|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan tersebut, dewasa ini diserukan pendidikan karakter. Salah
satu jalan penanaman pendidikan karakter tersebut adalah melalui manajemen
sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan pengitegrasian kedalam mata pelajaran
(Harsiati, 2012: 9).
|
Sekolah Dasar menduduki posisi sebagai pendidikan
dasar yang melandasi jenjang pendidikan selanjutnya (UU no. 20, th 2003, pasal
17 ayat 1). Ini berarti kualitas output SD
sangat menentukan kualitas input bagi
pendidikan selanjutnya, yang ujung tombak pemrosesan kualitas tersebut adalah proses
pembelajaran. Pembaharuan pembelajaran, termasuk di SD, diarahkan pada proses
pembelajaran yang mendidik dan dialogis (UU no. 20, th 2003, penjelasan umum).
Hal itu dipertegas lagi dalam standar nasional pendidikan yaitu proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk aktif
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. (PP RI no 19, th 2005, pasal 19). Pembaharuan
tersebut terkait dengan perubahan global sejak abad 21 yang oleh Jacobs (dalam
Atmoko, 2012: 31) merupakan abad global yang menuntut tujuan pembelajaran dan
perubahan kurikulum, sehingga diperlukan pendidikan dasar yang baik baik
kepentingan anak didik untuk menghadapi masa depan yang berimplikasi pada
pelaksanaan pembelajaran bukan sekedar proses menyampaikan ilmu, melainkan juga
mengenal dan mengarahkan watak anak agar bisa mandiri.
Kenyataannya, sebagian besar proses
belajar mengajar di SD saat ini masih bersifat mengulang, banyak tugas yang
diberikan guru yang membebani siswa, dan lebih bersifat ritual atau bahkan
formalitas. Oleh sebab itu, penguasaan materi siswa pada umumnya rendah karena
tidak dilakukan penanaman melainkan transfer belajar. Beberapa penyebab
rendahnya penguasaan itu dapat berasal dari faktor pembelajaran guru, sifat
bahan belajar yang menuntut aktivitas kognitif yang bukan sekedar mekanistik,
dan karakter serta kondisi kepribadian siswa. Faktor yang dapat dimanipulasi
sehingga diharapkan dapat membantu pengembangan performansi siswa dalam
menyerap materi yang diajarkan dan dapat dilakukan siswa dalam kehidupan
sehari-hari adalah metode guru (Tumardi, 2012: 42). Pengalaman yang dilakukan
siswa dalam pembelajarannya dapat lebih bermakna bagi dirinya, apabila siswa
dilibatkan dalam menemukan berbagai konsep. Banyak guru yang mengeluh karena
anak didiknya mendapat kesulitan dalam belajar materi tertentu atau dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi tersebut. Karena itu diperlukan
model pembelajaran yang tepat agar anak dapat belajar secara nyata (Ambarita,
2012: 52).
Untuk menciptakan manusia yang
berkualitas dan berprestasi tinggi maka siswa harus memiliki prestasi yang baik.
Prestasi atau hasil belajar merupakan tolak ukur maksimal yang telah dicapai
siswa setelah melakukan proses belajar selama waktu yang telah ditentukan
bersama. Dalam suatu lembaga pendidikan, prestasi belajar merupakan salah satu
indikator penting untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar. Tinggi
rendahnya prestasi siswa banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, disamping
proses pengajaran itu sendiri. Bagaimanapun dewasa ini masih banyak keluhan
terdengar terhadap kualitas pendidikan yang masih rendah dibandingkan dengan
negara lain. Tantangan besar itu tentunya harus dijawab melalui usaha
terus-menerus meningkatkan prestasi pendidikan. Upaya itu dapat dilakukan di
sekolah dengan berbagai terobosan, inovasi pendidikan. (Miaz, 2012: 66).
Hal yang dapat dilakukan oleh
seorang guru adalah menggunakan model dan metode yang tepat sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator pencapaian keberhasilan, dan tujuan pembelajaran yang
dipersaratkan oleh setiap materi yang akan diajarkan. Selain itu, setiap guru
juga memperhatikan keefektifan pembelajaran. Keefektifan pembelajaran adalah
hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (Sadiman dalam
Trianto, 2009: 20).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah
dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apakah
pengertian model pembelajaran?
2. Bagaimana
penggolongan rumpun model pembelajaran menurut Bruice Joyce dan Marsha Weil?
3. Apa
sajakah jenis-jenis model pembelajaran?
4. Apakah
pengertian dari metode pembelajaran?
5. Apa
sajakah jenis-jenis metode pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
Dari latar belakang masalah yang
telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Menjelaskan
pengertian model pembelajaran.
2. Menjelaskan
tentang penggolongan rumpun model pembelajaran menurut Bruice Joyce dan Marsha
Weil.
3. Menjelaskan
jenis-jenis model pembelajaran.
4. Menjelaskan
pengertian dari metode pembelajaran.
5. Menjelaskan
jenis-jenis metode pembelajaran.
|
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pembelajaran
Istilah model diartikan sebagai
barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya, seperti globe adalah model
dari bumi tempat kita hidup. Model dimaknakan sebagai suatu obyek atau konsep
yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan
dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif (Meyer, W.J dalam
Trianto, 2009: 21). Sebagai contoh, model pesawat terbang, yang terbuat dari
kayu, plastik, dan lem adalah model nyata dari pesawat terbang. Contoh lain adalah
ide politik, opini publik diibaratkan sebagai sebuah pendulum (bandul yg bergantung pd seutas tali
(rantai dan sebagainya) atau gantungan yg relatif panjang) sebab ia
berubah-ubah tiap periodiknya dari kiri ke kanan begitu terus berkelanjutan.
Secara terminologi dapat dikatakan bahwa pendulum adalah model untuk opini
publik. Model
dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi atau
analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak
dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan
inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu
obyek atau peristiwa, (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem
kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, (5) suatu deskripsi dari
suatu sistem yang dimungkinkan atau imajiner, dan (6) penyajian yang diperkecil
agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.
|
Pengertian
klasik tentang pembelajaran adalah merancang dan menciptakan lingkungan-lingkungan
(Joyce, 1986: 29). Suatu model pembelajaran merupakan gambaran suatu lingkungan
pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model
diterapkan. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain.
Sehingga model pembelajaran dapat
dipahami sebagai sesuatu yang tidak terjadi secara kebetulan, melainkan
didesain sedemikian rupa agar pelaksanaan proses pembelajaran terstruktur,
sistematis, dan mampu meningkatkan partisipasi aktif peserta didik sesuai dengan
situasi dan kebutuhan, serta tujuan tertentu. Sebagai desain pelaksanaan proses
pembelajaran, model pembelajaran meskenariokan strategi dan metode pembelajaran
sesuai pendekatan yang digunakan. Penggunaan strategi, media dan pendekatan
yang digunakan untuk pembelajaran akan memberi label dari model pembelajaran
tersebut (http://sertifikasiguru.unm.ac.id/Model%20Pembelajaran/34.%20Model%20Pembelajaran%20IPS.pdf).
Berkenaan dengan model pembelajaran
ini, masing-masing ahli ada perbedaan pendapat, berbeda penekanannya, maka
model pembelajarannya juga mengalami perbedaan. Walaupun nampak juga
persamaan-persamaan dalam model mereka. Beberapa model yang ditawarkan oleh
para ahli, misalnya model desain sistem instruksional dari Banathy yang
mengandung enam unsur yaitu: 1) perumusan tujuan, 2) mengembangkan tes, 3)
menganalisis kegiatan belajar mengajar, 4) menyusun pola system, 5)
melasksanakan test output, dan 6) merubah untuk memperbaiki.
Model desain pembelajaran dari
vermon S. Gerlach, Donal F. Ely yang mengandung sepuluh unsur, yaitu: 1)
pengkhususan tujuan pengajaran, 2) menyeleksi isi pelajaran, 3) mengakses
kemampuan dasar murid, 4) strategi yang akan dilaksanakan, 5) mengorganisasikan
murid ke dalam kelompok-kelompok, 6) alokasi waktu, 7) alokasi unit tempat-tempat
belajar, 8) menyeleksi sumber-sumber belajar yang tepat, 9) mengevaluasi penampilan
guru dan siswa dan , 10) suatu analisis bahan umpan balik oleh guru dan murid.
Arends (1997:7) menyatakan, “ The term teaching model refers to a
particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management system”. Instilah model pembelajaran mengarah
pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistempengelolaannya.
Jadi, model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pendidik dalam merencanakan aktivitas belajar-mengajar.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
strategi, metode, teknik atau prosedur. Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh
guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran bila dilihat dari proses
pengajaran atau materi pengajaran itu dikelola. Contoh pendekatan CBSA,
kontekstual, induktif, deduktif, spiral, pemecahan masalah, matematika realistik.
Strategi pembelajaran adalah cara guru memotivasi siswa agar berpartisipasi,
mengelola kelas sehingga pembelajaran berjalan sebagaimana mestinya, dan
mengatur materi kurikulum. Metode mengajar adalah cara mengajar atau
menyampaikan (memberikan) materi pelajaran kepada siswa yang kita ajar. Contoh
metode: ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan dan lain-lain. Teknik dapat diatikan
sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode
secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah
siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara
teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah
siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan
kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat
berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Sedangkan Model pengajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap
keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan
pembelajaran. Pola urutan dari macam-macam model pengajaran memiliki komponen
yang sama. (http://nunuksuryani.staff.fkip.uns.ac.id/files/2013/03/strategi-model-metode.pdf)
Sebagai ilustrasi, saat ini banyak
remaja putri menggunakan model celana Jablai yang terinspirasi dari lagu
dangdut dan film Jablai. Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan
celana model lain meskipun dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik
yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada sajian, bentuk, warna, dan
disainnya. Kembali ke pembelajaran, guru dapat berkreasi dengan berbagai model
pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa.
Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah lain
meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Gambar
2.1 Hubungan Model, Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran
Oleh karena itu, guru perlu
menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat
pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat
dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan
pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran.
Model pembelajaran mempunyai empat
ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri
tersebut ialah:
1. Rasional
teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
akan dicapai).
3. Tingkah
laku mengajar yang diperlakukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil.
4. Lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan
Nur, 2000: 9).
Berbicara lebih jauh tentang model
pembelajaran ini, Marsha Weil dan Bruce Joyce (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 132)
mengemukakan beberapa key ideas yang perlu kita pahami sebagai komponen
suatu model pembelajaran :
1.
Sintaks (Syntax)
daripada model, yaitu langkah-langkah, fase-fase, atau urutan kegiatan
pembelajaran. Jadi sintaks itu adalah deskripsi model dalam action.
Setiap model mempunyai sintaks atau struktur model yang berbeda-beda. Sebagai
contoh dapat kita bandingkan sintaks 2 (dua) model yang berbeda sebagai
berikut:
Model
|
Fase
I
|
Fase
II
|
Fase
III
|
A
|
Penyajian
Konsep
|
Penyajian
data
|
Menghubungkan
data dengan konsep-konsep
|
B
|
Penyajian
Data
|
Mengadakan
Kategorisasi oleh Pendidik
|
Identifikasi
konsep
|
Tabel 2.1 Model Sintaks
Dengan
perbandingan fase-fase kegiatan dari pada model-model tersebut maka dapat
diidentifikasi perbedaan-perbedaan operasional di antara berbagai model
sehingga jelas pula peranan apa yang harus dilakukan pembelajar agar model
dapat berfungsi.
2.
Prinsip Reaksi
(Principle
of Reaction)
Prinsip Reaksi yaitu reaksi pembelajar
atas aktivitas-aktivitas pebelajar. Dalam contoh model B di atas mungkin selama
fase II (dua) pembelajar memberi contoh cara menyusun konsep, dan memberanikan
pebelajar membandingkan konsep-konsep mereka. Tetapi dalam beberapa model
mungkin pembelajar terlibat langsung bersama pebelajar menyeleksi konsep-konsep
itu serta membantu mereka dalam kegiatan-kegiatannya. Jadi prinsip reaksi itu
akan membantu memilih reaksi-reaksi apa yang efektif dilakukan pebelajar.
(dalam Tim Dosen BPF. 2011: 133)
3. Sistem-Sosial (social
system)
Sistem
sosial ini mencakup, 3 (tiga) pengertian utama yaitu deskripsi rnacam-macam
peranan peserta didik dan pendidik, deskripsi hubungan hirarkis/ otoritas
peserta didik dan pendidik, deskripsi macam-macam kaidah untuk mendorong
pendidik. Sistem sosial sebagai unsur model agaknya kurang berstruktur
dibandingkan dengan unsur sintaks. (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 133)
4. Sistem Pendukung (Support
System)
Sistem
pendukung ini sesungguhnya merupakan kondisi yang dibutuhkan oleh suatu model.
Jadi, bukanlah model itu sendiri. Sistem pendukungnya bertolak dari
pertanyaan-pertanyaan dukungan apa yang dibutuhkan oleh suatu model agar
tercipta lingkungan khusus. Dalam hubungan ini, sistem pendukung itu berupa
kemampuan/keterampilan dan fasilitas-fasilitas teknis. Sistem pendukung
diturunkan dari dua sumber yaitu kekhususan-kekhususan peranan pembelajar dan
tuntutan pebelajar. (dalam Tim Dosen BPF. 2011: 133)
Dalam
proses pembelajaran umumnya membutuhkan transkrip atau deskripsi peristiwa
pembelajaran bagi pengguna model-model tertentu. Di samping itu dibutuhkan pula
analisis kesulitan pelajaran dan analisis kesulitan-kesulitan khusus penggunaan
model. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa setiap model mempunyai kegunaan
utama di samping kegunaan-kegunaan lainnya yang dapat diterima. Dalam hal ini
beberapa model didesain untuk tujuan-tuijuan yang amat spesifik dan beberapa
lainnya dapat dipergunakan secara umum.
Penggunaan
model manapun harus dapat memberi efek belajar bagi pebelajar. Efek belajar ini
dapat berupa direct atau instructional effects atau berupa indirect
atau nurturant effect. Instructional effects adalah pencapaian
tujuan sebagai akibat kegiatan-kegiatan instruksional. Biasanya beberapa
pengetahuan/ketrampilan. Sedangkan nurturant effect adalah efek-efek
pengiring yang ditimbulkan model karena pebelajar menghidupi (living in)
sistem lingkungan belajar, misalnya kemampuan berpikir kreatif sikap terbuka
dan sebagainya. Seorang pembelajar memiliki model atau strategi pembelajaran
karena ingin mencapai instructional effects dan nurturant effects. Hal
ini dapat kita lukiskan ke dalam diagram sebagai berikut:
Gambar 2.2. Instructs
dan Nurtures
Bila
kita punya pilihan model/strategi lebih dari satu untuk mencapai tujuan pembelajaran,
maka kita akan memilih satu di antaranya yaitu model atau yang nurturant
effectsnya dapat memperkuat (reinforce) bagi instructional effects
(dalam Tim Dosen BPF. 2011: 134). Berikut ini sebagai ilustrasi
dapat kita lihat ke dalam diagram sebagai berikut :
Dari
lukisan di atas bila kita beranggapan model-model tersebut mempunyai efisiensi
yang sama, maka mungkin kita akan memilih Model I karena instructional
effects dan nurturant effectsnya memperkuat satu sama lain disamping
tak ada efek sampingan yang tak kita inginkan. Boleh jadi dalam memilih suatu
model kita mendasarkan atas nurturant effects yang akan dicapai. Dalam
hal ini suatu gerakan di bidang pengajaran yaitu "Progressive Movement"
menekankan perlunya mengajarkan academic subject melalui proses
demokratis, karena cara demikian akan menghasilkan tingkah laku dan warga
negara yang demokratis serta perolehan pengetahuan/ketrampilan demokratis (instrucsional
effects). Situasi pengajaran yang dimaksud dapat dilukiskan ke dalam
diagram sebagai berikut :
Gambar 2.3.
