mengenai bentuk ketrampilan tertentu yang akan dilakukanya.
Sedangkan demonstrasi yang dimaksudkan untuk memperagakan atau mempertunjukkan suatu kesimpulan yang akan dipelajari siswa. Misalnya, belajar tari jaipongan. Siswa sebelum  berlatih tari Jaipongan diberikan penjelasan dulu seluruh gerakan tangan, gerakan badan, dan sebagainya melalui ceramah. Lalu guru mendemonstrasikan tari jaipongan dan siswa memperhatikan demonstrasi tersebut. Setelah itu siswa mulai latihan tari Jaipongan seperti yang dilakukan oleh guru.

F.       Cara Memilih dan Menentukan Model/ Metode Pembelajaran
Perubahan paradigma pembelajaran terjadi, karena tuntutan kondisi global (persaingan, persyaratan kerja, perubahan orientasi) sehingga terjadi perubahan kompetensi lulusan (perubahan kurikulum). Perubahan kurikulum juga berlatar belakang perubahan paradigma (pengetahuan, belajar dan mengajar). Akibat perubahan paradigma ini diharapkan ada perubahan perilaku pembelajaran, sehingga mampu meningkatkan mutu lulusan.



Perubahan paradigma dalam pembelajaran
1. Pengetahuan
Pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang tinggal dipindahkan (ditransfer) dari guru ke siswa

Pengetahuan adalah hasil konstruksi (bentukan) atau hasil transformasi seseorang yang belajar
2. Belajar
Belajar adalah menerima pengetahuan (pasif-reseptif)

Belajar adalah mencari dan mengkonstruksi (membentuk) pengetahuan aktif dan spesfik caranya
3. Mengajar
Menyampaikan pengetahuan (bisa klasikal)

Berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan
Menjalankan sebuah instruksi yang telah dirancang
Menjalankan berbagai strategi yang membantu siswa untuk dapat belajar
Sistem pembelajaran (Kebanyakan)
 












Sistem Pembelajaran KBK
 











Sistem Pembelajaran SCL
 









Mengajar bukan lagi bagaimana guru mengajar dengan baik (teacher center), tetapi transfer of knowledge, sehingga terbentuk pembelajaran bagaimana siswa bisa belajar dengan baik dan berkelanjutan.
Dalam memilih model/metode pembelajaran perlu disesuaikan program outcomesnya (kompetensi), misalnya kompetensi pengamatan, kompetensi penyusunan hipotesis, kompetensi pembuatan grafik, penguasaan rumus dan lain sebagainya, maka model atau metode tentu akan berbeda. Unsur-unsur  lain selain kompetensi yang perlu diperhatikan dalam memilih model pembelajaran, yaitu sarana/alat, materi ajar (bahan ajar), siswa. Sarana/alat bila dihubungkan dengan bahan ajar, maka akan menjadikan bahan ajar menjadi efektif, bahan ajar apabila dihubungkan dengan siswa, maka perlu meninjau tingkat kesukaran/tingkat kemampuan, dan sarana/alat bila dihubungkan dengan siswa, maka hendaknya akan mewujudkan efesiensi pembelajaran.
Apabila beberapa model pembelajaran dihubungkan dengan tingkat memorisasi dan tingkat keterlibatan siswa, dapat divisualisasikan sebagai berikut
 



Passive

10 %
Reading
Verbal
reciving
20%
Hearing Words

50%
Looking at Picture
Watching Video
Seeing it done on location

Visual reciving
70%
Participating in a discussion
Giving a talk
Doing a dramatic presentation
Simulating the real Experience