Proses pengajaran dengan sistem demokrasi
B. Penggolongan Rumpun Model
Pembelajaran
Berdasarkan hasil kajian terhadap
berbagai model pembelajaran yang secara khusus telah dikembangkan dan di tes
oleh para pakar dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, Joyce dan Weil
mengintrodusir sejumlah model pembelajaran. Setiap model pembelajaran tersebut
masing-masing memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dari model
pembelajaran yang lain. Berdasarkan karakteristik dari setiap model
pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil (1986: 31) mengklasifikasi model-model
pembelajaran kedalam empat rumpun model, yaitu :
1. Kelompok
Model Pembelajaran Memproses Informasi (The
Information-Processing Family)
Model pemrosesan informasi
menekankan pada cara-cara meningkatkan dorongan alamiah manusia untuk membentuk
makna tentang dunia (sense of the world)
dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-masalah dan menghasilkan
solusi-solusi yang tepat serta mengembangkankonsep dan bahasa untuk mentransfer
solusi/ data tersebut (Joyce dan Weil, 1986: 31). Beberapa model dalam kelompok
ini menyediakan informasi dan konsep pada para pembelajar, beberapa lagi
menekankan susunan konsep dan pengujian hipotesis dan beberapa yang lain
merancang cara berpikir kreatif serta hanya sedikit yang merancang untuk
meningkatkan kemampuan intelektual pada umumnya.
Yang termasuk kedalam kelompok ini
antara lain :
a. Berpikir
Induktif (Induktive Thinking)
Kemampuan dalam menganalisis
informasi dan membuat konsep berpikir induktif (inductive thinking) pada umumnya dianggap sebagai keterampilan
berpikir yang fundamental. Model yang dihadirkan disini merupakan kajian dari
Hilda Taba (1966) sebagaimana peneliti lain yang telah mengkaji bagaimana
mengajari siswa dalam mencari dan mengolah informasi, membuat dan menguji
hipotesis yang menggambarkan hubungan antardata (Joyce dan Weil, 1986:
31).
Model ini memaparkan cara belajar
peserta didik untuk mendapatkan dan mengolah informasi, serta menciptakan dan
menguji hipotesis yang mendeskripsikan hubungan di antara serangkaian data.
Model ini dapat digunakan untuk berbagai kurikulum secara luas, misalnya studi
tentang masyarakat, bangsa, dan sejarah yang memerlukan belajar konsep.
Pengorganisasian informasi sangat penting dalam kurikulum, yang mengajarkan
berpikir induktif dan merupakan model yang sangat penting untuk belajar dan
mengajarkan berbagai bidang sosial (Anitah, 2009: 3.18).
Seperti
yang dikutip dari Lestari (2013: 115-116), langkah mengajar sesuai model
berpikir induktif pada mata pelajaran IPA kelas V Sekolah Dasar. Dengan pokok
bahasan Makhluk
Hidup (Ciri-ciri
makhluk hidup dan Penggolongan
makhluk hidup).
Urutan Langkah Mengajar
No.
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.
|
Mengumumkan
bahasan “maakhluk hidup” seminggu sebelumnya. Meminta siswa membawa
biji-bijian, menyiapkan tumbuhan dan hewan yang akan dipelajari.
|
Menyaiapkan
biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan hewan yang akan dipelajari.
|
2.
|
Membuka
pelajaran dengan meminta siswa menceritakan pengalamannya dengan
tumbuhan-tumbuhan, hewan dan menusia. Guru memberikan komentar seperlunya dan
menarik perhatian siswa pada bahasan.
|
Beberapa siswa
mengemukakan pengalaman dengan makhluk hidup.
|
3.
|
Membagi lembaran kerja dan membagi
tugas individu dan kelompok. Mengumumkan jadwal belajar di kelas, tempat
tumbuhan dan hewan.
|
Menerima lembar kerja
dan belajar secara individual atau kelompok.
|
4.
|
Meminta
siswa untuk mengamati, mengukur, mencatat, mengenali biji-bijian,
tumbuh-tumbuhan, dan hewan sejak awal pelajaran, selama pelajaran dan akhir
pelajaran.
|
Mengamati, mengukur,
memperlakukan, mencatat secara cermat sejak awal samapai akhir pelajaran (8 x
2 jam/minggu belajar)
|
5.
|
Meminta
siswa untuk mengumpulkan fakta, membandingkan, mengenali ciri-ciri,
menggolongkan data tentang biji-bijian, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
|
Mengumpulkan fakta,
mengenali persamaa, perbedaan, membandingkan dan menggolongkan data.
|
6.
|
Meminta
siswa untuk menarik kesimpulan tentang ciri-ciri biji-bijian, tumbuh-tumbuhan
dan hewan.
|
Menarik kesimpulan
tentang ciri-ciri bijian, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
|
7.
|
Meminta
siswa untuk menarik kesimpulan umum tentang ciri-ciri kehidupan
tumbuh-tumbuhan dan hewan.
|
Mkesimpulan umum
tentang ciri-ciri kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
|
8.
|
Meminta
siswa untuk membuat ramalan tentang ciri-ciri kehidupan tumbuh-tumbuhan dan
hewan
|
Membuat
ramalan tentang ciri-ciri kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
|
9.
|
Meminta siswa untuk menarik kesimpulan
umum tentang ciri-ciri makhlik hidup dan menggolongkan makhluk hidup.
|
Menarik kesimpulan
umum tentang ciri-ciri makhlik hidup dan menggolongkan makhluk hidup.
|
10.
|
Meminta siswa untuk memeriksa kembali, pengertian,
kesimpulan, dan ramalan-ramalan.
|
Memeriksa kembali, pengertian, kesimpulan, dan
ramalan-ramalan.
|
b. Penemuan
Konsep (Concept Attainment)
Model ini memberikan cara yang
efektif untk penyajian informasi yang terorganisasi dan topik-topik yang
berskala luas kepada peserta didik pada setiap tahap perkembangan. Model ini
ditempatkan di sini karena memberikan cara penyajian dan klarifikasi
konsep-konsep serta peserta didik agar menjadi lebih efektif dalam pengembangan
konsep. (Anitah, 2009: 3.18).
Seperti
yang dikutip dari Lestari (2013: 123-125), langkah mengajar sesuai model
berpikir induktif pada mata pelajaran PKn kelas II Sekolah Dasar. Dengan pokok
bahasan saling
mengasihi dan menyayangi sesama
manusia
Urutan Langkah Mengajar
No.
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.
|
Mengumumkan
bahasan “Saling mengasihi dan menyayangi”
seminggu sebelumnya. Guru memilih pengertian-pengertian “senang,
hormat, patuh, sayang dengan lawannya” dan memilih narasumber yang dapat
dijadikan teladan.
|
Menyaiapkan diri
membaca buku paket, dan bacaan lain sebelumnaya pelajaran dimulai.
|
2.
|
Membuka
pelajaran dengan meminta siswa menceritakan pengalamannya. Guru memberikan
komentar. Guru memusatkan perhatian pada pokok bahasan.
|
Beberapa siswa
menceritakan pengalaman berhubungan dengan orang lain.
|
3.
|
Guru menunjukkan perilaku hubungan
yang dikenal sebagai “senang, hormat, patuhdan sayang” denagan “susah, yidak
hormat, benci, melawan”
|
Siswa mengenali dan
menunjukkan perilaku yang tergolong pada “senang, hormat, patuhdan sayang”
denagan “susah, yidak hormat, benci, melawan”
|
4.
|
Guru meminta siswa untuk membaca buku paket,dan
cerita yang berisi perilaku tersebut. Sebagai contoh Bawang Merah dan Bawang
putih.
|
Siswa membca cerita tentang perilaku tersebut
seperti Bawang Merah dan Bawang putih.
|
5.
|
Guru
meminta siswa untuk menunjukkan ciri-ciri senang, hormat, patuh, dan sayang”
dan lawannya.
|
siswa menunjukkan ciri-ciri senang, hormat,
patuh, dan sayang” dan lawannya. Siswa mencatat ciri-ciri tersebut.
|
6.
|
Guru
meminta siswa bermain peran.
|
siswa mermainkan
peran.
|
7.
|
Guru
meminta siswa untuk memeriksa kebenaran ciri-ciri perilaku senang, hormat,
patuh, dan sayang” dan lawannya.
|
Memeriksa kebenaran
ciri-ciri perilaku senang, hormat, patuh, dan sayang” dan lawannya.
|
8.
|
Meminta
siswa untuk mencari padana kata atau membuat batasan tentang perilaku
tersebut.
|
Mencari
padana kata atau membuat batasan tentang perilaku tersebut.
|
9.
|
Meminta siswa untuk
mengguanakan ciri-ciri perilaku atau batasan perilaku tersebut untuk
menggolongkan perilaku dalam buku cerita.
|
Menggunakan dan
mengenali ciri-ciri perilaku atau batasan perilaku tersebut untuk
menggolongkan perilaku dalam buku cerita.
|
10.
|
Meminta siswa untuk memperbaiaki pengertian,
kesimpulan batasan, ramalan sebab akibat sehubungan dengan perilaku tersebut.
|
Memperbaiaki pengertian, kesimpulan batasan,
ramalan sebab akibat sehubungan dengan perilaku tersebut..
|
11.
|
Gurumemberikan penjelasan dan menegaskan
pentingnya “saling mengasihi dan menyayangi” dalam kehidupan manusia.
|
Siswa memperhatikan penjelasan guru.
|
c. Model
Induktif Kata-Bergambar (Picture-Word
Inductive Model)
Dikembangkan oleh Emily Calhoun
(1999) dan dirancang dari suatu penelitian tentang bagaimana siswa tidak hanya
bisa tahu huruf pada huruf cetak, khususnya melusi dan membaca, tetapi juga
bagaimana mendengarkan dan mengucapkan kosa kata yang telah dikembangkan. Model
ini memadukan model berpikir induktif dan model penemuan konsep agar siswa
dapat belajar kata-kata, kalimat-kalimat, dan paragraf-paragraf (Joyce dan
Weil, 1986: 33).
d. Penelitian
Ilmiah (Scientific Inquiry)
Model ini dapat diterapkan untuk
memperkenalkan siswa-siswa baru tentang ilmu pengetahuan. Model ini juga
memiliki peranan penting pada pemerataan pembelajaran yang secara virtual dapat
menghilangkan disparitas gender dan mengurangi perbedaan status ekonomi (Joyce
dan Weil, 1986: 33). Peserta didik
dibawa ke proses ilmiah dan dibantu mengumpulkan serta menganalisis data,
mengecek hipotesis dan teori, serta mencerminkan hakikat pembentukan
pengetahuan (Anitah, 2009: 3.19).
e. Mnemonik
(Mnemonics)
Model ini merupakan suatu strategi
untuk mengingat dan mengasimilasi informasi. Guru dapat menggunakan ini untuk
membimbing penyajian materi. Di sini guru mengajar dengan suatu cara sehingga
peserta didik dapat dengan mudah menyerap informasi. Guru dapat menyajikan
alat-alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan belajar individual maupun
kooperatif tentang informasi dan konsep-konsep. Model ini juga dapat diterapkan
untuk bidang studi dalam kurikulum, dan karakteristik siswa dari berbagai unsur
(Anitah, 2009: 3.19).
f. Sinektik (Synectics)
Model ini dirancang untuk membantu
siswa memecahkan masalah dan menulis kegiatan-kegiatan, serta menambahkan
pandangan-pandangan baru pada topik-topik bidang ilmu yang luas. Di dalam
kelas, model ini diperkenalkan kepada siswa dengan serangkaian workshop sampai siswa dapat menerapkan
prosedur-prosedur secara individual maupun kelompok. Meskipun dirancang sebagai
stimulus langsung untuk berpikir kreatif, model ini memiliki dampak pengiring
untuk menampilkan kerja kolaboratif dan belajar keterampilan (Anitah, 2009:
3.19).
Seperti
yang dikutip dari Lestari (2013: 137-139), langkah mengajar sesuai model
berpikir induktif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV Sekolah Dasar.
Dengan pokok bahasan Mengenal Ki Hajar Dewantara.
Urutan Langkah Kegiatan Mengajar
No.
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.
|
Guru meminta siswa
untuk membaca dalam hati teks “Mengenal Ki Hajar Dewantara”, dan mengenal
kata-kata baru atau sukar.
|
Siswa membaca teks
dan mencatat kata-kata baru dan yang dianggap sukar.
|
2.
|
Guru bertanya agar
siswa melukiskan keadaan dan perilaku kehidupan Ki Hajar Dewantara sebagai
tokoh teladan dan bapak pendidikan nasional.
|
Siswa melukiskan
keadaan dan perilaku Ki Hajar Dewantara.
|
3.
|
Guru meminta siswa
untuk mengemukakan kata-kata baru dan membuat analogi dengan kata-kata baru.
Kata-kata baru itu misalnya: tokoh teladan, dibuang, rasa kebangsaan hari
pendidikan, dan yang lain.
|
Siswa mengemukakan
kata-kata baru dan membuat analogi. Sebagai ilustrasi kata serupa arti,
teladan = contoh, panutan, dibuang-dihukum keluar negeri, dan sebagainya.
.
|
4.
|
Guru meminta siswa
untuk membuat kalimat analog langsung, seperti “jika saya …, maka …”, dengan
menggunakan kata bangsawan, dibuang, wartawan, dan lainnya.
|
Siswa membuat analogi
langsung “jika saya anak bangsawan seperti Ki Hajar Dewantara, maka saya
tidak perlu dekat dengan rakyat” atau “jika saya seorang wartawan, maka saya
akan ikut memprotes”.
|
5.
|
Guru meminta siswa
untuk mencari informasi tentang bagaimana orang memperoleh penghasilan dan
membelanjakan uang, berurusan dengan bank, dan petugas pajak.
|
Siswa mengumpulkan
informasi dari narasumber, buku, majalah, surat kabar berkenaan dengan uang,
bank, dan pajak.
|
6.
|
Guru meminta siswa
untuk membuat kesimpulan tentang isi bacaan teks.
|
Siswa membuat
kesimpulan isi tentang “Mengenal Ki Hajar Dewantara”.
|
7.
|
Guru meminta siswa
untuk membuat karangan dengan judul pilihan seperti: (i) jika saya seorang
wartawan pada zaman Belanda seperti Suwardi Suryaningrat; (ii) jika saya
dibuang seperti Ki Hajar Dewantara; (iii) jika saya bersekolah pada zaman
penjajahan Belanda, dan judul yang lain.
|
Siswa membuat
karangan dengan memilih judul tertentu, seperti “jika saya seorang wartawan
pada zaman Belanda seperti Suwardi Suryaningrat”.
|
8.
|
Guru meminta
perhatian siswa untuk mengenali cara-cara membuat kalimat analogi. Seperti
penutup guru memberikan saran-saran untuk mengarang di kemudian hari.
|
Siswa mencatat
kalimat-kalimat analog dan berlatih setelah pelajaran selesai.
|
g.
Advance
Organizer
Model ini dirancang untuk
memberikan struktur kognitif kepada siswa untuk memahami materi melalui tatap
muka (kuliah), membaca, dan media yang lain. Model ini dapat diterapkan hampir
di semua materi dan untuk siswa berbai umur. Model ini juga dapat dengan mudah
dikombinasikan dengan model-model yang lain. Misalnya, ketika penyajian
dikombinasikan dengan kegiatan induktif (Anitah, 2009: 3.19).
Seperti
yang dikutip dari Lestari (2013: 127-129), langkah mengajar sesuai model
berpikir induktif pada mata pelajaran IPS kelas III Sekolah Dasar. Dengan pokok
bahasan Lingkungan Keluarga.
Urutan
Langkah Mengajar
No.
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.
|
Menjelaskan
tujuan pelajaran seperti pengenalan anggota inti keluarga, peringkat susunan
keluarga luas, tata tertib, sususnan, tata nilai, tempat tinggal dan
lingkungannnya.
|
Siswa mempelajari
tujuan pelajran dan memusatkan perhatian pada pokok bahasan.
|
2.
|
Mengemukakan
contoh-contoh anggota inti keluarga, peringkat susunan keluarga luas, tata
tertib, sususnan, tata nilai, tempat tinggal dan lingkungannnya. Contoh
tersebut berupa gambar, foto, atau kunjungan keluarga di sekitar sekolah.
|
Mempelajari
contoh-contoh pelajaran dengan membandingkan dengan pengalaman siswa dalam
keluarganya, timpat tinggal dan lingkungannya.
|
3.
|
Guru menbagi tugas belajar pada siswa
secra individual maupun kelompok. Tugas itu berupa menyusun anggota keluarga,
susunan anggota luas anggota keluarga, denah rumah, denah Rukun tetangga, dan
desa, denah hubungan anggota keluarga inti dan luas, dan tata tertib keluarga
dengan lingkungannya.
|
Siswa menerima tugas
belajar secara individu maupun kelompok. Siswa mengerjakan tugas.
|
4.
|
Guru menugaskan siswa dan membandingkan
antarkeluarga siswa dan denah rumah, tempat tinggal desa.
|
Siswa membandingkan keluarga siswa dalam kelas
yang bersangkutan.
|
5.
|
Guru
meminta siswa memperhatikan susunan keluarga inti, keluarga laus,denah tempat
tinggal.
|
Siswa memperhatikan bahan pengajaran dan
membandingkan dengan hasil tuganya.
|
6.
|
Guru
meminta siswa untuk mencocokkan hasil tugasnya dengan bahan teman dan dari
guru.
|
Siswa mencocokkan hasil tugasnya dengan bahan
teman dan dari guru.
|
7.
|
Guru
mengajarkan cara membandingkan dengan berpegang pada hal yang sama.
|
Siswa memperhatikan
cara membandingkan dan mencobanya dengan bahan tang ada.
|
8.
|
Guru
meminta siswa menjelaskan keluarga, susunan anggota keluarga inti dan luas,
tempat tinggal, denah, tempat hidup kemasyarakatan secara menyeluruh.
Guru memperbaiki penjelasan siswa bila
perlu.
|
siswa
menjelaskan keluarga, susunan anggota keluarga inti dan luas, tempat tinggal,
denah, tempat hidup kemasyarakatan secara menyeluruh.
|
2. Kelompok
Model Pembelajaran Sosial (The Social
Family)
Joice dan Weil (dalam Anitah, 2009:
3.16) mengatakan bahwa model-model sosial dirancang untuk menilai keberhasilan
dan tujuan akademik, termasuk studi tentang nilai-nilai sosial, kebijakan
publik, dan memecahkan masalah.
a. Mitra
Belajar (Partners in Learning)
Akhir-akhir ini banyak dikembangkan
belajar kooperatif yang merupakan kemajuan besar dalam pengembangan strategi
mengajar yang membantu siswa bekerja secara efektif. Prosedur belajar
kooperatif bertujuan untuk membantu siswa belajar lintas bidang studi dalam
suatu kurikulum, mengembangkan rasa percaya diri, keterampilan sosial dan
solidaritas, serta tujuan belajar akademik untuk memperoleh informasi dan
keterampilan melalui inkuiri dari suatu disiplin akademik (Anitah, 2009: 3.16).
b. Investigasi
Kelompok (Group Investigation)
Investigasi kelompok menekankan
pada rencana pengaturan kelas umum atau konvensional. Rencana tersebut meliputi
pendalaman materi yang terpadu secara kelompok, diskusi, dan perencanaan
proyek. Model ini merupakan bentuk sederhana dari belajar kooperatif. Pada
hakikatnya investigasi kelompok ini dapat digunakan untuk semua bidang studi,
dengan anak-anak dari berbagai umur, bahkan sebagai model sosial untuk seluruh
sekolah. Model ini dirancang untuk membimbing mendefinisikan masalah, dan
menggali berbagai pandangan tentang masalah tersebut. Studi bersama untuk
memperoleh informasi, ide, dan keterampilan-keterampilan yang secara stimultan
mengembangkan kompetensi sosial siswa. Guru mengorganisasikan proses kelompok
dan mendisiplinkannya, serta membantu siswa mengorganisasikan informasi
(Anitah, 2009: 3.16 - 3.17).
Seperti
yang dikutip dari Lestari (2013: 130-133), langkah mengajar sesuai model
berpikir induktif pada mata pelajaran IPS kelas V Sekolah Dasar. Dengan pokok
bahasan Lingkungan
Indonesia dengan Penduduknya.
Urutan Langkah Kegiatan Mengajar
No.
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.
|
Guru mengenalkan
kepulauan nusantara, yang kaya sumber alam, tetapi kekmuran tidak merata.
|
Siswa mendiskusikan
keterangan guru dan merumuskan mengapa terjadi ketimpangan kemakmuran.
|
2.
|
Guru membimbing siswa
untuk mempelajari ketidak merataan penduduk, keadaan alam, kesuburan tanah,
keterampilan mengelolah kekayaan alam, hubungan antara daerah, perilaku
ekonomi, adat-istiadat.
|
Siswa memerinci
masalah ketimpangan kemakmuran dilihat dari persebaran penduduk, keadaan
alam, kesuburan tanah, keterampilan teknik mengolah, hubungan antardaerah, perilaku
berekonomi, dan adat-istiadat.
|
3.
|
Guru bersama siswa
membagi masalah menjadi submasalah dan membagi siswa dalam kelompok. Sebagai
ilustrasi submasalahnya adalah (i) keadaan alam dan kesuburan tanah, (ii)
kepadatan penduduk, (iii) kekayaan alam dan pengolahan, (iv) hubungan
antardaerah, (v) petanian dan perkebunan, (vi) pabrik dan industry, (vii)
pendidikan. Siswa dibagi dalam delapan kelompok.
|
Siswa membagi masalah
menjadi submasalah dan berkelompok.
Ada delapan
submasalah dan delapan kelompok. Siswa bekerja secara berkelompok atau
individual. Misalnya ada yang membuat peta, mempelajari kesuburan tanah,
keadaan alam, transportasi antardaerah atau antarpulau, pabrik dan industry,
pertanian dan perkebunan, adat-istiadat, dan pendidikan.
|
4.
|
Guru meminta siswa
untuk mengatur jadwal belajar dan waktu penyerahan hasil belajar selama
delapan pertemuan. Sebagai ilustrasi (i) ke-1 sampai 3: pengumpulan bahan dan
belajar; (ii) minggu ke-4: laporan dan diskusi kelompok; (iii) minggu ke-5
sampai 6: belajar lanjut dan diskusi; (iv) minggu ke-7: penyelesaian tugas
dan laporan; (v) minggu ke-8: diskui kelas dan pameran.
|
Siswa belajar
mengatur jadwal belajar dan menyerahkan hasil belajar.
|
5.
|
Guru membimbing siswa
belajar menyelesaikan tugas, memantau kegiatan, mengevaluasi proses, memberi
informasi dan komentar.
|
Siswa belajar mandiri
atau berkelompok, meminta informasi, berdiskusi, membuat bagan, dan laporan.
|
6.
|
Guru membimbing
diskusi tentang pertanyaan “mengapa Indonesia memiliki kekayaan alam, tetapi
kemakmuran tidak merata?”.
|
Siswa menyusun
kembali rumusan pengertian dan kesimpulan.
|
7.
|
Guru memantau
penyelesaian tugas akhir, laporan, dan persiapan pameran.
|
Siswa memperbaiki
hasil tugas dan menyiapkan diskusi serta pameran kelas.
|
8.
|
Guru menutup
pelajaran dengan memberikan pujian dan saran serta perbaikan kelompok.
|
Siswa melakukan
penilaian diri secara berkelompok.
|
c. Bermain
Peran (Role Playing)
Dengan bermain peran, guru mengajak
siswa untuk memahami pengertian perilaku sosial, peranannya dalam interaksi
sosial, dan cara-cara memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara-cara yang
lebih efektif. Secara khusus, bermain peran membantu siswa mengumpulkan dan
mengorganisasikan informasi tentang isu-isu sosial, mengembangkan empati
terhadap orang lain dan berusaha untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa
(Anitah, 2009: 3.17).
d. Penelitian
Hukum (Jurisprudential Inquiry)
Dengan model ini siswa belajar berpikir tentang
kebijakan-kebijakan sosial. Studi tentang isu-isu sosial di masyarakat suatu
negara, di tingakt nasional maupun internasional dapat dipersiapkan bagi para
siswa. Model ini dirancang untuk tujuan tersebut, siswa mempelajari kasus-kasus
yang melibatkan maslah-masalah sosial dalam suatu wilayah yang dikaitkan dengan
kebijakan publik. Siswa diajak mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan
publik, juga disediakan pilihan-pilihan untuk pemecahannya (Anitah, 2009:
3.17).
3. Kelompok
Model Pembelajaran Personal (The Personal
Family)
a. Pengajaran
Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)
Dikembangkan dari teori konseling,
model ini menekankan kerja sama antara siswa dengan guru. Guru berusaha
membantu siswa memahami bagaimana memainkan peran utama dalam pencapaian
pendidikannya. Pada kesempatan untuk mencapai tujuan tersebut, guru menyediakan
informasi tentang seberapa jauh kemajuan yang dicapai dan membantu siswa
memecahkan masalah. Guru nondirektif secara aktif membangun kerja sama dengan
menyediakan bantuan yang diperlukan oleh siswa untuk mencari jalan ke luar dari
permasalahan yang dihadapi (Anitah, 2009: 3.20).
Model ini digunakan dengan beberapa
cara, pertama, digunakan sebagai dasar untuk seluruh model program pendidikan.
Kedua, dikombinasikan dengan model lain untuk meyakinkan bahwa kontak dilakukan
dengan siswa. Ketiga digunakan ketika siswa merencanakan proyek belajar mandiri
maupun kooperatif. Keempat digunakan secara periodik ketika memberikan
konseling kepada siswa menemukan jalan keluar tentang apa yang dipikirkan dan
diraskan siswa untuk dipahaminya.
b. Meningkatkan
Konsep Diri melalui Prestasi (Eenhancing
Self Concept through Achievement)
Karya Abraham Maslow digunakan
untuk membimbing suatu program dalam hal rasa harga diri dan kemampuan
aktualisasi diri. Guru menggali prinsip-prinsip yang dapat membimbing
kegiatan-kegiatan kerja sama dengan siswa untuk meyakinkan dan memberi gambaran
tentang pribadi siswa sebaik mungkin (Anitah, 2009: 3.21).
4. Kelompok
Model Pembelajaran Sistem Perilaku (The
Behavioral system Family)
a. Belajar
Menguasai (Mastery Learning) dan
Instruksi Terencana (Programmed
Instruction)
Model ini digunakan dengan beberapa
cara. Pertama materi yang dipelajari dipecah menjadi unit-unit dari yang
sederhana sampai ke kompleks. Materi-materi yang disajikan kepada siswa umumnya
dikerjakan secara individual, melalui media yang sesuai (bacaan, tape, kegiatan-kegiatan. Siswa
mengerjakan bagian demi bagian dengan cara maju berkelanjutan. Setelah suatu
unit selesai dipelajari, siswa diberi tes untuk mengetahui keberhasilan
belajar. Jika tidak dapat menyelesaikan unit tersebut, siswa dapat
mengulanginya atau mempelajari unit yang setara sampai keberhasilannya tercapai
(Anitah, 2009: 3.21).
b. Instruksi
Langsung (Direct Instruction)
Dari studi tentang perbedaan antara
guru mengajar yang lebih efektif dan yang kurang efektif, serta dari teori
belajar sosial, suatu paradigma untuk pembelajaran secara langsung disusun.
Pernyataan tujuan pembelajaran disampaikan secara langsung kepada siswa,
serangkaian kegiatan yang jelas berkaitan dengan tujuan, monitoring yang cermat
darikemajuan-kemajuan belajar, balikan tentang hasil belajar, serta
taktik-taktikuntuk penilaian yang lebih efektif dikaitkan dengan serangkaian
pedoman untuk memperoleh kegiatan belajar. (Anitah, 2009: 3.22).
c. Belajar
dari Simulasi (Simulation): Pelatihan
dan Latihan Diri
Model ini menggabungkan informasi tentang
keterampilan dengan demonstrasi, praktik, balikan, dan latihan sampai suatu
keterampilan dicapai. Simulasi dibentuk dari suatu deskripsi riil kehidupan
lingkungan yang lebih kecil diciptakan untuk situasi pembelajaran dan perlu
adanya elaborasi (Anitah, 2009: 3.22).
C. Model-Model
Pembelajaran
Berikut ini dijelaskan beberapa
jenis metode pembelajaran yang sering digunakan acuan dalam pembelajaran antara
lain.
1. Model
Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Pengetahuan yang bersifat informal
dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika
disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah
menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi,
latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode
ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi) (Ngalimun.2012:133).
Meski tidak ada sinonim dan
resitasi yang berhubungan erat dengan Model Pengajaran Langsung (MPL), tetapi
istilah model pengajaran langsung sering disebut juga dengan model pengajaran
aktif (active teaching model), training
nodel, mastery teaching, dan explicit instruction (Arend, 2001: 264;Kardi
& Nur, 2000:3)
Pengajaran langsung adalah suatu
model pengajaran yang bersifat teacher
center. Menurut Arends (1997), model peengajaran langsung adalah salah satu
pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa
yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah. Selain itu model pembelajaran langsung
ditujukan pula untuk membantu siswa mempelajari ketrampilan dasar dan
memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
Ciri-ciri model pengajaran langsung
(dalam Kardi & Nur, 2000:3) adalah adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh
model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar, sintaks atau pola
keseluuruhan dan alur kegiatan pembelajaran, dan sistem pengelolaan dan
lingkugan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu
dapat berlangsung berhasi. Selain itu, juga dalam pengajaran langsung hars
memenuhi suatu persyaratan, antara lain : (1) ada alat yang didemonstrasikan;
dan (2) harus mengikuti tingkah laku mengajar (sintaks).
Pada model pengajaran langsung
terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan
penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan
siswa untuk menerima penjelasan guru. Pengajaran langsung menurut Kardi (2000:
3), dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatiahn atau praktik, dan kerja
kelompok. Yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan
langsung oleh guru kepada siswa. Penyususnan waktu harus seefisien mungkin,
sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan.
Pada fase persiapan, guru
memotivasi siswa agar setiap menerima presentasi materi pelajaran yang
dilakuakn melalui demonstrasi tentang ketrampilan tertentu. Pembelajaran
dilakaukan dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan
dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa.
Pengajaran langsung mensyaratkan
tiap detail ketrampilan atau isi didefinisikan secara seksama dan demonstrasi
serta jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama (Kardi dan
Nur, 2000:8). Menurut Kardi dan Nur (2000: 8-9), meskipun tujuan pembelajaran
dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat
pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin
terjadinya keterlibatan siswa terutama melalui memerhatikan, mendengar dan
resitasi (tanya jawab) yang terencana. Hal ini tidak berarti bahwa pembelajaran
akan bersifat otoriter atau tanpa humor.
Sebagaimana halnya setiap mengajar,
pelaksanaan yang baik model pengajaran langsung memerlukan tindakan-tindakan
dan keputusan-keputusan yang jelas dari guru selama berlngsungnya perencanaan,
pada saat melaksanakan pembelajaran, dan waktu menialai hasilnya. Beberapa
diantara tindakan tersebut dapat dijumpai pada model-model pengajaran yang
lain, langkah-langkah atau tindakan tertentu merupakan ciri khusus pengajaran
langsung. Ciri utama unik yang terlihat dalam melaksanakan suatu pengajaran
langsung adalah sebagai berikut.