Paticipa-ting


Doing
90%
Doing the real thing
Active






Peran guru dalam paradigma baru pembelajaran adalah sebagai fasilitator : memfasilitasi buku, modul ajar, hand-out, journal, hasil penelitian (sebagai sumber belajar), dan waktu. Guru sebagai motivator dapat dilakukan dengan memberi perhatian pada siswa, memberi materi yang relevan dengan tingkat kemampuan siswa, dan dengan situasi yang kontekstual, memberi semangat dan kepercayaan pada siswa bahwa mereka dapat mencapai kompetensi yang diharapkan, memberi kepuasan pada siswa terhadap pembelajaran yang dijalankan. Guru juga memberi tutorial, yaitu menunjukkan jalan/cara/metode yang dapat membantu siswa menelusuri dan menemukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Guru juga sangat perlu memberi umpan balik, yaitu memonitor dan mengoreksi jalan pikiran/hasil kinerja siswa agar mencapai sasaran yang optimum sesuai kemampuannya.
Khusus dalam tujuan peningkatan hasil ujian nasional untuk kelas IX, yang notabene penilaian proses “relative dikesampingkan” dan memfokuskan pada penilaian produk dan peningkatan kemampuan “menghafal” dan “menyelesaian soal”, maka hendaknya guru lebih memilih model pembelajaran yang masih tetap berpegang pada keaktifan siswa, namun mengarah kepada tujuan utama tersebut. Alternatif model pembelajaran yang bisa dipilih guru, seperti PBI (contoh analisis konsep, RPP dan lembar penilaian terlampir), bisa juga guru memilih learning strategies seperti pembuatan conceps map (contoh terlampir), main conceps atau reciprocal teaching.
Guru sebagai fasilitator memberikan sumber belajar berupa buku ajar atau hand out, kemudian siswa diminta membaca dan berlatih tiga keterampilan mendasar tentang pemahaman konsep, yaitu meringkas (merangkum), mengajukan pertanyaan dan menjelaskan (mengklarifikasi) masalah.







 
BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, teknik atau prosedur. Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran bila dilihat dari proses pengajaran atau materi pengajaran itu dikelola. Contoh pendekatan CBSA, kontekstual, induktif, deduktif, spiral, pemecahan masalah, matematika realistik. Strategi pembelajaran adalah cara guru memotivasi siswa agar berpartisipasi, mengelola kelas sehingga pembelajaran berjalan sebagaimana mestinya, dan mengatur materi kurikulum. Metode mengajar adalah cara mengajar atau menyampaikan (memberikan) materi pelajaran kepada siswa yang kita ajar. Contoh metode: ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan dan lain-lain. Teknik dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Sedangkan Model pengajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Pola urutan dari macam-macam model pengajaran memiliki komponen yang sama.
Berdasarkan karakteristik dari setiap model pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil (1986: 31) mengklasifikasi model-model pembelajaran kedalam empat rumpun model, yaitu model pembelajaran memproses informasi, model pembelajaran sosial, model pembelajaran personal, dan model pembelajaran sistem perilaku.

72
 
Terdapat banyak metode yang ada di lingkungan pendidikan, sebagai contoh dilihat dari kegunaan metode mengajar terbagi menjadi 3 bagian yaitu (1) metode untuk kelompok/klasikal yang terdiri dari metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, kerja kelompok, karya wisata, studi proyek, dan lain sebagainya, (2) metode untuk bermain yang terdiri dari role playing, simulasi, flash bowl, perahu penyelamat, kartu-kartu konsep, dan lain sebagainya, dan (3) metode untuk individual yang terdiri dari belajar tuntas, paket mini, modul, drill/latihan.
Jenis Ragam Metode mengajar dari Segi Strategi terbagi menjadi 2 yaitu metode untuk strategi Ekspository yang terdiri dari ceramah dan demonstrasi, dan metode untuk strategi Inquiry/Discopery yang terdiri dari tanya jawab, simulasi/pengamatan dan Percobaan, diskusi, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan latihan/drill.
Sedangkan dilihat dari domain/ ranahnya dibagi menjadi tiga yaitu domain kognitif dapat dilakukan dengan metode diskusi, ceramah, partisipatori, problem solving, seminar , domain afektif dapat dilakukan dengan metode role playing, games, VCT,  pengkondisian modeling dan lain-lain, dan domain psikomotor dapat dilakukan dengan metode simulasi sosiodrama, study proyek, demonstrasi, latihan dan lain-lain. Namun pada makalah ini kami sajikan hanya beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran.
Penerapan model pembelajaran secara benar mengikuti sintaknya serta sesuai karakter materi, serta karakter siswa, maka penerapan model pembelajaran yang tentu saja didahului dengan suatu pengembangan diharapkan mampu meningkatkan penguasaan teknologi pembelajaran, karena kemandirian aktif siswa dalam belajar.
Pembelajaran dengan pendekatan SCL memiliki ciri-ciri : mengutamakan tercapainya kompetensi siswa; memberikan pengalaman belajar siswa; siswa harus dapat menunjukkan belajar/kinerjanya; pemberian tugas menjadi pokok dalam belajar siswa/kinerja siswa; siswa mempresentasikan penyelesaian tugasnya, dibahas bersama, dikoreksi, dan diperbaiki; penilaian proses sama pentingnya dengan penilaian hasil.