1. Tugas-tugas
perencanaan
Pengajaran langsung dapat
diterapkan di bidang studi apapaun, namun model ini paling sesuai untuk mata
pelajaran yang berorientasi pada penampilan atau kinerja seperti menulis,
membaca, matematika, musik, dan pendidikan jasmani. Di samping itu pengajaran
langsung juga cocok untuk mengajarkan komponen-komponen ketrampilan dari mata
pelajaran sejarah dan sains.
a. Merumuskan
tujuan
b. Memilih
isi
c. Melakukan
analis tugas
d. Merencanakan
waktu dan ruang
2. Langkah-langkah
pembelajaran model pengajaran langsung
Langkah-langkah
pembelajaran model pengajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola
pembelajaran secara umum. Menurut Kardi dan Nur (2000: 27-43), langkah-langkah
pengajaran langsung meliputi tahapan sebagai berikut :
a. Menyampaikan
tujuan dan menyiapkan siswa
b. Menyampaikan
tujuan
c. Menyiapkan
siswa
d. Presentasi
dan demonstrasi
e. Mencapai
kejelasan
f. Melakukan
demonstrasi
g. Mencapau
pemahaman dan penugasan
h. Berlatih
i. Memberikan
latihan terbimbing
j. Mengecek
pemahaman dan memberikab umpan balik
k. Memberikan
kesempatan latihan mandiri
Pembelajaran
langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan pembelajaran siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklarasi yang terstruktur dengan baik
dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Sintaks model pembelajaran
langsung adalah sebagai berikut.
Fase
|
Peran Guru
|
1.
menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
|
Guru menjelaskan tujuan, informasi latar belakang
pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
|
2.
mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
|
Guru mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan
informasi setahap demi setahap
|
3.
membimbing pelatihan
|
Guru memberikan pelatihan awal
|
4.
mengecek pemahaman dan pemberian umpan balik
|
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas
dengan baik, memberi umpan balik
|
5.
memberi kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
|
Guru mempersiapkan kesempatan untuk melakukan pelatihan
lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan untuk situasi lebih kompleks
dalam kehidupan sehari-hari
|
2. Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative mengandung
pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan
kooperatif terjadi pencapaian tujuan secara bersama-sama yang sifatnya merata
dan menguntungkan setiap anggota kelomponya. Pengertian pembelajaran kooperatif
adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam proses pembelajaran yang memungkinkan
kerja sama dalam menuntaskan permasalahan.
Sehubungan
denga pengertian tersebut, Slavin (1984) menyatakan bahwa Cooperative
Learning adalah suatu model pembelajaran dimana pebelajar belajar dan
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari 4 (empat) sampai 6 (enam) orang, dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok
tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara
individual maupun secara kelompok.
Menurut
Slavin, tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum sebagai berikut.
a.
Hasil belajar akademik
Pembelajaran
kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial. Namun demikian menurut
Ibrahim, bahwa pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan
kinerja pebelajar dalam tugas - tugas akademik. Para ahli mengemukakan bahwa
model ini unggul dalam membantu pebelajar memi konsep-konsep yang sulit.
Struktur penghargaan pada pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan
penilaian pebelajar pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan
dengan hasil belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat memberikan
keuntungan baik pada pebelajar kelompok bawah maupun kelompok atas yang
bekerjasama menyelesaikan tugas – tugas akademik (Tim Dosen BPF, 2011:178).
b.
Penerimaan terhadap perbedaan individu.
Tujuan lain dari model pambelajaran kooperatif adalah
penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan.
Allport mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras
atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran
kooperatif memungkinkan pebelajar yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan
melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai
satu dengan yang lain (Tim Dosen BPF, 2011:178).
c.
Pengembangan keterampilan sosial
Keterampilan sosial amat penting untuk dimiliki
oleh masyarakat. Banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam
organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang
secara budaya beragam. Atas dasar itu, Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa tujuan
penting yang lain dari pembalajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada
pebelajar keterampilan kerjasama dan kolaborasi (Tim Dosen BPF, 2011:178).
d.
Lingkungan Belajar dan Sistern Pengelolaan
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif
dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif pebelajar dalam menentukan apa yang
harus dipelajari dan bagairnana mempelajarinya. Pembelajar menerapkan suatu
struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua
prosedur, namun pebelajar diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke
waktu di dalam kelompoknya. Jika pembelajaran kooperatif ingin menjadi sukses,
materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di berbagai sumber belajar.
Keberhasilan Juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional
yaitu secara ketat mengelola tingkah laku pebelajar dalam kerja kelompok. Selain
unggul dalam membantu pebelajar dalam memi konsep-konsep sulit, model ini
sangat berguna untuk membantu pebelajar menumbuhkan kemampuan kerjasama,
berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman (Tim Dosen BPF, 2011:178).
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya 6
(enam) fase atau langkah utama dalam pembelajarannya. Pelajaran diawali dengan
pembelajar menyampaikan tujuan pembelajaran disertai dengan memberikan motivasi
kepada pebelajar. Pada fase ini diikuti dengan penyampaian informasi, biasanya
dalam bentuk bahan bacaan, selanjutnya pebelajar dikelompokkan ke dalam tim
belajar. Pada tahap ini diikuti bimbingan pembelajar pada saat pebelajar bekerja
bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Selanjutnya fase terakhir
pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau
evaluasi tentang materi yang telah dipelajari dan pembelajar memberikan
penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu (Tim Dosen BPF,
2011:178)
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan
pembelajaran langsung. Model ini dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang
agak kompleks dan lebih tinggi lagi. Model pembelajaran kooperatif dapat
membantu guru untuk mencapai tujuan model pembelajaran kooperatif.
Fase
|
Peran Guru
|
1. menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar
|
2. menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan
|
3. mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien
|
4. membimbing kelompok belajar untuk bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas
|
5. Evaluasi
|
Guru mengevalusi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
|
6. Memberikan Penghargaan
|
Guru menggunakan cara-cara yang sesuai untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok
|
Tipe-tipe atau variasi dalam model kooperatif antara
lain.
1) Model Student
Teams Achievement Division (STAD)
2) Tim Ahli (Jigsaw)
3) Investigasi Kelompok (Group Investigation)
4) Think Pair
Share (TPS)
5) Numbered
Head Together (NHT)
6) Teams Games Tournament (TGT)
3. Model
Model Pengajaran berdasarkan Masalah (Problem
Based Instruction)
Kehidupan adalah identik dengan masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa,
untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus
dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokrasi, suasana
nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalahmetakognitif,
elaborasi (analisis), interprestasi, induksi, identifikasi, investigasi,
eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi dan inkuiri (Ngalimun.2012:133).
Pengajaran
berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi, termasuk
di dalamnya belajar bagaimana belajar. Pengajaran berbasis masalah, menurut
Ibrahim dan Nur (2002) dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teaching (Pembelajaran berbasis Project), Experience-Based Education (Pendidikan
berdasarkan pengalaman), Authentic
Learning (Pembelajaran Autentic). Dan Anchored
instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata). Peranan guru dalam
pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan
dan memfasilitasi penyelidikan
dan dialog.
Model
ini tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada siswa. Model ini dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, belajar
berperan berbagai orang dewasa melalui pelibatan siswa dalam pengalaman nyata
atau simulasi dan menjadi self-regulated
kearner. Sintaks model pembelajaran berdasarkan masalah
Fase
|
Peran Guru
|
1. Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala hal yang akan
dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya
|
2.
Mengorganisasi
siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
|
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai,
melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah
|
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
|
4. Model
Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah
pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka,
negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life
modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan,
motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret dan suasana
menjadi kondusif-nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual
adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan
mencatat dan mengembangkan kemampuan sosialisasi (Ngalimun, 2012:132).
Ada tujuh indikator pembelajaran
kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling
(pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk,
rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun,
mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning
community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau
individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), Inquiry
(identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), Contructivism
(membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksikan konsep-aturan, analisis
sintesis), Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), Authentic
assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian
terhadap setiap aktivitas-usaha siswa, penilaian fortofolio, penilaian
seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara) (Ngalimun,
2012:132).
Secara garis besar langkah-langkah
penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:
a. Kembangkan
penilaian bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan kegiatan belajar
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
b. Laksanakan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan
masyarakat belajar (belajar kelompok).
e. Hadirkan
model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan
refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
5. Model
Diskusi Kelas
Ada dua istilah yang kadang-kadang
kita sering merancukannya meski memiliki kesamaan, yaitu diskusi dan diskursus.
Memang dalam makna kamus kedua istilah ini memiliki keidentikan, yaitu
melibatkan saling tukar pendapat secara lian, teratur, dan untuk mengungkapkan
pikiran mengenai pokok pembicaraan tertentu. Tetapi di lapangan para guru lebih
suka menggunakan istilah diskusi krena menggambarkan prosedur yang digunakan
guru untuk mendorong antara para siswa saling tukar pendapat secara lisan.
Sebaliknya, para ilmuwan dan peneliti lebih suka menyukai penggunaan istilah
diskursus, karena istilah ini mencerminkan perhatian para audiensi pada pola
tukar prndapat dan komunikasi lebih luas yang terdapat dalam forum (Tjokrodiharjo,
2000 : 2).
Arends (1997), mendefinisikan
diskusi dan diskursus sebagai komunikasi seseorang berbicara satu debgan yang
ain, salingberbagi gagasan dan pendapat.
Kamus bahasa mendefinisikan diskursus dan diskusi hamper identik, yaitu
elibatkan saling tukar pendapat secara lisan, teratur, dan untuk
mengekspresikan pikiran tentang pokok pembicaraan tertentu. Diskusi adalah
suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok,
untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari
pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.
Sering kali diskusi dicampuradukkan
dengan resitasi. Diskusi merupakan
situasi dimana guru dan para siswa, atau siswa dengan siswa yang lain
berbincang satu sama lain dan berbagai gagasan dan pendapat mereka. Pertanyaan
yang diajukan untuk merangsang diskusi biasanya pada tingkat kognitif tinggi.
Resitasi adalah pertanyaan yang bertukar, misalnya dalam pembelajaran langsung
(direct instruction), di mana guru
memberikan serangkaian pertanyaan tingkat rendah atau factual kepada para siswa
dengan meksud mengecek seberapa jauh pemahaman mereka terhadap suatu konsep
atau gagasan.
Dalam pembelajaran diskusi
mempunyai arti suatu situasi di mana guru dengan siswa atau siswa dengan sswa
yang lain saling bertukar pendapat
secara lisan, saling berbagai gagasan dan pendapat. Pertanyaan yang
ditujukan untuk membangkitkan diskusi berada pada tingkat kognitif lebih tinggi
, Arends (1997). Diskusi oleh guru digunakan apabila hendak:
1. Memanfaatkan
berbagai kemampuan yang ada (dimiliki) oleh siswa;
2. Memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing;
3. Memperoleh
umpan balik dari para siswa tentang apakah tujuan yang telah dirumuskan telah
tercapai.
4. Membantu
para siswa belajar berpkir teoritis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran
dan kegiatan sekolah;
5. Membantu
para siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun
teman-temannya (orang lain);
6. Membantu
para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang dilihat baik
dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah; dan
7. Mengembangkan
motivasi untuk belajar lebih lanjut.
Berdasarkan
pengertian tersebut, pemanfaatan diskusi oleh guru mempunyai ari untuk memahami
apa yang ada di dalam pemikiran siswa dan bagaimana memproses gagasan dan
informasi yang diajarkan melalui komunikasi ang terjadi selama
pembelajaran berlangsung baik antar
siswa maupunguru dengan siswa. Sehingga diskusi menyediakan tatanan social di
mana guru dapat membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka.
Diskusi
secara umum digunakan untuk memperbaiki cara erpikir dan keterampilan
komunikasi siswa dan untuk menggalakkan keterlibatan siswa di dalam pelajaran.
Namun secara khusus menurut
Tjokrodiharjo (2000 : 3), diskusi digunakan oleh para guru untuk setidaknya 3
(tiga) tujuan pembelajaran yang pntin, yaitu: pertama, meningkatkan cara berpikir siswa dengan jalan membantu
siswa mengbankitkan pemahaman isi pelajaran. Kedua, menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Ketiga, membantu siswa mempelajari
keterampilan komunikasi dan proses berpikir.
Dalam
peran guru dalam KBM dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh guru alam
mengajar selama KBM. Dalam penelitian ini aktivitas-aktivits tersebut seperti
dalam bentuk tabel berikut.
Tahap
|
Kegiatan Guru
|
Tahap 1 menyamapaikan tujuan dan mengatur siswa
|
(1) Menyampaikan
pendahuluan, (a) motivasi, (b) menyampaikan tujuan dasar diskusi (apersepsi);
dan
(2) Menjelaskan
tujuan diskusi,
|
Tahap 2 mengarahkan diskusi
|
(1) Mengajukan
pertanyaan awal/ permasalahan; dan
(2) Modeling,
|
Tahap 3 menyelenggarakan diskusi
|
(1) Membimbing/
mengarahan siswa dalam mengerjakan LKs secara mandiri (think);
(2) Membimbing/
mengarahkan siswa dalam berpasangan (pair);
(3) Membimbing/
mengarahkan siswa dalam berbagi (share);
(4) Menerapkan
waktu tunggu;
(5) Membimbing
kegiatan siswa,
|
Tahap 4 mengakhiri diskusi
|
Menutup diskusi
|
Tahap 5 melakukan Tanya jawab singkat tentang
proses diskusi
|
Membantu siswa membuat rangkuman
diskusi dengan tanya jawab singkat
|
Pembelajaran Menggunakan Kurikulum 2013
Walaupun penulis belum mendapatkan data yang akurat
mengenai bagaimana pembelajaran menggunakan kurikulum yang baru ini, namun
penulis berusaha menyajikan beberapa hal mengenai kurikulum 2013 terutama dalam
hal strategi pembelajarannya.
Proses
pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah (scientific
approach). Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Dalam proses pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menekankan transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘’mengapa’’. Ranah keterampilan menekankan
transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang
‘’bagaimana’’. Ranah pengetahuan menekanlan transformasi substansi atau materi
ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah peningkatan
dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi
sikap, keterampilan dan pengetahuan. (http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
Kurikulum 2013
menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu menggunakan
pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific
approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati,
menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.
Pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah apabila
memenuhi 7 (tujuh) kriteria pembelajaran berikut :
- Materi
pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
- Penjelasan
guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru siswa terbebas dari
prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
- Mendorong
dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
- Mendorong
dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan,
kesamaan, dan tautan sama lain dari materi pembalajaran.
- Mendorong
dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola
berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
- Berbasis
pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Tujuan
pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
(http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran meliputi antara lain:
- Mengamati
Dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah seperti menentukan objek apa yang akan diobservasi, membuat
pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi, menentukan
secara jelas data apa yang perlu diobservasi baik primer maupun sekunder,
menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi, menentukan secara jelas
bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah
dan lancar, menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi
seperti menggunakan buku catatan-kamera-tape recorder-pedeo perekam dan alat
tulis lainnya.
- Menanya
Guru yang efektif mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula
dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru
menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya
itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Kriteria pertanyaan yang
baik adalah singkat dan jelas, menginspirasi jawaban, memiliki fokus, bersifat
probing atau divergen, bersifat validatif atau penguatan, memberikan kesempatan
peserta didik untuk berpikir ulang, merangsang peningkatan tuntutan kemampuan
kognitif dan merangsang proses interaksi. (http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
- Menalar.
Istilah menalar dalam kerangka proses
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik
tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif
daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas
fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena
atau atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara
induktif adalah proses penarikan simpulan daari kasus-kasus yang berisifat
nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum.
Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi
atau pengamatan empirik. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan
menarik simpulan dari pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada
hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme
(kategorial, hipotesis dan alternatif)
- Mencoba.
Dimasudkan untuk mengembangkan berbagai ranah
tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas
pembelajaran yang nyata antara lain:
a.
Menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut
tuntutan kurikulum,
b.
Mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan
harus disediakan,
c.
Mempelajari dasar teoretis yang relevan dan hasil eksperimen
sebelumnya,
d.
Melakukan dan mengamati percobaan,
e.
Mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data,
f.
Menarik simpulan atas hasil percobaan; dan
g.
Membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
(http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
Beberapa model-model
pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif dan dapat dijadikan
acuan pengajaran keterampilan di kelas pada kurikulum 2013, antara lain seperti
berikut:
1.
Model
Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran kolaborasi
(collaboration learning) menempatkan peserta didik dalam kelompok kecil dan
memberinya tugas di mana mereka saling membantu untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaan kelompok. Dukungan sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian
sangat membantu mewujudkan belajar kolaboratif. Metode yang dapat diterapkan
antara lain mencari informasi, proyek, kartu sortir, turnamen, tim kuis.
2.
Model
Pembelajaran Individual
Pembelajaran individu
(individual learning) memberikan kesempatan kepada peserta didik secara mandiri
untuk dapat berkembang dengan baik sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Metode yang dapat diterapkan antara lain tugas mandiri, penilaian diri,
portofolio, galeri proses.
(http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
3.
Model
Pembelajaran Teman Sebaya
Beberapa ahli percaya
bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila seorang peserta
didik mampu mengajarkan kepada peserta didik lain. Mengajar teman sebaya (peer learning) memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Pada waktu yang
sama, ia menjadi narasumber bagi temannya. Metode yang dapat diterapkan antara lain:
pertukaran dari kelompok ke kelompok, belajar melalui jigsaw, studi kasus
dan proyek, pembacaan berita, penggunaan lembar kerja, dll.
4.
Model Pembelajaran Sikap
Aktivitas belajar
afektif (affective learning) membantu
peserta didik untuk menguji perasaan, nilai, dan sikap-sikapnya. Strategi yang
dikembangkan dalam model pembelajaran ini didesain untuk menumbuhkan kesadaran
akan perasaan, nilai dan sikap peserta didik. Metode yang dapat diterapkan
antara lain: mengamati sebuah alat bekerja atau bahan dipergunakan, penilaian
diri dan teman, demonstrasi, mengenal diri sendiri, posisi penasihat.
5.
Model Pembelajaran Bermain
Permainan (game) sangat
berguna untuk membentuk kesan dramatis yang jarang peserta didik lupakan. Humor
atau kejenakaan merupakan pintu pembuka simpul-simpul kreativitas, dengan
latihan lucu, tertawa, tersenyum peserta didik akan mudah menyerap pengetahuan
yang diberikan. Permainan akan membangkitkan energi dan keterlibatan belajar
peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain: tebak gambar, tebak
kata, tebak benda dengan stiker yang ditempel dipunggung lawan, teka-teki,
sosio drama, dan bermain peran.
(http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
6.
Model Pembelajaran Kelompok
Model pembelajaran
kelompok (cooperative learning)
sering digunakan pada setiap kegiatan belajar-mengajar karena selain hemat
waktu juga efektif, apalagi jika metode yang diterapkan sangat memadai untuk
perkembangan peserta didik. Metode yang dapat diterapkan antara lain proyek
kelompok, diskusi terbuka, bermain peran.
7.
Model
Pembelajaran Mandiri
Model Pembelajaran
mandiri (independent learning)
peserta didik belajar atas dasar kemauan sendiri dengan mempertimbangkan
kemampuan yang dimiliki dengan memfokuskan dan merefleksikan keinginan. Teknik
yang dapat diterapkan antara lain apresiasi-tanggapan, asumsi presumsi,
visualisasi mimpi atau imajinasi, hingga cakap memperlakukan alat/bahan
berdasarkan temuan sendiri atau modifikasi dan imitasi, refleksi karya,
melalui kontrak belajar, maupun terstruktur berdasarkan tugas yang diberikan
(inquiry, discovery,recovery).
8.
Model
Pembelajaran Multimodel
Pembelajaran multimodel
dilakukan dengan maksud akan mendapatkan hasil yang optimal dibandingkan dengan
hanya satu model. Metode yang dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah
proyek, modifikasi, simulasi, interaktif, elaboratif, partisipatif, magang (cooperative study), integratif, produksi,
demonstrasi, imitasi, eksperiensial, kolaboratif.
(http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html, diakses tanggal 8 desember 2013)
D. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode
digunakan oleh pembelajar untuk mengkreasi lingkungan belajar dan mengkhususkan
aktivitas selama proses pembelajaran berlangsung. Biasanya metode digunakan
melalui salah satu strategi, tetapi juga tidak tertutup kemungkinan beberapa
metode berada dalam strategi yang bervariasi, artinya penetapan metode dapat
divariasikan melalui strategi yang berbeda tergantung pada tujuan yang akan
dicapai dan konten proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Metode
adalah perancangan lingkungan belajar yang menkhususkan aktivitas, dimana
pembelajar dan pebelajar terlibat selama proses pembelajaran berlangsung.
Biasanya metode digunakan melalui salah satu strategi, tetapi juga tidak
tertutup kemungkinan beberapa metode berada dalam strategi yang bervariasi,
artinya penetapan metode dapat divariasikan melalui strategi yang berbeda
tergantung pada tujuan yang akan dicapai dan konten proses yang akan dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran (Tim Dosen BPF, 2011: 151-152)
Ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan metode pembelajaran ini, terutama berkaitan
dengan faktor perkembangan kemampuan siswa, diantaranya berikut ini.
a.
Metode mengajar harus memungkinka dapat
membangkitkan rasa ingin tahu siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran (curiosity)
b.
Metode megajar harus memungkinkan dapat
memberikan peluang untuk berespresi yang kreatif dalam aspek seni.
c.
Metode mengajar harus memungkikan siswa
belajar melalu pemecahan masalah.
d.
Metode mengajar harus memungkinkan siswa
untuk selalu ingin menguji kebenaran sesuatu.
e.
Metode mengajar harus memugkinka siswa
untuk melakukan penemuan (inkuiri) terhadap sesuatau topik permasalan.
f.
Metode mengajar harus memungkinkan siswa
mampu menyimak.
g.
Metode mengajar harus memungkinkan siswa
untuk belajar secara mandiri (independent
study).
h.
Metode mengajar harus memungkinkan siswa
untuk belajar secara bekerjasama (cooperative
learning).
i.
Metode mengajar harus memungkinkan siswa
untuk lebih termotifasi dalam belajarnya (Anitah, 2009: 5.5).
Prinsip- prinsip
tersebut dalam prosesnya merupakan esensi dan karakteristik dari masing- masing
metode mengajar. Penggunaaan metode mengajar dalam pembelajaran ditinjau dari
segi prosesnya memiliki fungsi- fungsi sebagai berikut.
a. Sebagai
alat atau cara untuk mencapai tujuan pembelajaran atau membentuk koptensi
siswa. Setiap embelajaran memiliki tujuan sehigga dalam proses pembelajarannya
harus ada suatu cara maupun atau tehnik yang memungkinkan dapat mencapai tujuan
tersebut secara efektif tersebut.
b. Sebagai
gambaran aktivitas yang harus ditempuh oleh siswa dan guru alam kegiatan
pembelajatran. Tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar pada dasarnya adalah
prosedur dari masing-masing metode yang digunakan dalam pembelajaran tersebut.
c. Sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan alat penilaian pembelajaran. Karakteristk
metode mengajar dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk penilaan, misalnya
kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab akan berbeda
penilaiannya dengan metode demonstrasi atau latihan.
d. Memperhatikan
beberapa hakikat dan prinsip metode menunjukkan betapa pentingnya suatu metode
pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus
cermat dan fleksibel dalam menentukan metode.
Setiap guru
yang akan mengajar senantiasa dihadapkan pada pilihan metode. Banyak macam
metode yang biasa dipilih guru dalam kegiatan mengajar, namun tidak semua
metode bisa dikategorikan sebagai meetode yang baik, dan tidak semua metode
pula yang dikatakan jelek. Kebaikan suatu metode terletak pada ketepatan
memilih sesua dengan tuntutan pembelajaran. Omar Muhammad al Toumi (1983) dalam
Pupuh Fathurrohman (2007:56) mengatakan terdapat beberapa ciridari sebuah
metode yang baik untuk pembelajaran , yaitu:
a. Berpadunya metode dari segi tujuan dan alat dengan jiwa dan ajaran
akhlak yang mulia.
b. Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya yang sesuai dengan
watak siswa dan materi.
c. Bersifat fungsional dan menyatukan teori dengan praktek dan
mengantarkan siswa pada kemampuan praktis.
d. Tidak mereduksi materi, bahkan sebaiknya justru mengembangkan
materi.
e. Memberikan keleluasaan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya. Mampu
menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam keseluruhan proses
pembelajaran.
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah (2010: 77-78) Titik sentral yang harus dicapai oleh
setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apapun
yang termasuk perangkat program pengajaran dituntut secara mutlak untuk
menunjang tercapainya tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan.
Peserta didik pun diwajibkan mempunyai kretivitas yang tinggi dalam belajar,
bukan selalu menanti perintah guru. Kedua unsur manusiawi ini juga beraktivitas
tidak lainkarena ingin mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Guru
sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar
yang kreatif bagi kegiatan belajar peserta didik di kelas. Salah satu kegiatan
yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang
akan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan dan penentuan metode
ini didasari adanya metode-metode tertentu yang tidak bisa dipakai untuk mencapai
tujuan tertentu. Misalnya, tujuan pengajaran adalah melaui diskusi siswa dapat
menuliskan 3
ciri-ciri hewan mamalia.
Tujuan tersebut merupakan tujuan yang salah. Dan yang benar adalah melalui pengamatan siswa dapat menuliskan
3
ciri-ciri hewan mamalia.
Kegagalan
guru mencapai tujuan pengajaran akan terjadi
jika
pemilihan dan penentuan metode tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap karakteristik dari masing-masing
metode pengajaran. Karena itu, guru yang terbaik adalah mengetahui kelebihan
dan kelemahan dari beberapa metode pengajaran.
E. Jenis-jenis Metode Pembelajaran
Metode mengajar merupakan cara yang
digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi dan proses
belajar yang efektif dalam pembelajaran. Setiap metode mengajar memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dalam membentuk pengalaman belajar siswa,
tetapi satu dengan yang lainnya saling menunjang (Anitah, 2009: 5.17).
Untuk mencapai tujuan pembelajaran
maupun untuk membentuk kemampuan siswa diperlukan adanya suatu metode mengajar
yang efektif. Metode mengajar ini bukan hanya harus dikuasai oleh guru tetapi
juga harus dikuasai oleh siswa itu sendiri. Contohnya, guru mengajar dengan
menggunakan metode eksperimen maka yang akan melakukan eksperimen adalah siswa
itu sendiri sehingga siswa dalam hal ini harus mampu menguasai langkah atau
prosedur dalam melakukan eksperimen. Sebelum guru mengajar dengan metode
eksperimen tugas guru yang pertama adalah meyakinkan dahulu bahwa siswa yang
bersangkutan sudah menguasai teknik-teknik eksperimen, demikian juga dengan
metode mengajar yang lainnya.
Pengalaman belajar dibentuk dari
proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan kuat dengan metode mengajar.
Pengalaman belajar seperti yang telah disebutkan, merupakan hasil proses
kegiatan belajar yang ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam kegiatan ini akan dikemukakan
tentang konsep, karakteristik, prosedur, keterbatasan, dan keunggulan beberapa
metode mengajar yang mungkin banyak atau
sering digunakan oleh guru.
Terdapat banyak metode yang ada di
lingkungan pendidikan, sebagai contoh dilihat dari kegunaan metode mengajar
terbagi menjadi 3 bagian yaitu (1) metode untuk kelompok/klasikal yang terdiri
dari metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, kerja
kelompok, karya wisata, studi proyek, dan lain sebagainya, (2) metode untuk
bermain yang terdiri dari role playing, simulasi,
flash bowl, perahu penyelamat,
kartu-kartu konsep, dan lain sebagainya, dan (3) metode untuk individual yang
terdiri dari belajar tuntas, paket mini, modul, drill/latihan.
Jenis Ragam Metode mengajar dari
Segi Strategi terbagi menjadi 2 yaitu metode untuk strategi Ekspository yang
terdiri dari ceramah dan demonstrasi, dan metode untuk strategi
Inquiry/Discopery yang terdiri dari tanya jawab, simulasi/pengamatan dan
Percobaan, diskusi, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan latihan/drill.
Sedangkan dilihat dari domain/
ranahnya dibagi menjadi tiga yaitu domain kognitif dapat dilakukan dengan metode diskusi, ceramah, partisipatori, problem solving, seminar , domain afektif
dapat dilakukan dengan metode role playing,
games, VCT, pengkondisian modeling dan lain-lain, dan
domain psikomotor dapat dilakukan dengan metode simulasi sosiodrama, study
proyek, demonstrasi, latihan dan lain-lain. Namun pada makalah ini kami sajikan
hanya beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran.
1. Metode
ceramah
Metode ceramah masih digunakan
dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran klasikal. Metode ceramah
merupakan suatu cara penyajian bahan atau penyampaian bahan pelajaran secara
lisan dari guru. Dalam bentuk penyampaiannya, metode ceramah sangat sederhana
dari mulai pemberian informasi, klarifikasi, ilustrasi, dan menyimpulkan.
Ceramah yang baik adalah ceramah bervariasi artinya ceramah yang dilengkapi
dengan penggunaan alat dan media serta adanya tambahan dialog interaksi atau
diskusi sehingga proses pembelajaran tidak menjenuhkan (Abimanyu, 2008: 6-3).
a. Karakteristik
metode ceramah
Metode ceramah digunakan apabila
proses pembelajaran yang dilakukan lebih bersifat pemberian informasi berupa
fakta atau konsep-konsep sederhana. Proses pembelajarannya dilakukan secara
klasikal dengan jumlah siswa yang relatif banyak. Biasanya penggunaan metode
ceramah lebih bersifat monoton, guru lebih banyak berbicara. Oleh karena itu,
perlu ada variasi-variasi terutama gaya dan seni guru dalam berbicara, seperti
intonasi, improvisasi, semangat dan isi pesan yang disampaikan harus
benar-benar diminati oleh siswa. Di samping itu, vaiasi dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan interaksi antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan
siswa. Dalam hal ini guru harus dapat memvariasikan dengan tanya jawab atau
dengan dialog sehingga siswa tidak merasa jenuh hanya mendengarkan saja.
Demikian pula dalam prosesnya perlu adanya dukungan kondisi yang efektif dari
guru seperti suasana emosional yang dapat membangkitkan motivasi dan perhatian
dar siswa selama mendengarkan ceramah guru. (Abimanyu, 2008: 6-3).
b. Prasyarat
untuk mengoptimalkan pembelajaran ceramah
Untuk menunjang efektivitas
penggunaan metode ceramah perlu dipersiapkan kemampuan guru maupun kondisi
siswa yang optimal. Di bawah ini dijelaskan tentang kemampuan guru dan kondisi
siswa guna mendukung efektivitas metode ceramah dalam pembelajaran.