B.  Saran
Beberapa penyebab rendahnya penguasaan itu dapat berasal dari faktor pembelajaran guru, sifat bahan belajar yang menuntut aktivitas kognitif yang bukan sekedar mekanistik, dan karakter serta kondisi kepribadian siswa. Faktor yang dapat dimanipulasi sehingga diharapkan dapat membantu pengembangan performansi siswa dalam menyerap materi yang diajarkan dan dapat dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari adalah metode guru. Sehingga dengan mengerti model dan metode pembelajaran guru dapat mengambil model dan metode yang tepat sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil pencapaian, dan tujuan pembelajaran yang dipersyaratkan.
Guru dapat memodifikasi berbagai jenis metode yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh setiap materi yang diajarkan, sehingga metode lebih bervariasi dan siswa tidak jenuh. Dengan berbagai metode ini dapat dijadikan salah satu cara peragaman penilaian terhadap penguasaan materi sehingga minimal mengetahui kemampuan siswa.

























 
DAFTAR RUJUKAN

Abimanyu, Soli, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Amin, M. Taufic. 2009. Inovasi Pendidikan melalui Problema Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ambarita, Alben. 2012. Pengembangan Model Realistic Mathematics Education pada Pembelajaran Operasi Bilangan Bulat, KPK, dan FPB di SD. Jurnal Sekolah Dasar, 21 (1): 51-65.

Anitah W, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Arends, Richardl. 1997. Classroom Instructional Management. New York: The McGraw-Hill Company.

Atmoko, Adi. 2012. Praktik Gaya Asuh pada Komunitas Jawa Implementasi Bagi Pembelajaran SD. Jurnal Sekolah Dasar, 21 (1): 25-41.

Djamarah, Bahri, Syaiful. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.

Harsiati, Titik. 2012. Kajian Kritis Terhadap Penerapan Bahan Ajar Aflaton sebagai Bahan Ajar Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar, 21 (1): 9-24.

Joyce, Bruce, Marsha Weil dan Emily Colhoun. 1986. Model-Model Pengajaran. Terjemahan Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kardi, S. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Surabaya University Press.

Lestari, Erita Febri, dkk. 2013. Model dan Metode Pembelajaran. Makalah disajikan dalam perkuliahan strategi pembelajaran, Prodi PGSD, Jurusan KSDP UM, Malang.

Miaz, Yalvema. 2012. Pembelajaran Kooperatif  Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa SD. Jurnal Sekolah Dasar, 21 (1): 66-73.

75
 
 


Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin: Scripta Cendekia.
Tim Dosen BPF. 2011. Model Pembelajaran IPS, (online), (http://sertifikasiguru.unm.ac.id/Model%20Pembelajaran/34.%20Model%20Pembelajaran%20IPS.pdf), diakses 26 September 2013.
Tim Dosen BPF. 2011. Model Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar, (online), (http://sertifikasiguru.unm.ac.id/Model%20Pembelajaran/10-11%20Model%20Pembelajaran%20SD.pdf), diakses 26 September 2013.
Tjokrodihardjo, S. 2000. Modul: Diskusi Kelas. Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurilum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tumardi. 2012. Pembelajaran Matematika Materi Soal Cerita dengan Strategi Scaffolding di Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar, 21 (1): 42-50.

Winarno, Surachmad. 1980. Metodologi Pengajaran Nasional. Jakarta: Jemmars.

Yamin, Riyanto. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran: sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

............2012. Contextual Teacing and Learning, (online), (http://weblogask.blogspot.com/2012/03/contextual-teacing-and-learning-ctl.html), diakses 26 September 2013.

............2012. Cooperative Learning, (online), (http://weblogask.blogspot.com/2012/03/cooperative-learning.html), diakses 26 September 2013.

............2012. Direct Learning, (online), (http://weblogask.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-langsung-dl-direct.html), diakses 26 September 2013.

............2012. Problem Based Learning, (online), (http://weblogask.blogspot.com/2012/03/problem-based-learning-pbl.html), diakses 26 September 2013.

………2013. Pendekatan Scientific dalam Kurikulum 2013, (online), (http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html), diakses tanggal 8 desember 2013)


No comments:

Post a Comment