Ada beberapa kemampuan yang harus
diperhatikan oleh guru untuk mendukung keberhasilan metode ceramah dalam
pembelajaran, yaitu (a) menguasai teknik-teknik ceramah yang memungkinkan dapat
membangkitkan minat, dan motivasi siswa; (b) mampu memberikan ilustrasi yang
sesuai dengan bahan pelajaran; (c) menguasai materi pembelajaran; (d)
menjelaskan pokok-pokok bahan pelajaran secara sistemaik; (e) menguasai
aktivitas seluruh siswa dalam kelas. Sedangkan yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan metode ceramah berkaitan dengan kondisi siswa adalah (a) siswa mampu
mendengarkan dan mencatat bahan pelajaran yang dijelaskan guru; (b) kemampuan
awal yang dimiliki siswa berhubungan dengan materi yang akan dipelajari; (c)
memiliki suasana emosional yang mendukung untuk memperhatikan dan memiliki
motivasi mengikuti pelajaran.
c. Keunggulan
Penggunaan metode ceramah dapat
menjadi baik dalam pelajaran, di antaranya (a) metode ini dianggap ekonomis
waktu dan biaya karena waktu dan materi pelajaran sangat ditentukan oleh sistem
nilai yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan; (b) target jumlah siswa akan
lebih banyak, apalagi jika menggunakan alat sound
system; (c) bahan pelajaran sudh dipilih/dipersiapkan sehingga memudahkan
untuk mengklasifikan dan mengkaji aspek-aspek bahan pelajaran; (d) apabaila bahan
pelajaran belum dikuasai oleh sebagian siswa maka guru akan merasa mudah untuk
menugaskan dan memberikan rambu-rambu pada siswa yang bersangkutan (Abimanyu,
2008: 6-4).
d. Kelemahan
Setiap metode mengajar memilik
keterbatasan dalam penerapan proses pembelajaran. Keterbatasan ini merupakan
alternatif yang harus diantisipasi oleh guru sehingga dalam pelaksanaannya
dapat mengurangi keleahan tersebut. Beberapa kelemahan yang mungkin terjadi
dalam metode ceramah adalah: (a) sulit bagi yang kurang memiliki kemampuan
menyimak dan mencatat yang baik; (b) kemungkinan menimbulkan verbalisme; (c)
sangat kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi secara
total (hanya proses mental, tetapi sulit kontrol); (d) peran guru lebih banyak
sebagai sumber pelajaran; (e) materi pelajaran lebih cenderung pada aspek
ingatan; (f) proses pembelajaran ada dalam otoritas guru.
2. Metode
diskusi
Metode ini sering digunakan dalam
pembelajaran kelompok atau kerja kelompok yang di dalamnya melibatkan beberapa
orang siswa untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas atau permasalahan. Seiring
pula metode ini disebut sebagai salah satu metode yang menggunakan metode CBSA
atau keterampilan proses. Metode mengajar diskusi merupakan cara mengajar yang
dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atu pertanyaan
yang harus diselesaikan berdasarkan pendapat atau keputusan secara bersama.
Kegiatan diskusi dapat dilaksanakan dalam kelompok kecil (3-7 peserta),
kelompok sedang (8-12 peserta), kelompok besar (13-40 peserta) ataupun diskusi
kelas. Diskusi pada kelompok kecil lebih efektif dibanding dengn kelompok besar
dan kelas. Kegiatan diskusi dipimpin oleh seorang ketua atau moderator untuk
mengatur pembicaraan cara mecapai target.
a. Karakteristik
Dalam penggunaan metode diskusi,
ahan pelajaran harus dikemukakan dengan topik permasalahan atau persoalan yang
akan menstimulus siswa menyelesaikan permasalahan/persoalan tersebut. Untuk
menjawab atau menyelesaikan permasalahan/persoalan tersebut., perlu dibentuk
kelompok yang terdiri dari beberapa siswa sebagai anggota dalam kelompok
tersebut tersebut. Kelancaran kegiatan diskusi sangat ditentukan oleh moderator
yaitu orang yang mengatur jalannya pembicaraan supaya semua siswa sebagai
anggota aktif berpendapat secara maksimal dan seluruh pembicaraan mengarah pada
pendapat/kesimpulan bersama. Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah lebih
banyak berperan sebagai pembimbing, dan dapat diterapkan cara berpikir yang
sistematik dengan menggunakan logika berpikir yang ilmiah. Secara langsung
maupun tidak langsung siswa akan ditempatkan sebagai objek sekaligus subjek
dalam pembelajaran. Di samping itu siswa akan terlatih dalam kemampuan bekerja
sama dan kemampuan berbahasa secara lisan maupun tulisan.
b. Prasyarat
untuk mengoptimalkan pembelajaran diskusi
Untuk menunjang efektivitas
penggunaan metode diskusi perlu dipersiapkan kemampuan guru maupun kondisi
siswa yang optimal. Di bawah ini dijelaskan tentang kemampuan guru dan kondisi
siswa guna mendukung efektivitas metode diskusi dalam pembelajaran.
Kemampuan guru yang perlu
dipersiapkan dalam melaksanakan pembelajaran diskusi, yaitu (a) mampu
merumuskan permasalahan sesuai dengan kurikulum yang berlaku; (b) mampu
membimbing siswa untuk merumuskan dan mengidentifikasi permasalahan serta menarik
kesimpulan; (c) mampu mengelompokkan siswa sesuai dengan kebutuhan permasalahan
dan pengembangan kemampuan siswa; (d) mampu mengelola pembelajaran melalui
diskusi; dan (e) menguasai permasalahan yang didiskusikan.
Kondisi dan kemampuan siswa yang harus
diperhatikan untuk menunjang pelaksanaan diskusi di antaranya adalah (a)
memiliki motivasi, perhatian, dan minat dalam berdiskusi; (b) mampu
melaksanakan diskusi; (c) mampu menerapkan belajar secara bersama; (d) mampu
mengeluarkan isi pikiran atau pendapat/ide, dan (e) mampu mengalami dan
menghargai pendapat orang lain.
c. Keunggulan
Beberapa keunggulan penggunaan
metode diskusi di antaranya metode ini dapat memfasilitasi siswa agar dapat,
yaitu: (a) bertukar pikiran; (b) menghayati permasalahan; (c) merangsng siswa
untuk berpendapat; (d) mengembangkan rasa tanggung jawab; (e) membina kemampuan
berbicara; (f) belajar memahami pendapat atau pikiran orang lain; (g) memberikan
kesmpatan belajar (Abimanyu, 2008: 6-19).
d. Kelemahan
Namun demikian, dalam metode diskusi
ini pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang kemungkinan perlu
diantisipasi oleh para guru jika akan menerapkan metode ini, di antaranya,
yaitu: (a) relatif memerlukan waktu yang cukup banyak; (b) apabila siswa tidak
memahami konsep dasar permasalahan maka diskusi tidak akan efektif; (c) materi
pelajaran dapat menjadi lebih luas; (d) yang aktif hanya siswa tertentu saja.
3. Metode
Simulasi ( Simulation)
Metode simulasi merupakan salah
satu metode mengajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses
pembelajaran yang menggunakan simulasi cenderung objeknya bukan benda atau
kegiatan yang seeenarnta, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura.
Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di Sekolah Dasar.
Dalam pembelajaran, siswa akan dibina kemampuannya berkaitan dengan
keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Di samping itu,
dalam metode simulasi diajak untuk dapat bermain peran beberapa perilaku yang
dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Ada beberapa jenis model simulasi
di antaranya: (1) bermain peran (role
playing), merupakan bagian dari metode simulasi, dalam proses
pembelajarannya metode ini mengutamakan pola permainan dalam bentuk
dramatisasi. Dramatisasi dilakukan oleh kelompok siswa dengan mekanisme
pelaksanaan yang diarahkan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan yang telah
ditentukan/direncanakan sebelmnya. Simulasi ini lebih menekankan pada tujuan
untuk mengingat aatau menciptakan kembali gambaran silam yang memungkinkan
terjadi pada masa yang akan datang atau peristiwa yang aktual dan bermakna bagi
kehidupan sekarang; (2) sosiodrama, merupakan bagian simulasi dalam
pembelajaran yang dilakukan kelompok untuk melakukan aktivitas belajar
memecahkan masalah yang berhubungan dengan masalah individu sebagai makhluk
sosial. Misalnya hubungan antara anak dan orang tua, antara siswa dan teman
kelompoknya; (3) permainan simulasi (simulation
games), merupakan bagian dari simulasi yang dalam pembelajarannya siswa
bermain peran sesuai dengan yang ditugaskan sebagai belajarmembuat suatu
keputusan. (Anitah, 2009: 5.23).
a. Karakteristik
metode simulasi
Metode mengajar simulasi banyak
digunakan pada pembelajaran IPS, PKn, pendidikn agama dan pendidikan apresiasi.
Pembinaan kemampuan bekerja sama, komunikasi, dan interaks merupakan again dari
keterampilan yang akan dihasilkan melalui pembelajaran simulasi. Metode
mengajar simulasi lebih banyak menuntut aktivitas siswa sehingga metode
simulasi sebagai metode berlandaskan pada pendekatan CBSA dan keterampilan
proses. Di samping itu, metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis
kontekstual, salah satu contoh bahan pembelajaran dapat diangkat dari kehidupan
sosial, nilai-nilai sosial maupun permasalahan-permasalahan sosial yang aktual
maupun masa lalu untuk masa yang akan datang. Permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan sosial maupun membentuk sikap atau
perilaku dapat dilakukan melalui simulasi kemampuan siswa yang berkaitan dengan
bermain peran dapat dikembangkan. Siswa akan menguasai konsep dan keterampilan
intelektual, sosial, dan motorik dalam bidang-bidang yang dipelajarinya serta
mampu belajar melalui situasi tiruan dengan sistem umpan balik dan
penyempurnaan yang berkelanjutan (Anitah, 2009: 5.23).
b. Prosedur
Prosedur metode simulasi yang harus ditempuh dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Menetapkan
topik simulasi yang diarahkan oleh guru.
2) Menetapkan
kelompok dan topi-topik yang akan dibahas.
3) Simulasi
diawalai dengan petunjuk dari guru tentng prosedur, tekik, dan peran yang
dimainkan.
4) Proses
pengamatan terhadap proses, peran, teknik, dan prosedur dapat dilakukan dengan
diskusi.
5) Kesimpulan
dan saran dari kegiatan simulasi.
c. Prasyarat
untuk mengoptimalkan pembelajaran simulasi
Kemampuan guru yang harus diperhatikan
untuk menunjang metode simulasi di antaranya mampu membimbing siswa dalam
mengarahkan teknik, prosedur dan peran yang akan dilakukan dalam simulasi,
mampu memberikan ilustrasi, mampu menguasai pesan yag dimaksud dalam simulasi
tersebut dan mampu mengamati secara proses simulasi yang dilakukan oleh siswa.
Adapun kondisi dan kemampuan siswa
yang harus diperhatikan dalam penerapan metode simulasi adalah kondisi, minat,
perhatian dan motivasi siswa dalam bersimulasi, pemahaman terhadap pesan yang akan
menstimulasikan dan kemampuan dasar berkomunikasi dan berperan.
d. Keunggulan
Beberapa keunggulan penggunaan
metode simnulasi diantaranya adalah siswa dapat melakukan interaksi sosial dan
komunikasi dalam kelompoknya, aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran
sehingga terlibat langsung dalam pembelajaran, dapat membiasakan siswa untuk
memahami permasalahan sosial, hal ini dapat dikatakan sebagai implementasi
pembelajaran yang berbasis kontekstual, melalui kegiatan kelompok dalam
simulasi dapat membina hubungan personal positif, dapat memangkitkan imajinasi
dan membina hubungan komunikatif dan bekerja sama dalam kelompok (Anitah, 2009:
5.24).
e. Kelemahan
Namun demikian, dalam metode
simulasi ini pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang memungkinkan
perlu diantisipasi oleh para guru jika akan menerapkan metode ini, di
antaranaya adalah relatif memerlukan waktu yang cukup banyak, sangat bergantung
pada aktivitas siswa, cenderung memerlukan pemanfaatan sumber belajar, dan
banyak siswa yang kurang menyenangi simulasi sehingga simulasi menjadi tidak
efektif.
4. Metode
demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode
mengajar yang menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung
objek atau cara melakukan sesuatusehingga dapat mempelajarinya secara proses.
Demonstrasi dapat digunakan pada senua mata pelajaran disesuaikan dengan topik
dan tujuan pembelajaran yang akan dicapainya. Salah satu yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan demonstrasi adalah posisi siswa seluruhnya harus
memperhatikan (mengamati) objek yang akan di demonstrasikan. Selama proses
demonstrasi, guru sudah mempersiapkan alatalat yang akan digunakan dalam
demonstrasi tersebut. (Anitah, 2009: 5.24).
Guru dituntut menguasai bahan
pelajaran serta mampu mengorganisasi kelas. Sering terjadi kesalahan dalam
pelaksanaan demonstrasi guru yang aktif sedangkan siswa yang pasif hanya
memperhatikan demonstrasi guru, bahkan posisi pandang siswa tidak fokus
terhadap objek yang ditampilkan guru. Demonstrasi digunakan semata-mata hanya
untuk mengongkretkan suatu konsep atau posedur yang abstrak, mengajarkan
bagaimana berbuat atau menggunakan prosedur secara tepat, meyakinkan bahwa alat
dan prosedur tersebut bisa digunakan, dan membangkitkan minat menggunakan alat
dan prosedur.
a. Karakteristik
Metode mengajar demonstrasi
hakikatnya untuk menyampaikan pembelajaran pada siswa dalam penguasaan proses
objek tertentu. Metode mengajar demonstrasi juga identik dengan metode mengajar
modeling. Dalam pelaksanaan metode mengajar demonstrasi, selain guru yang akan
menjadi model juga dapat mendatangkn nara sumber yang akan mendemonstrasikan
objek materi pelajaran, dengan syarat harus menguasai bahan materi yang
didemonstrasikan, serta mengutamakan aktivitas siswa untuk melakukan
demonstrasi tersebut. Dalam demonstrasi cenderung bahan dan situasi yang
digunakan adalah objek yang sebenarnya (Anitah, 2009: 5.24).
b. Prosedur
Prosedur demonstrasi yang harus
dilakukan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Mempersiapkan
alat bantu yang akan digunakan dalam pemelajaran.
2) Memberikan
penjelasan tentang topik yang akan didemonstrasikan.
3) Pelaksanaan
demonstrasi bersamaan dengan perhatian dan peniruan dari siswa.
4) Penguatan
(diskusi, tanya jawab, dan latihan) terhadap hasil demonstrasi.
5) Kesimpulan.
c. Prasyarat
untuk mengoptimalkan pembelajaran demonstrasi
Kemampuan guru yang perlu
diperhatikan dalam menunjang keberhasilan demonstrasi, di antaranya adalah
mampu secara proses dalam melaksanakan demonstrasi materi atau topik yang
dipraktikkan, mampu mengelola kelas, dan mengusai siswa secara menyeluruh,
mampu menggunakan alat bantu yang digunakan, dan mampu melaksanakan penilaian
proses.
Kondisi dan kemampuan siswa yang
harus dipehatikan untuk menunjang demonstrasi, di antaranya adalah siswa
memiliki motivasi, perhatian, dan minat terhadap topik yang akan
didemonstrasikan, memahami tentang tujuan/maksud yang akan
didemonstrasikan, dan mampu mengamati
proses yang didemonstrasikan.
d. Keunggulan
Keunggulan implementasi metode
megajar demonstrasi dapat dicapai apabila kondisi pembelajaran diciptakan
secara efektif, di antaranya keunggulan tersebut adalah siswa dapat memahami
bahan pelajaran sesuai dengan objek yang sebenarnya, dapat mengembangkan rasa
ingin tahu siswa, dapat melakukan pekerjaan berdasarkan proses yang sistematis,
dapat mengetahui hubungan yang strutural atau uutan objek, dan dapat melakukan
perbandingan dari beberapa objek. (Anitah, 2009: 5.25).
e. Kelemahan
Namun demikian, dalam metode
demonstrasi pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang keungkinan
perlu diantisipasi oleh guru jika akan menerapkan metode ini, di antaranya
adalah hanya dapat menimbulkan cara berpikir yang konkret saja, jika jumlah
siswa banyak dan posisi siswa tidak diatur maka demonstrasi tidak efektif,
bergantung pada alat bantu yang sebenarnya, sering terjadi siswa kurang berani
dalam mencoba atau melakukan praktik yang didemonstrasikan.
5. Metode
Eksperimen
Metode eksperimen merupakan metode
mengajar yang dalam penyajian atau pembahasan materinya melalui percobaan atau
mencobakan sesuatu serta mengamati secara proses. Eksperimen sulit dipisahkan
dengan demonstrasi karenanya kemungkinan dapat digunakan secara bersamaan.
(Anitah, 2009: 5.27).
Eksperimen dimaksudkan bahwa guru
dan siswa mencoba mengerjakan sesuatu sert mengamati proses dan hasil
pekerjaannya. Setelah eksperimen selesai siswa ditugaskan untuk membandingkan
dengan hasil eksperimen yang lain, dan mendiskusikan bila ada perbedaan dan
kekeliruan (Winarno:1980:90).
Eksperimen dapat dilakukan secara
berkelompok maupn individu di dalam laboraoriun atau di kelas atau di luar
kelas. Perlu diperhatikan bahwa setiap kegiatan eksperimen haru dilakukan
secara sistemik dan sistematis, yaitu harus dimulai dari perncanaan, persiapan,
pelaksanaan, dan kajian hasil. Lebih mendalamnya siswa harus membuat laporan,
kemudian disajikan di depan tema-teman yang lain. Laporan tersebut dijadikan
dasar untuk melihat seberapa jauh penerapan kemampuan berpikir siswa, kemampuan
memberikan penjelasan, kemampuan berargumentasi dan kemampuan menyimpulkan hasil
eksperimen.
a. Karakteristik
Implementasi pembelajaran
eksperimen selalu menuntut penggunaan alat bantu yang sebenarnya karena esensi
pembelajaran ini adalah mencobakan sesutau objek. Oleh karena itu, dalam
prosesnya selalu mengutamakan aktivitas siswa sehingga peran guru cenderung
lebih banyak sebagai pembimbing dan fasilitator. Untuk mendukung keberhasilan
pembelajaran eksperimen segala sesuatunya perlu dipersiapkan dan dikondisikan
secara maksimal. Di samping itu, untuk mendukung efektifitas dan efisiensi pembelajaran
eksperimen diperlukan adanya pedoman pembelajaran untuk siswa. Mulai dari awal
pembelajaran siswa sudah memahamitopik eksperimen secara jelas. Demikian pula
di akhir kegiatan eksperimen siswa memperoleh kemampuan-kemampuan sikap ilmiah
serta menunjukan hasil temuan-temuan (Anitah,
2009: 5.28).
b. Prosedur
Prosedur metode eksperimen dapat
dilakukan sebagai berikut.
1) Mempeersiapkan
alat bantu (alat eksperimen).
2) Petunjuk
dan informasi tentang tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam eksperimen.
3) Pelaksanaan
eksperimen dengan menggunakan lembaran kerja/pedoman eksperimen yang disusun
secara sistematis sehingga siswa dalam pelaksanaannya tidak banyak mendapat
kesulitan dan membuat laporan.
4) Penguatan
perolehan temuan-temuan eksperimen dilakukan dengan diskusi, tanya jawab, dan
tugas.
5) Kesimpulan.
c. Prasyarat
untuk mengoptimalkan pembelajaran eksperimen
Kemampuan guru yang harus
diperhatikan agar eksperimen behasil dengan baik, di antaranya adalah mampu
membimbing siswa dari merumuskan hipotesis sampai pada pembuktian dan
kesimpulan serta membuat laporan eksperimen, menguasai konsep yang
dieksperimenkan, mampu mengelola kelas, mampu menciptakan kondisi pembelajaran
eksperimen secara efektif, dan mampu memberikn penilaian secara proses.
Kondisi dan kemampuan siswa yang
harus diperhatikan untuk menunjang eksperimen adalah memiliki motivasi,
perhatian,dan minat belajar melalui eksperimen, memiliki kemampuan melaksanakan
eksperimen, memiliki sikap yang tekun, teliti, dan kerja keras, dan mampu
menulis, membaca dan menyimak dengan baik.
d. Keunggulan
Keunggulan implementasi metode
mengajar eksperimen dapat dicapai apabila kondisi pembelajaran diciptkan secara
efektif, di antara keunggulan tersebut adalah dapat membangkitkan rasa ingin
tahu siswa, membangkitkan sikap ilmiah siswa, membuat pembelajaran bersifat
aktual, dan membina kebiasaan belajar elompok maupun individu (Anitah, 2009:
5.29).
e. Kelemahan
Namun demikian, dalam metode
eksperimen pun masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang kemungkinan
perlu diantisipasi oleh guru jika akan menerapkan metode ini, di antaranya memerlukan
alat dan biaya, memerlukan waktu relatif lama, sangat sedikit sekolah yang
memiliki fasilitas eksperimen, dan guru
dan siswa banyak yang belum terbiasa melakukan ekperimen.
6. Metode
karyawista
Pembelajaran outdoor hampir identik dengan pembelajaran karya wisata (field
trip) artinya aktivitas belajar siswa di bawa ke luar kelas. Karya wisata lebih
menitikberatkan pada perjalanan yang relatif jauh dari kelas/ sekolah untuk
mengunjungi tempat- tempat yang berkaitan dengan topik bahasan yang bersifat
umum, misalnya mengunjungi peninggalan sejarah, perjalanan mengunjungi kebun
binatang, atau tempat rekreasi dengan mempetimbangkan prinsip efektivitas dan
efisiensi dalam pencapaian hasil belajar. Pembelajaran outdoor lebih bersifat sederhana dan khusus biasanya lokasi
kunjungan relatif dekat dari sekolah/ kelas. Pembelajaran melalui karya wisata
atau outdoor harus direncanakan,
dilaksanakan dan dievalasi secara sistemis dan sistemik. Sering dalam implementasi karya wisata atau outdoor, siswa tidak memiliki panduan
belajar sehingga esensi kegiatan tersebut kurang dirasakan manfaatnya.
Pembelajaran outdoor selain untuk
peningkatan kemampuan juga lebih bersifat untuk peningkatan aspek- aspek psikologi
siswa, seperti rasa senang dan rasa kebersamaan yang selanjutya yang
selanjutnya bedampak terhadap peningkatan perhatian dan motivasi belajar
(Anitah, 2009: 5.29).
a. Karakteristik
Menemukan sumber bahan pelajaran
sesuai dengan perkembangan masyarakat , dilaksanakan di luar kelas/ sekolah,
memiliki perencanaan, aktivitas siswa lebih muncul dari pada guru, aspek
pembelajaran merupakan salah satu implementasi dari pembelajaran berbasis
konteksstual.
b. Prosedur
Prosedur metode karya wisata outdoor dapat dilakukan sebagai berikut.
1) Menetapkan
tujuan kompetensi yang akan dicapai siswa.
2) Memberi
topik karya wisata atau outdoor.
3) Merumuskan
kegiatan yang akan ditempuh.
4) Melaksanakan
kegiatan.
5) Menilai
kegiatan.
6) Melaporkan
hasil kegiatan.
c. Prasyarat
untuk Mengoptimalkan Metode Karya Wisata
Kemampuan guru yang harus
diperhatikan agar karya wisata atau outdoor
berhasil dengan baik di antataranya adalah (a) mampu mengidentifikasi objek
karya wisata atau outdoor yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran; (b) mampu membuat perencanaan dan panduan siswa
dalam melaksanakan karya wisata; (c) mampu mempersiapkan bahan dan alat yang
akan digunakan dalam karyawisata; (d) mampu mengontrol, memfasilitasi, dan
membimbing aktivitas siswa selama melaksanakan kegiatan; (e) mampu menilai kegiatan
karyawisata. Kondisi dan kemampuaan siswa yang harus diperhatikan untuk
menunjang karyawisata maupun outdoor adalah
(a) menyusun memahami petunjuk pelaksanaan karyawisata; (b) mampu menyusun
laporan hasilkaryawisata; (c) mampu belajar secara mandiri maupun kelompok (
mampu bekerja sama ); (d) mampu menggunakan bahan atau alat diperlukan dalam
kegiatan karyawisata maupun outdoor
d. Keunggulan
Kunggulan implementasi metode
mengajat karyawisata dapat dicapai apabila kondisi pembelajaran diciptakan
secara efektif, di antara keunggulan tersebut adalah: (a) memberikan kesempatan
pada siswa untuk memperoleh pengalaman nyata, praktis, dan konkret; (b) dapat
menumbuhkan rasa senang, minat, dan motivasi terhadap objek tertentu; (c)
memberikan masukan terhadap program sekolah; (d) mendekatkan siswa dengan
lingkungan (Anitah, 2009: 5.30).
e. Kelemahan
Namun demikian, dalam metode
karyawisata atau outdoor masih tetap
ada kelemahan atau kendala- kendala yang kemungkinan perlu diantisipasi oleh
guru diantaranya: (a) memerlukan alokasi waktu yang cukup banyak; (b)
memerlukan pengawasan dan bimbingan ekstra ketat terhadap aktivitas siswa; (c)
akan banyak menggunakan biaya; (d) jika kita dikontrol maka siswa selalu
terlena dengan bermainya dari pada belajarnya.
7. Metode
pemecahan masalah
Pemecahan masalah merupakan salah
satu cara yang harus banyak digunakan dalam pembelajaran karena metode
pemecahan masalah merupakan metode pemecahan masalah merupakan metode mengajar
yang banyak mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Metode pemecahan
masalah hakikatnya sama dengan inkuiri dan discovery.
Aktivitas dalamproses belajar yang ditempuh siswadapat dilakukan secara
kelompok maupun individu, penentuanya bergantungpada target kemampuan dan
tujuan pemvelajaran yang akan dicapainya. Metode pemecahan masalah sering juga
digunakan dalam implementasi pembelajaran terpadu maupun kontekstualkarena
pembelajaran ini dikembangkan secara integritas antara kemampuan siswa dengan
topikbahasa maupun lingkunan. Topik masalah yang akan diselesaikan siswa harus
sesuai dengan perkembangan iptek yang berkembang. Jika dilihat dari
filosofinya, metode ini cenderung menggunakan pendekatan konstruktivisme
artinya pengetahuan, keterampilan, dan sikap akan dikembangkan dan dibangun oleh
siswa dibawah bimbingan guru (Anitah, 2009: 5.31).
a. Karakteristik
Metode pemecahan masalah merupakan
suatu metode ilmiah yang digunakan dalam proses pembelajaran. Metode ini sesuai
jika digunakan pada siswa Sekolah Dasar dikelas tinggi. Cenderung pendekatan
induktif yang digunakan dalam proses pembelajaran pemecahan masalah, siswa
belajar mulai dari hal- hal yang khusus sampai pada konsep umum.
b. Prosedur
Prosedur metode pemecahan masalah
dapat dilakukan sebagai berikut.
1) Merumuskan dan membatasi masalah.
Masalah yang diambil dari kehidupan sehari- hari atau masalah aktual biasanya
lebih biasanya lebih kompleks. Oleh karena itu, siswa harus merumuskan dahulu
menjadi masalah yang jelas dan membatasi masalah tersebut.
2) Merumuskan dengan pertanyaan.
Siswa di bawah bimbingan guru ditugaskan untuk membuat pertanyaan atau
merumuskan dengan atas jawaban dari permasalahan, artinya dugaan tersebut dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan maupun pernyataan.
3) Mengumpulkan data atau mengolah
data. Untuk menjawab permasalahan yang telah diajukan.
Data tersebut dapat diperoleh dari buku, dokumen, atau informasi langsung dari
nara sumbernya.
4) Membuktikan atau menjawab
pertanyaan. Data- data yang diperoleh dikelompokkan
atau dianalisis atau diklarifikasi atau diklarifikasi untuk menjawab
pertanyaan.
5) Merumuskan kesimpulan. Hasil
pembuktikan tersebut dirumuskan menjadi alternatif jawaban atas pertanyaan yang
telah diajukan dapatberupa alternatif tindakan upaya- upaya untuk masalah yang
dihadapi.
c. Prasyarat
untuk Mengoptimalkan Pembelajaran Pemecahan Masalah.
Kemampuan guru yang harus
diperhatikan agar pemecahan masalah berhasil dengan baik diantaranya adalah (a)
mampu membimbing siswa dari merumuskan hipotesis sampai pada pembuktian dan
kesimpulan serta membuat laporan pemecahan masalah; (b) menguasai konsep yang
diproblem solving-kan; (c) mampu
mengelola kelas; (c) mampu mengelola kelas; (d) mampu menciptakan kondisi
pembelajaran pemecahan masalah secara efektif; (e) mampu memberikan penilaian
secara proses (Anitah, 2009: 5.32).
Kondisi dan kemampuan siswa yang
harus diperhatikan untuk menunjang pemecahan masalah adalah (a) memiliki
motivasi, perhatian, dan minat belajar melalui pemecahan masalah; (b) memiliki
kemampuan melaksanakan pemecahan masalah; (c) memiliki sikap yang tekun,
teliti, dan kerja keras; (d) mampu menulis, membaca, menyimak dengan baik.
d. Keunggulan
Keunggulan implementasi metode
mengajar pemecahan masalah dapat dicapai apabila kondiisi pembelajaran
diciptakan secara efektif, diantaranya keunggulan tersebut adalah: (a)
mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah; (b) mengembangkankemampuan berpikir
kritis; (c) mempelajari bahan pelajaran yang aktual dengan kebutuhan dan
perkembagan masyarakat; (d) jika dilaksanakan secara kelompok dapat
mengembangkan kemampuan sosial siswa; (e) mengoptimalkan kemampuan siswa
(Anitah, 2009: 5.32).
e. Kelemahan
Namun demiikian, dalam metode
pemecahan masalah masih tetap ada kelemahan atau kendala- kendala yang
kemungkinan perlu diatisipasi oleh guru di antaranya: (a) waktu yang digunakan
relatif lama; (b) bahan pelajaran tidak bersifat logis dan sistematis; (c)
memerlukan bimbingan dari guru.
Dalam praktiknya, metode mengajar
tidak digunakan sendiri-sendiri, tetapi merupakan kombinasi dari beberapa
metode mengajar. Berikut akan dikemukakan kemungkinan kombinasi metode
mengajar.
1.
Ceramah,
Tanya Jawab, dan Tugas
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (
2010: 98) mengingat ceramah banyak segi yang kurang menguntungkan, maka
penggunaannya harus didukung dengan alat dan media atau dengan metode lain.
Karena itu, setelah guru memberikan ceramah, maka dipandang perlu untuk
memberikan kesempatan kepada siswanya mengadakan tanya jawab. Tanya jawab ini
diperlukan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap apa yang telah disampaikan
guru melalui metode ceramah. Untuk lebih memantapkan penguasaan siswa terhadap
bahan yang telah disampaikan, maka pada tahap selanjutnya siswa diberi tugas,
misalnya membuat kesimpulan hasil ceramah, mengerjakan pekerjaan rumah,
diskusi, dan sebagainya.
2.
Ceramah,
Diskusi, dan Tugas
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah ( 2010: 98-99) menggunaan ketiga jenis mengajar ini
dapat dilakukan diawali dengan pemberian kepada siswa tentang bahan yang akan
didiskusikan oleh siswa, lalu memberikan masalah untuk didiskusikan. Kemudian
diikuti dengan tugas-tugas yang harus dilakukan siswa.
Ceramah
dimaksudkan untuk memberikan penjelasan/informasi mengenai bahan yang akan
dibahas dalam diskusi, sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
Akhir
kegiatan diskusi siswa diberikan beberapa tugas yang harus dikerjakan saat itu
juga. Maksudnya untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa melalui diskusi
tersebut. Dengan demikian, tugas ini sekaligus merupakan umpan balik bagi guru
terhadap hasil diskusi yang dilakukan siswa.
3.
Ceramah,
Demonstrasi, dan Eksperimen
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (
2010:99-100) penggunaan metode demonstrasi selalu diikuti dengan eksperimen.
Apapun yang didemonstrasikan, baik oleh guru maupun oleh siswa (yang dianggap
mampu untuk melakukan demonstrasi), tanpa diikuti dengan eksperimen tidak akan
mencapai hasil yang efektif. Dalam melaksanakan demostrasi, seoraang
demonstrator menjelaskan apa yang akan didemonstrasikannya (biasanya suatu
proses), sehingga semua siswa dapat mengikuti jalannya demonstrasi tersebut
dengan baik.
Metode eksperimen adalah metode
yang siswanya mencoba mempraktikkan suatu proses tersebut, setelah melihat/
mengamati apa yang telah didemonstrasikab oleh seorang demonstrator. Eksperimen
dapat juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran sesuatu, misalnya menguji
suatu hipotesis. Dalam pelaksanaanya metode demonstrasi dan eksperimen dapat
digabungkan; artinya, setelah dilakukan demonstrasi kemudian diikuti eksperimen
dengan disertai penjelasan secara lisan (ceramah).
4.
Ceramah,
Sosiodrama, dan Diskusi
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah ( 2010: 100-101) sebelum metode sosiodrama digunakan,
terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru tentang situasi
sosial yang akan didramatisasikan oleh para pemain/ pelaku. Tanpa diberikan
penjelasan anak didik tidak akan dapat melakukan peraannya dengan baik. Karena
itu ceramah mengenai masalah sosial yang akan didemonstrasikan penting sekali
dilaksanakan sebelum melakukan sosiodrama.
Sosiodrama adalah
sandiwara tanpa naskah (script) dan
tanpa latihan terlebih dahulu, sehingga dilakukan secara spontan. Masalah yang
didramatisasikan adalah mengenai situasi sosial. Sosiodrama akan menarik bila
pada situasi yang sedang memuncak, kemudian dihentikan. Selanjutnya diadakan
diskusi, bagaimana jalan cerita seterusnya atau pemecahan masalah selanjutnya.
5.
Ceramah, Problem
Solving,
dan Tugas
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (
2010: 102-103) pada saat guru memberikan pelajaran kepada siswa, adakalanya
timbul suatu persoalan/ masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya
penjelasan secara lisan melalui ceramah. Untuk itu guru perlu menggunakan
metode pemecahan masalah atau problem
solving sebagai jalan keluarnya. Kemudian diakhiri dengan tugas-tugas, baik
individu maupun kelompok, sehingga siswa melakukan tukar pikiran dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
6.
Ceramah,
Demonstrasi, dan Latihan
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (
2010: 103-104) metode latihan umumnya
digunakan untuk memperoleh sesuatu ketangkasan atau ketrampilan dari bahan yang
dipelajarinya. Karena itu metode ceramah dapat digunakan sebelum maupun sesudah
latihan dilakukan. Tujuan dari ceramah untuk memberikan penjelasan kepada siswa
mengenai bentuk ketrampilan tertentu yang akan dilakukanya.
Sedangkan demonstrasi yang
dimaksudkan untuk memperagakan atau mempertunjukkan suatu kesimpulan yang akan
dipelajari siswa. Misalnya, belajar tari jaipongan. Siswa sebelum berlatih tari Jaipongan diberikan penjelasan
dulu seluruh gerakan tangan, gerakan badan, dan sebagainya melalui ceramah.
Lalu guru mendemonstrasikan tari jaipongan dan siswa memperhatikan demonstrasi
tersebut. Setelah itu siswa mulai latihan tari Jaipongan seperti yang dilakukan
oleh guru.
F. Cara
Memilih dan Menentukan Model/ Metode Pembelajaran
Perubahan
paradigma pembelajaran terjadi, karena tuntutan kondisi global (persaingan,
persyaratan kerja, perubahan orientasi) sehingga terjadi perubahan kompetensi
lulusan (perubahan kurikulum). Perubahan kurikulum juga berlatar belakang
perubahan paradigma (pengetahuan, belajar dan mengajar). Akibat perubahan paradigma
ini diharapkan ada perubahan perilaku pembelajaran, sehingga mampu meningkatkan
mutu lulusan.
Perubahan paradigma dalam pembelajaran
1. Pengetahuan
Pengetahuan
dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang tinggal dipindahkan
(ditransfer) dari guru ke siswa
|
Pengetahuan
adalah hasil konstruksi (bentukan) atau hasil transformasi seseorang yang
belajar
|
2. Belajar
Belajar
adalah menerima pengetahuan (pasif-reseptif)
|
Belajar
adalah mencari dan mengkonstruksi (membentuk) pengetahuan aktif dan spesfik
caranya
|
3. Mengajar
Menyampaikan
pengetahuan (bisa klasikal)
|
Berpartisipasi
dengan siswa dalam membentuk pengetahuan
|
Menjalankan
sebuah instruksi yang telah dirancang
|
Menjalankan
berbagai strategi yang membantu siswa untuk dapat belajar
|
Sistem pembelajaran
(Kebanyakan)
Sistem Pembelajaran
KBK
Sistem Pembelajaran
SCL
Mengajar bukan
lagi bagaimana guru mengajar dengan baik (teacher
center), tetapi transfer of knowledge,
sehingga terbentuk pembelajaran bagaimana siswa bisa belajar dengan baik dan
berkelanjutan.
Dalam memilih
model/metode pembelajaran perlu disesuaikan program outcomesnya (kompetensi),
misalnya kompetensi pengamatan, kompetensi penyusunan hipotesis, kompetensi
pembuatan grafik, penguasaan rumus dan lain sebagainya, maka model atau metode
tentu akan berbeda. Unsur-unsur lain
selain kompetensi yang perlu diperhatikan dalam memilih model pembelajaran,
yaitu sarana/alat, materi ajar (bahan ajar), siswa. Sarana/alat bila dihubungkan
dengan bahan ajar, maka akan menjadikan bahan ajar menjadi efektif, bahan ajar
apabila dihubungkan dengan siswa, maka perlu meninjau tingkat kesukaran/tingkat
kemampuan, dan sarana/alat bila dihubungkan dengan siswa, maka hendaknya akan
mewujudkan efesiensi pembelajaran.
Apabila beberapa
model pembelajaran dihubungkan dengan tingkat memorisasi dan tingkat
keterlibatan siswa, dapat divisualisasikan sebagai berikut
Passive
|
|||
10 %
|
Reading
|
Verbal
reciving
|
|
20%
|
Hearing Words
|
||
50%
|
Looking at Picture
Watching Video
Seeing it done
on location
|
Visual
reciving
|
|
70%
|
Participating in a discussion
Giving a talk
Doing a
dramatic presentation
Simulating the
real Experience
|
Paticipa-ting
Doing
|
|
90%
|
Doing the real thing
|
Active
|
Peran guru dalam paradigma baru
pembelajaran adalah sebagai fasilitator : memfasilitasi buku, modul
ajar, hand-out, journal, hasil penelitian (sebagai sumber belajar), dan waktu.
Guru sebagai motivator dapat dilakukan dengan memberi perhatian pada
siswa, memberi materi yang relevan dengan tingkat kemampuan siswa, dan dengan
situasi yang kontekstual, memberi semangat dan kepercayaan pada siswa bahwa
mereka dapat mencapai kompetensi yang diharapkan, memberi kepuasan pada siswa
terhadap pembelajaran yang dijalankan. Guru juga memberi tutorial, yaitu
menunjukkan jalan/cara/metode yang dapat membantu siswa menelusuri dan
menemukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Guru
juga sangat perlu memberi umpan balik, yaitu memonitor dan mengoreksi
jalan pikiran/hasil kinerja siswa agar mencapai sasaran yang optimum sesuai
kemampuannya.
Khusus dalam tujuan peningkatan hasil
ujian nasional untuk kelas IX, yang notabene penilaian proses “relative
dikesampingkan” dan memfokuskan pada penilaian produk dan peningkatan kemampuan
“menghafal” dan “menyelesaian soal”, maka hendaknya guru lebih memilih model
pembelajaran yang masih tetap berpegang pada keaktifan siswa, namun mengarah
kepada tujuan utama tersebut. Alternatif model pembelajaran yang bisa dipilih
guru, seperti PBI (contoh analisis
konsep, RPP dan lembar penilaian terlampir), bisa juga guru memilih
learning strategies seperti pembuatan conceps map (contoh terlampir), main conceps atau reciprocal teaching.
Guru sebagai fasilitator memberikan
sumber belajar berupa buku ajar atau hand out, kemudian siswa diminta membaca
dan berlatih tiga keterampilan mendasar tentang pemahaman konsep, yaitu
meringkas (merangkum), mengajukan pertanyaan dan menjelaskan (mengklarifikasi)
masalah.
|
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
strategi, metode, teknik atau prosedur. Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh
guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran bila dilihat dari proses
pengajaran atau materi pengajaran itu dikelola. Contoh pendekatan CBSA,
kontekstual, induktif, deduktif, spiral, pemecahan masalah, matematika
realistik. Strategi pembelajaran adalah cara guru memotivasi siswa agar
berpartisipasi, mengelola kelas sehingga pembelajaran berjalan sebagaimana
mestinya, dan mengatur materi kurikulum. Metode mengajar adalah cara mengajar
atau menyampaikan (memberikan) materi pelajaran kepada siswa yang kita ajar.
Contoh metode: ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan dan lain-lain. Teknik dapat diatikan
sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode
secara spesifik. Sedangkan Model pengajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang
pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Pola urutan dari
macam-macam model pengajaran memiliki komponen yang sama.
Berdasarkan karakteristik dari
setiap model pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil (1986: 31) mengklasifikasi
model-model pembelajaran kedalam empat rumpun model, yaitu model pembelajaran
memproses informasi, model pembelajaran sosial, model pembelajaran personal,
dan model pembelajaran sistem perilaku.
|
Terdapat banyak metode yang ada di lingkungan
pendidikan, sebagai contoh dilihat dari kegunaan metode mengajar terbagi
menjadi 3 bagian yaitu (1) metode untuk kelompok/klasikal yang terdiri dari
metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, kerja kelompok,
karya wisata, studi proyek, dan lain sebagainya, (2) metode untuk bermain yang
terdiri dari role playing, simulasi, flash bowl, perahu penyelamat,
kartu-kartu konsep, dan lain sebagainya, dan (3) metode untuk individual yang
terdiri dari belajar tuntas, paket mini, modul, drill/latihan.
Jenis Ragam Metode mengajar dari
Segi Strategi terbagi menjadi 2 yaitu metode untuk strategi Ekspository yang
terdiri dari ceramah dan demonstrasi, dan metode untuk strategi
Inquiry/Discopery yang terdiri dari tanya jawab, simulasi/pengamatan dan
Percobaan, diskusi, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan latihan/drill.
Sedangkan dilihat dari domain/
ranahnya dibagi menjadi tiga yaitu domain kognitif dapat dilakukan dengan metode diskusi, ceramah, partisipatori, problem solving, seminar , domain afektif
dapat dilakukan dengan metode role playing,
games, VCT, pengkondisian modeling dan lain-lain, dan
domain psikomotor dapat dilakukan dengan metode simulasi sosiodrama, study
proyek, demonstrasi, latihan dan lain-lain. Namun pada makalah ini kami sajikan
hanya beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran.
Penerapan model pembelajaran secara
benar mengikuti sintaknya serta sesuai karakter materi, serta karakter siswa,
maka penerapan model pembelajaran yang tentu saja didahului dengan suatu
pengembangan diharapkan mampu meningkatkan penguasaan teknologi pembelajaran,
karena kemandirian aktif siswa dalam belajar.
Pembelajaran dengan pendekatan SCL
memiliki ciri-ciri : mengutamakan tercapainya kompetensi siswa; memberikan
pengalaman belajar siswa; siswa harus dapat menunjukkan belajar/kinerjanya;
pemberian tugas menjadi pokok dalam belajar siswa/kinerja siswa; siswa
mempresentasikan penyelesaian tugasnya, dibahas bersama, dikoreksi, dan
diperbaiki; penilaian proses sama pentingnya dengan penilaian hasil.
B. Saran
Beberapa penyebab rendahnya
penguasaan itu dapat berasal dari faktor pembelajaran guru, sifat bahan belajar
yang menuntut aktivitas kognitif yang bukan sekedar mekanistik, dan karakter
serta kondisi kepribadian siswa. Faktor yang dapat dimanipulasi sehingga
diharapkan dapat membantu pengembangan performansi siswa dalam menyerap materi
yang diajarkan dan dapat dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari adalah
metode guru. Sehingga dengan mengerti model dan metode pembelajaran guru dapat
mengambil model dan metode yang tepat sesuai dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator hasil pencapaian, dan tujuan pembelajaran yang
dipersyaratkan.
Guru dapat memodifikasi berbagai
jenis metode yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki
oleh setiap materi yang diajarkan, sehingga metode lebih bervariasi dan siswa
tidak jenuh. Dengan berbagai metode ini dapat dijadikan salah satu cara
peragaman penilaian terhadap penguasaan materi sehingga minimal mengetahui
kemampuan siswa.
|
DAFTAR
RUJUKAN
Abimanyu,
Soli, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Amin,
M. Taufic. 2009. Inovasi Pendidikan
melalui Problema Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di
Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ambarita,
Alben. 2012. Pengembangan Model Realistic
Mathematics Education pada Pembelajaran Operasi Bilangan Bulat, KPK, dan
FPB di SD. Jurnal Sekolah Dasar, 21
(1): 51-65.
Anitah
W, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran
di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arends,
Richardl. 1997. Classroom Instructional
Management. New York: The McGraw-Hill Company.
Atmoko,
Adi. 2012. Praktik Gaya Asuh pada Komunitas Jawa Implementasi Bagi Pembelajaran
SD. Jurnal Sekolah Dasar, 21 (1):
25-41.
Djamarah, Bahri, Syaiful. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
: PT Rineka Cipta.
Fathurrohman, Pupuh. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman
Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.
Harsiati, Titik. 2012. Kajian Kritis
Terhadap Penerapan Bahan Ajar Aflaton sebagai Bahan Ajar Pendidikan Karakter di
Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar, 21
(1): 9-24.
Joyce, Bruce, Marsha Weil dan Emily
Colhoun. 1986. Model-Model Pengajaran. Terjemahan
Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kardi,
S. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Langsung.
Surabaya: Surabaya University Press.
Lestari, Erita
Febri, dkk. 2013. Model dan Metode
Pembelajaran. Makalah disajikan dalam perkuliahan strategi pembelajaran,
Prodi PGSD, Jurusan KSDP UM, Malang.
Miaz,
Yalvema. 2012. Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa SD. Jurnal
Sekolah Dasar, 21 (1): 66-73.
|
Ngalimun.
2012. Strategi dan Model Pembelajaran.
Banjarmasin: Scripta Cendekia.
Tim
Dosen BPF. 2011. Model Pembelajaran IPS, (online), (http://sertifikasiguru.unm.ac.id/Model%20Pembelajaran/34.%20Model%20Pembelajaran%20IPS.pdf), diakses 26 September 2013.
Tim
Dosen BPF. 2011. Model Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar, (online), (http://sertifikasiguru.unm.ac.id/Model%20Pembelajaran/10-11%20Model%20Pembelajaran%20SD.pdf), diakses 26 September 2013.
Tjokrodihardjo,
S. 2000. Modul: Diskusi Kelas. Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.
Trianto.
2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurilum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tumardi.
2012. Pembelajaran Matematika Materi Soal Cerita dengan Strategi Scaffolding di Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar, 21 (1): 42-50.
Winarno,
Surachmad. 1980. Metodologi Pengajaran
Nasional. Jakarta: Jemmars.
Yamin,
Riyanto. 2009. Paradigma Baru
Pembelajaran: sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran
yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
............2012.
Contextual Teacing and Learning, (online),
(http://weblogask.blogspot.com/2012/03/contextual-teacing-and-learning-ctl.html),
diakses 26 September 2013.
............2012.
Cooperative Learning, (online), (http://weblogask.blogspot.com/2012/03/cooperative-learning.html),
diakses 26 September 2013.
............2012.
Direct Learning, (online), (http://weblogask.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-langsung-dl-direct.html),
diakses 26 September 2013.
............2012.
Problem Based Learning, (online), (http://weblogask.blogspot.com/2012/03/problem-based-learning-pbl.html),
diakses 26 September 2013.
………2013.
Pendekatan Scientific dalam Kurikulum
2013, (online), (http://endangkomarasblog.blogspot.com/2013/10/pendekatan-scientific-dalam-kurikulum.html), diakses tanggal 8 desember 2013)
No comments:
Post a Comment